Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Tanda Terjebak Social Surrogacy, Cari Hiburan dari Dunia Fiksi

ilustrasi nonton film di rumah (freepik.com/freepik)
ilustrasi nonton film di rumah (freepik.com/freepik)
Intinya sih...
  • Kamu lebih merasa terikat dengan karakter fiksi daripada orang sekitar, menunjukkan ketimpangan koneksi sosial.
  • Dunia fiksi jadi tempat utama pelarian saat kesepian, mengisolasi diri dari relasi nyata.
  • Merasa 'cukup' secara emosional tanpa berinteraksi dengan orang nyata, menutup peluang pertumbuhan emosional yang autentik.

Nonton drama Korea bisa bikin hati hangat. Baca novel romansa bikin kamu senyum-senyum sendiri. Main game bareng karakter favorit rasanya lebih menyenangkan daripada ngobrol sama orang di dunia nyata. Semua ini terdengar biasa saja, bahkan menyenangkan. Meski begitu harus hati-hati, bisa jadi kamu sedang terjebak dalam social surrogacy, sebuah kondisi dimana kamu lebih memilih koneksi emosional dari dunia fiksi karena merasa kesepian di dunia nyata.

Social surrogacy bukan hal yang salah. Ini adalah bentuk adaptasi manusia untuk memenuhi kebutuhan emosional saat koneksi sosial langsung sulit diperoleh. Sayangnya, jika terus-menerus menggantikan hubungan nyata dengan karakter fiksi, kamu bisa kehilangan keseimbangan emosional, terputus dari realitas sosial, dan semakin sulit menjalin koneksi yang otentik dengan orang lain. Yuk, kenali tanda-tandanya supaya kamu bisa tetap menikmati hiburan tanpa tenggelam terlalu dalam!

1. Kamu lebih merasa terikat dengan karakter fiksi daripada orang sekitar

ilustrasi membaca buku (pexels.com/George Milton)
ilustrasi membaca buku (pexels.com/George Milton)

Apakah kamu merasa lebih dekat dengan tokoh drama atau karakter anime dibanding temanmu sendiri? Atau kamu lebih mudah meneteskan air mata saat karakter favoritmu terluka, tapi canggung saat teman curhat? Ini bisa jadi tanda bahwa kamu mulai mengalihkan kebutuhan emosionalmu ke dunia fiksi karena merasa gak aman atau gak terhubung di dunia nyata.

Ketika kamu terlalu sering merasa ‘nyambung’ dengan tokoh fiksi dan gak bisa merasakan hal yang sama dengan orang sekitar, artinya ada ketimpangan koneksi. Social surrogacy membuat kamu merasa punya ‘hubungan’ yang nyaman tanpa risiko ditolak, dihakimi, atau harus bersusah payah menjalin komunikasi dua arah. Namun, jika ini terus berlanjut, kamu bisa kehilangan kemampuan untuk membangun relasi nyata yang sehat dan bermakna.

2. Dunia fiksi jadi tempat utama pelarian setiap kali kamu merasa kesepian

ilustrasi nonton bioskop (pexels.com/Tima Miroshnichen)
ilustrasi nonton bioskop (pexels.com/Tima Miroshnichen)

Wajar jika "lari" ke serial, novel, atau game saat hati sedang kosong. Namun, jika setiap kali merasa kesepian kamu langsung mencari pelarian ke dunia fiksi, tanpa pernah mencoba menyapa orang sekitar atau membangun relasi langsung, itu bisa jadi kebiasaan yang mengisolasi. Apalagi kalau kamu sampai merasa lebih nyaman sendiri dengan layar daripada berada di tengah keramaian.

Kebiasaan ini awalnya terasa aman, tapi lama-lama bisa membentuk pola isolasi sosial. Kamu jadi sulit membedakan antara rasa nyaman karena aman atau nyaman karena gak ditantang. Padahal, relasi nyata memang butuh usaha dan kadang membuat kita merasa canggung. Namun justru dari hubungan nyata itulah kamu bisa tumbuh, mengenal dirimu lebih dalam, dan merasakan koneksi yang utuh sebagai manusia.

