Mau Ekspansi, Harita Nickle Niat Rights Issue atau Private Placement
Intinya Sih...
- Harita Nickel akan tetap ekspansi meski harga nikel anjlok
- Perusahaan akan menawarkan saham baru kepada investor melalui rights issue atau private placement
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times – Direktur Utama PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL) atau Harita Nickel, Roy Arman Arfandy mengatakan, yang membuat banyak perusahaan global berhenti produksi nikel karena anjloknya harga. Di sisi lain, biaya operasionalnya sangat tinggi.
Hal itu dia ungkapkan ketika ditanya oleh IDN Times terkait tanggapannya mengenai penurunan harga nikel secara global, dipicu komoditas nikel asal Indonesia yang membanjiri dunia.
"Di Australia, Brazil saya dengar (perusahaan nikel) akan tutup. Ada beberapa lagi di Indonesia akan nutup total. Itu akan mengurangi supply ke dunia sebanyak 250 ribu ton," kata dia dalam pertemuan Harita Nickel bersama deretan pemimpin redaksi (pemred) dari berbagai media ternama di Artoz Bar, Energy Building, SCBD, Jakarta Selatan, Rabu (6/3/2024).
Namun demikian, terlepas dari kondisi harga nikel di pasar dunia, Harita Nickel akan tetap melanjutkan rencana ekspansi. Roy pun memanfaatkan pertemuan ini sebagai kesempatan untuk memaparkan perkembangan terkini dari kegiatan strategis perusahaan.
Berikut IDN Times sajikan rangkumannya. Yuk, disimak baik-baik!
Baca Juga: Harita Nickel Sabet Penghargaan CBF Indonesia Achievement Award 2023
1. Beberapa investor strategis tertarik investasi
Roy mengungkapkan, ada beberapa investor strategis yang tertarik terhadap Harita Nickel. Oleh karena itu, perusahaan akan memanfaatkan momentum ini untuk mendukung rencana ekspansi ke depan.
“Ada yang mau masuk, kenapa enggak? Untuk membantu, untuk pembangunan ekspansi usaha, yaitu yang kita lakukan,” ujar Roy.
Adapun perseroan akan menawarkan saham baru kepada investor melalui rights issue atau private placement. Namun untuk mendapatkan persetujuan atas aksi korporasi tersebut, perseroan berencana menggelar Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB).
Dengan demikian, investor strategis bisa masuk lewat rights issue atau private placement, sehingga dana dari aksi korporasi tersebut nantinya akan digunakan untuk ekspansi perusahaan, baik di sektor tambang baru atau meningkatkan kapasitas produksi saat ini.
Dikutip dari situs Ajaib, private placement alias penambahan modal tanpa hak memesan efek terlebih dahulu merupakan aksi melepas saham baru secara langsung kepada investor tertentu yang sudah dipilih sebelumnya. Sehingga, transaksi jual beli saham ini tidak dilakukan di pasar terbuka.
Sementara rights issue merupakan penambahan modal dengan memberikan hak memesan efek terlebih dahulu kepada para investor.
Dalam aksi ini, semua investor diberikan kesempatan untuk mengeksekusi haknya. Bila satu investor tidak menyerap jatah saham yang dimiliki, bisa dilimpahkan kepada investor lainnya.
Editor’s picks
Baca Juga: Harita Nickel Resmi IPO, Raup Dana Rp9,99 Triliun
2. Baterai LFP dan NCM akan mendominasi di masa depan
Berhubung dengan pengalamannya di industri nikel, Roy juga bicara tentang perbandingan antara baterai Lithium Fero-Phosphate (LFP), berbasis fosfat, dan baterai Nickel Cobalt Manganese (NCM), berbasis nikel. Kedua jenis baterai ini digunakan pada mobil listrik.
Roy menyadari kedua jenis itu memiliki keunggulan dan kekurangannya masing-masing. Contohnya, dia menekankan bahwa meskipun baterai LFP lebih murah, bahan bakunya adalah fosfat, yang juga merupakan bahan baku dari pupuk.
“Kebayang gak kalau seluruh mobil di dunia nanti 30 tahun lagi pakai LFP, mungkin petani kita sudah mati karena gak ada fosfat lagi untuk pupuk,” ujarnya.
Selain itu, LFP juga memiliki daya simpan yang lebih rendah, kurang lebih dia hanya 60 hingga 70 persen daya simpannya dibanding baterai nikel yang kapasitas dan ukurannya sama.
Misalnya, baterai LFP yang bobotnya 50 kilowatt hour (kWh) itu bisa menyimpan 160 kWh. Sedangkan NCM, dengan bobot yang sama, kemungkinan bisa menyimpan 200 hingga 230 kWh.
“Tapi NCM ini juga daya pakainya lebih pendek dibanding LFP. Jadi masing-masing ada kekurangannya,” katanya.
Meskipun begitu, dia tetap menekankan kedua jenis baterai ini akan tetap mendominasi di masa depan. Namun, baterai NCM akan memiliki nilai ekonomi lebih tinggi karena dapat didaur ulang dan menghasilkan produk nikel sulfat.
3. Harita Nickel giat lakukan CSR
Roy menyampaikan, pada Agustus 2023, Harita Nickel melakukan pembelian kebutuhan pokok karyawan dari masyarakat Pulau Obi sebesar Rp8 miliar. Namun, per November tahun 2023, naik hampir Rp12 miliar per bulan. Ini merupakan salah satu bentuk tanggung jawab sosial perusahaan (CSR).
“Bahan makanan yang dibutuhkan oleh karyawan kami, jadi telur, sayur, ikan, itu kita beli dari penduduk, itu semuanya telah meningkat sekitar Rp12 miliar sekarang,” tutur dia.
Selain itu, mereka juga membangun desa baru yang bernama Desa Kawasi, yang memberi dampak sosial positif lainnya bagi masyarakat, seperti memberikan pasokan listrik kepada keluarga, donasi sosial untuk yatim piatu, memberikan bantuan kepada petani, hingga pemberian imunisasi campak dan rubella kepada anak-anak.
Baca Juga: Kenapa Mobil Listrik China Memakai Baterai LFP? Ini 5 Keunggulannya