Kisah Arky Gilang Pilih Budidaya Maggot Demi Lestarikan Bumi

Kisah awal merintis penuh tantangan

Astra bersama IDN Times mengajak seluruh anak bangsa untuk semangat bergerak dan tumbuh bersama, melalui inovasi & karya dalam memajukan bangsa melalui SATU Indonesia Awards ke-13 tahun 2022.

Apresiasi yang diberikan kepada anak bangsa yang senantiasa memberi manfaat bagi masyarakat dalam lima bidang, yaitu Kesehatan, Pendidikan, Lingkungan, Kewirausahaan, dan Teknologi, serta satu kategori Kelompok yang mewakili lima bidang tersebut.

Daftarkan dirimu atau orang lain yang memenuhi syarat dan ketentuan melalui
https://bit.ly/SIA2022IDNTimes. Kunjungi website www.satu-indonesia.com untuk informasi lengkap mengenai syarat dan ketentuannya.

Jakarta, IDN Times - Founder Greenprosa yang juga Ketua Duta Petani Milenial Banyumas, Arky Gilang Wahab, menyampaikan pentingnya budidaya maggot untuk melestarikan lingkungan. Hal itu disampaikan Gilang dalam program “101 Climate Change Actions” by IDN Times pada 1-30 Desember 2021.

IDN Times menjadikan Desember sebagai bulan Peduli Perubahan Iklim. Program ini tayang di Instagram @idntimes, mulai pukul 16.00 WIB. Yuk simak obrolan IDN Times bersama Arky Gilang Wahab.

1. Apa itu maggot?

Kisah Arky Gilang Pilih Budidaya Maggot Demi Lestarikan BumiMaggot yang sedang dibudidayakan di TPS Terpadu Unnes. IDN Times/Fariz Fardianto

Arky adalah pengelola sampah organik di kampung halamannya, Banyumas, Jawa Tengah. Di sana, ia mengembangkan bisnis maggot untuk mengelola sampah organik yang menumpuk.

"Maggot itu bisa dibilang belatung atau larva. Bedanya kalau maggot itu adalah fase larva dari Black Soldier Fly atau lalat tentara hitam. Waktu hidupnya lebih lama. Dalam fase hidupnya, maggot ini steril karena tidak makan," ungkap Arky dalam live Instagram bersama IDN Times, Senin (6/12/2021).

"Yang betina akan mati setelah bertelur, sedangkan yang jantan akan mati setelah kawin. Jadi tidak mencari makan di tempat-tempat yang kotor yang artinya tidak membawa penyakit," sambung dia.

2. Maggot sebagai pilihan alternatif

Kisah Arky Gilang Pilih Budidaya Maggot Demi Lestarikan BumiArky Gilang Wahab, narasumber 101 Climate Change Actions. (Tangkapan Layar Instagram.com/idntimes)

Awalnya, Arky dan rekan-rekan penggiat lainnya tidak langsung memilih maggot sebagai metode mengelola sampah organik. Namun, karena situasi, mereka akhirnya memilih metode penguraian menggunakan larva dari lalat tentara hitam.

"Awalnya coba bantu mengelola sampah dalam skala kecil. Setelah itu, kami melihat hampir 50 persen lebih sampahnya organik. Awalnya kami tidak langsung ke maggot tapi ke composting. Tapi ternyata itu butuh waktu yang lama dan tempat yang luas. Akhirnya kami cari metode yang lain yaitu mengurai sampah dengan maggot," ucap dia. 

3. Tantangan yang dihadapi

Kisah Arky Gilang Pilih Budidaya Maggot Demi Lestarikan BumiIlustrasi sampah organik. (ercofusa.com)

Arky juga menghadapi banyak tantangan ketika memulai budidaya hingga akhirnya menjadi bisnis. Anaknya bahkan sempat protes karena bau sampah yang hinggap di tubuhnya tiap pulang ke rumah.

"Tantangannya, namanya sampah organik, baunya luar biasa. Hampir satu setengah tahun, tiap saya pulang, anak saya selalu protes karena kebauan. Lalu, ketika kuota sampahnya banyak, kami coba angkut sendiri dari pasar. Bahkan, saat kami mengambil sampah dari suatu kafe, kami sempat bertemu teman-teman yang sedang main di kafe itu. Tapi insyaallah kami bangga dengan kondisi itu karena kami bisa mengurangi sampah," tutur lulusan Institut Teknologi Bandung (ITB) itu.

Baca Juga: Nadine Chandrawinata: Segera Benahi 3 Aspek Ini untuk Perubahan Iklim

Topik:

  • Rochmanudin
  • Yogie Fadila

Berita Terkini Lainnya