3. Kamu merasa ‘cukup’ secara emosional tanpa berinteraksi dengan orang nyata

ilustrasi membaca buku (pexels.com/cottonbro studio )
ilustrasi membaca buku (pexels.com/cottonbro studio )

Kamu bisa tertawa, menangis, bahkan merasa dimengerti saat mengikuti jalan cerita karakter favoritmu. Namun, jika kamu mulai berpikir, ‘Aku gak butuh orang lain, karakter-karakter ini udah cukup kok,’ itu bisa jadi pertanda kamu sedang menjadikan relasi fiksi sebagai pengganti total koneksi sosial nyata. Ini bukan hanya soal kesukaan, tapi tentang bagaimana kamu memenuhi kebutuhan emosional.

Rasa ‘cukup’ yang kamu rasakan mungkin nyaman, tapi sebenarnya semu. Dunia fiksi gak pernah benar-benar menjawab pesanmu, memelukmu saat kamu jatuh, atau hadir di sisi ketika kamu butuh teman bicara dua arah. Hubungan sosial manusia gak tergantikan oleh alur cerita, seindah apa pun ceritanya. Saat kamu mulai menutup diri dari interaksi nyata, kamu juga menutup peluang untuk mengalami pertumbuhan emosional yang autentik.

4. Kamu merasa lebih aman mengekspresikan diri di forum fanbase daripada dengan teman sendiri

ilustrasi menulis (pexels.com/Andrea Piacquadio)
ilustrasi menulis (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Kamu mungkin aktif banget di komunitas fandom, rajin bikin fan art, diskusi teori cerita, bahkan bikin akun khusus untuk karakter favorit. Namun, saat ada teman ngajak ngobrol langsung, kamu bingung harus bilang apa. Ini tanda kamu lebih nyaman berada di komunitas fiksi daripada menjalin koneksi sosial nyata. Lagi-lagi, ini bisa jadi bentuk social surrogacy yang perlu kamu sadari.

Berinteraksi di forum memang menyenangkan karena kamu merasa diterima tanpa perlu memperlihatkan sisi rentanmu. Namun, terlalu lama di zona ini bisa membuat kamu kehilangan keterampilan komunikasi sosial yang sehat. Kamu jadi kurang peka pada dinamika nyata, seperti empati langsung, kompromi, atau memahami bahasa tubuh. Padahal keterampilan ini penting banget dalam hubungan jangka panjang, baik pertemanan, kerja, maupun cinta.

5. Kamu merasa cemas atau kehilangan arah saat gak bisa mengakses dunia fiksi

ilustrasi menyetir mobil sambil mengantuk (freepik.com/freepik)

Pernah merasa gelisah atau seperti ‘kosong’ saat serial favoritmu tamat? Atau panik saat kamu gak bisa login game selama beberapa hari? Jika kamu merasa emosimu terlalu bergantung pada keberadaan dunia fiksi, ini bisa menunjukkan ketergantungan emosional yang gak sehat. Bukan cuma soal hiburan, tapi seolah-olah identitas dan kestabilanmu ikut terancam saat dunia itu ‘menghilang’.

Social surrogacy yang berlebihan bisa membuat kamu kesulitan membedakan antara pelarian sehat dan pelarian yang menutup realitas. Saat dunia fiksi jadi satu-satunya sumber stabilitas emosional, kamu kehilangan kemampuan untuk mengatur dan memproses emosi secara mandiri. Ini bisa membuat kamu mudah cemas, sensitif, atau bahkan depresi saat realitas menantangmu. Dunia fiksi boleh jadi rumah sementara, tapi kamu tetap butuh ‘rumah’ di dunia nyata untuk pulang dan bertumbuh.

Social surrogacy bisa menjadi penolong sementara saat kamu sedang merasa kesepian, gak dimengerti, atau ingin merasa terhubung. Namun, jangan biarkan itu jadi satu-satunya cara kamu memenuhi kebutuhan emosional. Dunia fiksi bisa menyentuh hati, tapi gak bisa menggantikan kehangatan nyata dari hubungan manusia.

Kalau kamu merasa mulai terlalu tenggelam, cobalah perlahan membuka diri kembali pada dunia nyata. Mulailah dari hal kecil, menyapa teman, menulis jurnal, atau mencari komunitas offline yang aman. Dunia fiksi akan selalu ada untuk memberi warna, tapi jangan sampai kamu lupa bahwa kamu juga layak mendapatkan hubungan nyata yang mendalam dan penuh kasih.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Debby Utomo
EditorDebby Utomo
Follow Us