Wamenlu Respons Kekhawatiran Tarif Nol Persen dengan AS

- Produk AS tidak akan membanjiri Indonesia
- Faktor harga tetap jadi pertimbangan konsumen saat membeli produk
- Sebagian besar kesepakatan produk impor dari AS merupakan produk yang dibutuhkan RI
Jakarta, IDN Times - Wakil Menteri Luar Negeri, Arif Havas Oegroseno menanggapi kekhawatiran sejumlah pihak terkait kesepakatan antara Presiden Prabowo Subianto dan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, mengenai pemberlakuan tarif 0 persen untuk barang-barang asal AS.
Menurut Havas, kekhawatiran tersebut tidak perlu dilebih-lebihkan. Ia menilai produk-produk buatan Amerika Serikat sebenarnya sangat jarang ditemukan di pasar Indonesia.
“Kalau ada yang bilang produk Amerika akan membanjiri pasar karena tarif nol persen, saya balik tanya: produk Amerika yang mana? Sepatu, baju, handphone semuanya kebanyakan buatan China, bukan buatan Amerika,” ujarnya dalam sebuah diskusi bersama Gempita dan PCO di Beltway Office Park, Jakarta, Sabtu (19/7/2025).
1. Produk AS tidak akan membanjiri Indonesia

Ia juga membagikan pengalamannya saat mengunjungi New York, Washington, dan Philadelphia bulan lalu. Di sana, ia mencoba mencari souvenir atau pakaian buatan Amerika, namun tidak berhasil menemukannya.
“Saya masuk toko souvenir di New York, cari T-shirt yang buatan Amerika. Nggak ada. Saya cari juga di Washington dan Philadelphia, tetap nggak ketemu. Jadi, kalau ada yang bilang produk Amerika akan membanjiri pasar Indonesia, saya rasa itu terlalu dibesar-besarkan,” katanya.
2. Faktor harga tetap jadi pertimbangan konsumen saat membeli produk

Havas menambahkan, akses bebas tarif tidak serta-merta membuat produk Amerika akan laris di Indonesia, karena harga tetap menjadi faktor utama dalam keputusan konsumen.
Ia juga menekankan sebagian besar kendaraan, motor, hingga elektronik yang digunakan masyarakat Indonesia berasal dari Jepang atau negara lain, bukan dari Amerika.
Di sisi lain, Havas menekankan tarif 19 persen telah berhasil menempatkan Indonesia pada posisi yang lebih kompetitif dibandingkan sejumlah negara tetangga di ASEAN, misalnya Vietnam dan Filipina yang dikenakan 20 persen, Malaysia dan Brunei 25 persen, serta Thailand dan Kamboja yang mencapai 36 persen. Bahkan, Myanmar dan Laos masih dikenakan tarif hingga 40 persen. Dengan demikian, kinerja ekspor pun diyakininya akan terdongkrak.
Adapun ilustrasinya, jika AS menetapkan tarif impor 19 persen untuk suatu produk dari Indonesia (misalnya produk tekstil, ban, atau baja), artinya:
Jika sebuah produk asal Indonesia diekspor ke AS dengan harga 1.000 dolar AS, maka bea masuknya adalah 19 persen x 1.000 dolar AS, hasilnya 190 dolar AS.
Sehingga total biaya yang harus dibayar importir di AS adalah 1.190 dolar AS.
3. Sebagian besar kesepakatan produk impor dari AS merupakan produk yang dibutuhkan RI

Ia menegaskan, sebagian besar barang impor dari Amerika Serikat yang masuk ke Indonesia justru merupakan bahan baku penting industri dalam negeri, termasuk makanan pokok masyarakat seperti tempe dan mie instan.
Menurut Havas, kekhawatiran publik terhadap kesepakatan tarif nol persen dengan AS sebaiknya tidak hanya difokuskan pada produk jadi, tetapi juga mempertimbangkan bahan baku yang mendukung sektor usaha kecil dan menengah (UKM) di Indonesia.
“Yang masuk ke Indonesia dari Amerika itu, misalnya kedelai. Saya orang Jawa, rumah saya tiap hari makan tempe. Tapi kedelai dalam negeri belum cukup untuk memenuhi kebutuhan produksi tempe,” bebernya.
Selain kedelai, Havas menyebut gandum sebagai bahan baku penting lain yang diimpor dari AS dan sangat dibutuhkan oleh industri mie instan di Indonesia. Bahkan, salah satu produsen mie instan bahkan bekerja sama dengan lebih dari 70.000 UKM dalam distribusi produknya.
“Gandum itu dipakai buat bikin mie instan. Dan banyak industri mie kita yang terhubung dengan pelaku UKM. Ada satu perusahaan besar yang bekerja sama dengan sekitar 70 ribu UKM untuk penjualan mie instan,” kata Havas.
Berikut tujuh kerja sama yang tercapai antara perusahaan Indonesia dan AS:
MoU antara produsen gandum Indonesia dan US Wheat Associates.
MoU antara Sorini Agro Asia Corporindo dan Cargill terkait pembelian jagung.
Penyerahan surat dari Cotton Council International kepada Asosiasi Pertekstilan Indonesia.
MoU antara FKS Group dan Zen-Noh Grain Corp untuk pembelian kedelai dan bungkil kedelai.
MoU antara PT Kilang Pertamina Internasional dan ExxonMobil.
MoU antara PT Kilang Pertamina Internasional dan KDT Global Resource.
MoU antara PT Kilang Pertamina Internasional dan Chevron
MoU antara PT Kilang Pertamina Internasional dan Chevron