Komnas Tuding Industri Tembakau Tampilkan Kepatuhan Palsu

Diskon rokok bertentangan dengan PP No 109 Tahun 2012

Jakarta, IDNTimes - Pengurus Komisi Nasional (Komnas) Pengendalian Tembakau Muhammad Jonni mengatakan bahwa industri tembakau menampilkan kepatuhan palsu. Menurut Jonni, perusahaan rokok adalah perusahaan yang tidak akan pernah patuh terhadap peraturan pemerintah.

"Misalnya soal diskon rokok, ini contoh dari ironi yang ditimbulkan oleh perusahaan rokok," kata Jonni dalam acara "Ironi Diskon Rokok di Tengah Visi Jokowi Membangun Manusia Indonesia" di Jakarta, Selasa (20/8).

Baca Juga: Pemerintah Diminta Bantu Petani Tembakau Meningkatkan Produksi

1. Diskon rokok bertentangan dengan PP No 109 Tahun 2012

Komnas Tuding Industri Tembakau Tampilkan Kepatuhan PalsuIDN Times/Aldzah Fatimah Aditya

Jonni menilai bahwa diskon rokok adalah strategi industri rokok yang melanggar peraturan. Pasalnya, diskon rokok bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan. Dalam PP tersebut, tercantum larangan untuk potongan harga produk tembakau.

"Diskon tersebut membuat harga jual rokok lebih rendah dari harga bandrol yang tertera di pita bea cukai. Perusahaan memberikan subsidi dan secara langsung akan mendorong naiknya jumlah konsumen rokok," ujarnya.

2. Konsumen rokok mendapatkan keringanan harga sampai 15 persen

Komnas Tuding Industri Tembakau Tampilkan Kepatuhan PalsuIDN Times/Aldzah Fatimah Aditya

Ketentuan diskon rokok tercantum dalam Peraturan Direktur Jenderal Bea Cukai Nomor 37/2017 tentang Tata Cara Penetapan Tarif Cukai Hasil Tembakau. Peraturan tersebut merupakan turunan dari Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 146/2017 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau.  

Dalam aturan tersebut, harga transaksi pasar (HTP) yang merupakan harga jual akhir rokok ke konsumen boleh hanya sebesar 85 persen dari harga jual eceran (HJE) atau banderol yang tercantum dalam pita cukai. Artinya, konsumen mendapatkan keringanan harga sampai 15 persen dari tarif yang tertera dalam banderol.

Bahkan, menurut Jonni, produsen rokok dapat menjual di bawah 85 persen dari banderol, asalkan dilakukan tidak lebih dari 40 kota yang disurvei Kantor Bea Cukai.

3. Diskon rokok bertentangan dengan visi presiden tentang SDM unggul

Komnas Tuding Industri Tembakau Tampilkan Kepatuhan PalsuIDN Times/Aldzah Fatimah Aditya

Menurut Jonni, diskon rokok sangat bertentangan dengan visi Presiden Jokowi untuk menciptakan SDM unggul. Jonni melihat bahwa diskon rokok membuat produk rokok yang mengandung zat adiktif mudah dijangkau oleh masyarakat, terutama anak-anak. 

Dia mengatakan diskon rokok adalah strategi untuk mendapatkan konsumen baru yaitu anak-anak. Menurutnya, para konsumen setia rokok tidak membutuhkan diskon, karena sudah candu dan tetap melakukan pembelian walaupun tanpa diskon.

"(Diskon rokok) ini untuk mendorong orang mengkonsumsi rokok. Prevalensi perokok anak meningkat karena akses terus terbuka yaitu harga murah. Ada yang salah dengan sebuah negara yang harga rokoknya murah" ujar Jonni.

Baca Juga: Penyederhanaan Cukai Dinilai Ancam Industri Rokok

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya