Kepuasan Publik terhadap Pemulihan Ekonomi Tidak Sampai 50 Persen

Kepuasaan terhadap kartu prakerja hanya 39,2 persen

Jakarta, IDN Times - Alvara Research Center merliis hasil survei tentang Respon Publik Atas COVID-19 di Indonesia. Dalam hasil survei yang memiliki 1.225 responden itu, ditemukan bahwa tingkat kepuasan dalam hal pemulihan ekonomi di bawah 50 persen.

Begitu pula kepuasan terhadap ketegasan bagi pelanggar protokol kesehatan, program Kartu Prakerja, dan penanganan PHK, semua tidak mencapai 50 persen.

"Pemulihan ekonomi 48,2 persen, ketegasan bagi yang melanggar protokol kesehatan 47,3 persen, Kartu Prakerja 39,2 persen dan 31,9 persen untuk penanganan PHK," ujar Alvara dalam rilis yang IDN Times terima pada, Senin (13/7/2020).

1. Tingkat optimisme terhadap ekonomi Indonesia menurun dari 2019

Kepuasan Publik terhadap Pemulihan Ekonomi Tidak Sampai 50 PersenGrafik Tingkat Optimisme Publik (Dok. IDN Times/Alvara Research Center)

Walaupun demikian, Alvara menjelaskan bahwa tingkat optimisme publik terhadap ekonomi Indonesia dengan kondisi pandemik COVID-19 masih di atas 50 persen. Namun, angka tersebut menurun dari tingkat optimisme pada tahun lalu. Optimisme publik terhadap ekonomi Indonesia pada Oktober 2019 yaitu, 71 persen.

"Optimisme publik terhadap ekonomi harus dijaga. Bisa melalui stimulus ekonomi maupun bantuan sosial tunai kepada masyarakat menengah bawah, agar aktivitad ekonomi tetap bergerak tanpa mengabaikan protokol kesehatan," ujar CEO Alvara Research Center Hasanuddin.

Baca Juga: BKPM: Ekonomi Indonesia Jangan Bergantung Terus pada Tiongkok

2. Ada pergeseran perubahan perilaku publik dalam alokasi dana per bulannya

Kepuasan Publik terhadap Pemulihan Ekonomi Tidak Sampai 50 PersenIlustrasi Cicilan (IDN Times/Arief Rahmat)

Hasanuddin juga menjelaskan, terdapat pergeseran perubahan perilaku publik dalam alokasi dana per bulannya. Alokasi kebutuhan sehari-hari menurun, termasuk pada alokasi untuk hiburan.

"Di sisi lain, mereka harus tetap membayar cicilan dan asuransi," ujarnya.

Selanjutnya, ia mengatakan, penggunaan internet di angka 8,1 persen. Selain itu, alokasi dana untuk menabung berada di angka 10,8 persen. Ke dua hal tersebut mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya.

"Ketika pendapatan mereka mulai berkurang, maka mereka mengurangi mengurangi pembelian kebutuhan sehari-hari," tuturnya.

3. Publik menilai pemerintah harus memprioritaskan kesehatan atau ekonomi saat pandemik COVID-19?

Kepuasan Publik terhadap Pemulihan Ekonomi Tidak Sampai 50 PersenIlustrasi ekonomi terdampak pandemik COVID-19 (IDN Times/Arief Rahmat)

Publik menilai pemerintah harus memprioritaskan bidang kesehatan dan ekonomi saat pandemik COVID-19. Melalui survei tersebut, 51,7 persen diminta kesehatan sebagai prioritas utama dan 48,3 persen memilih ekonomi sebagai prioritas utama.

"Prioritas utama ekonomi cenderung banyak dipilih oleh masyarakat menengah bawah," tuturnya.

"Ke dua hal tersebut memang tidak bisa dipertentangkan, ke duanya perlu ditangani, pemerintah perlu memberikan perhatian khusus ke masyarakat menengah bawah yang mengalami kesulitan memenuhi kebutuhan sehari-hari" lanjutnya.

Baca Juga: Sri Mulyani Sebut Pemulihan Ekonomi Dapat 'Musuh Baru' 

4. Bantuan sosial cukup diapresiasi publik dengan kepuasan di atas 50 persen

Kepuasan Publik terhadap Pemulihan Ekonomi Tidak Sampai 50 PersenGrafik jenis Bantuan yang Dibutuhkan Selama Pandemik COVID-19 (Dok. IDN Times/Alvara Research Center)

Ia mengatakan, melalui survei tersebut diketahui bahwa bantuan sosial cukup diapresiasi oleh publik. Bahkan, angka kepuasannya di atas 50 persen. "Bantuan tunai 65 persen, bantuan sembako 58,9 persen," ujarnya.

Dengan demikian, Hasanuddin menilai bantuan tersebut perlu lebih banyak dialokasikan selama pandemik COVID-19. Hal tersebut tetap harus dibarengi dengan ketepatan sasaran bantuan dan kebijakan yang tidak terlalu rumit.

Baca Juga: Anggaran PEN Bengkak Jadi Rp677,2 T untuk Penanganan Virus Corona

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya