Fakta-fakta Proyeksi Perekonomian Indonesia di Tengah Imbas COVID-19 

Proyeksi perekonomian dan insentif yang digelontorkan

Jakarta, IDN Times - Pandemik virus corona jenis baru, COVID-19 telah berimbas kuat pada perekonomian dunia, termasuk Indonesia. Dana Moneter Internasional (IMF) bahkan menyatakan bahwa perekonomian dunia sudah memasuki resesi yang disebabkan oleh COVID-19.

Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Keuangan telah menyusun proyeksi ekonomi makro Indonesia berubah seiring kondisi pelemahan ini. Skenario terburuk atas nilai tukar rupiah, inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan harga minyak setelah terdampak pandemik ini telah disusun agar dapat mempersiapkan langkah kebijakan terbaik yang bisa ditembuh.

Selain itu, perubahan postur anggaran yang diperkirakan akan bergerak dinamis seiring kondisi ini pun turut diproyeksikan. Anggaran belanja membengkak seiring kucuran dana untuk penanganan COVID-19 melalui insentif di berbagai sektor. Suntikan pemerintah ini sebagai stimulus untuk menjaga perekonomian masyarakat tetap hidup setelah terimbas COVID19.

Berikut rinciannya sebagaimana dipaparkan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati melalui live Zoom, Kamis (23/4).

Fakta-fakta Proyeksi Perekonomian Indonesia di Tengah Imbas COVID-19 Kontraksi ekonomi akibat COVID-19 berdasarkan data Kementerian Keuangan. IDN Times/Arief Rahmat

1. Proyeksi nilai tukar rupiah

Fakta-fakta Proyeksi Perekonomian Indonesia di Tengah Imbas COVID-19 Ilustrasi uang (IDN Times/Arief Rahmat)

Sri Mulyani memproyeksikan nilai tukar rupiah masih akan melemah di tengah pandemik COVID-19. Dalam skenario berat, Sri Mulyani memperkirakan nilai tukar rupiah bisa mencapai Rp17.500 per dolar AS, sedangkan dalam skenario sangat berat mencapai Rp20.000 per dolar AS.

Angka ini jauh dari target yang dipatok dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020 yang sebesar Rp14.400 per dolar AS.

Baca Juga: IMF Sebut Ekonomi Global Sudah Resesi, Begini Kondisi Indonesia

2. Proyeksi inflasi

Fakta-fakta Proyeksi Perekonomian Indonesia di Tengah Imbas COVID-19 Ilustrasi inflasi (IDN Times/Arief Rahmat)

Berdasarkan data yang dia paparkan, tingkat inflasi tahun ini juga akan diperkirakan jauh dari target. Dalam skenario kondisi berat, Sri Mulyani memaparkan inflasi 2020 diperkirakan akan mencapai 3,9 persen dan skenario sangat berat inflasi akan tembus 5,1 persen.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada Maret 2020 sebesar 0,10 persen. Dengan demikian, inflasi tahun kalender Maret 2020 sebesar 0,76 persen. Sementara itu, inflasi tahunan Maret 2020 sebesar 2,96 persen.

3. Proyeksi harga minyak mentah

Fakta-fakta Proyeksi Perekonomian Indonesia di Tengah Imbas COVID-19 Ilustrasi Minyak dan OPEC (IDN Times/Arief Rahmat)

Selain itu, harga minyak mentah Indonesia (Indonesian Crude Price/ICP) dalam skenario berat akan berada di level US$38 per barel sedangkan pada skenario sangat berat ICP berada di level US$31 per barel. 

Saat ini, ICP Indonesia masih sedikit di atas harga minyak Brent. Bila harga minyak terus mengalami pelemahan, hal itu akan berdampak pada ICP. Perubahan ICP akan berdampak terhadap APBN, mengingat baseline asumsi harga ICP dalam Perpres 54/2020 ialah US$38/barel untuk harga rata-rata sepanjang tahun 2020.

Hal ini terjadi seiring pelemahan harga minyak mentah dunia yang diakibatkan oleh lumpuhnya kegiatan ekonomi secara global akibat wabah virus corona (COVID-19). 

Harga minyak mentah terus menurun sejak Senin (13/4), terutama jenis West Texas Intermediate (WTI) yang disebabkan oleh permintaan global yang semakin menurun dan sentimen negatif yang berasal dari proyeksi pertumbuhan ekonomi global yang kontraktif. 

4. Proyeksi pertumbuhan ekonomi

Fakta-fakta Proyeksi Perekonomian Indonesia di Tengah Imbas COVID-19 Pertumbuhan ekonomi Indonesia selama 5 tahun di era Presiden Joko Widodo. (IDN Times/Arief Rahmat)

Sri Mulyani juga mengeluarkan skenario terbaru pertumbuhan ekonomi tahun ini yang tentunya akan melemah akibat pandemi virus corona jenis baru atau COVID-19. Kementerian Keuangan, bersama BI, OJK, dan LPS menghitung proyeksi pertumbuhan ekonomi dalam kondisi pandemik ini.

Dia mengatakan pada skenario berat, angka pertumbuhan ekonomi diproyeksikan turun hingga 2,35 persen. Namun, jika pandemik berlangsung lebih lama, pertumbuhan ekonomi diproyeksikan pada kondisi sangat berat yang bisa mencapai minus 0,4 persen.

Dengan asumsi skenario pertumbuhan ekonomi 2,35 persen, maka pertumbuhan ekonomi kuartal II-2020 hanya akan ada di kisaran 0,3 hingga minus 2,6 persen. Sementara di kuartal III-2020 akan tumbuh di kisaran 1,5 hingga 2,8 persen.

Baca Juga: Defisit Anggaran Melebar, Ini Risiko yang Harus Diwaspadai Pemerintah

5. Proyeksi konsumsi rumah tangga dan investasi

Fakta-fakta Proyeksi Perekonomian Indonesia di Tengah Imbas COVID-19 ilustrasi investasi. IDN Times/Arief Rahmat

Sri Mulyani menjelaskan, proyeksi konsumsi rumah tangga serta investasi akan menurun. Konsumsi rumah tangga diperkirakan 3,22 persen hingga 1,60 persen. Sedangkan investasi dari yang diperkirakan ada di 6 persen, merosot ke 1 persen atau bahkan negatif 4 persen.

6. Ekspor impor

Fakta-fakta Proyeksi Perekonomian Indonesia di Tengah Imbas COVID-19 Ilustrasi impor (IDN Times/Arief Rahmat)

Dia juga mengatakan penurunan pertumbuhan ekonomi juga akan dipengaruhi impor yang diperkirakan tetap mengalami pertumbuhan negatif.

Pertumbuhan impor pada skenario berat berada di minus 14,50 persen dan pada skenario sangat berat sebesar 16,65 persen. Sementara pertumbuhan ekspor tahun ini diprediksi minus 14,00 persen hingga minus 15,60 persen.

7. Belanja negara

Fakta-fakta Proyeksi Perekonomian Indonesia di Tengah Imbas COVID-19 Dampak COVID-19 bagi perekonomian Indonesia berdasarkan data Kementerian Keuangan RI. IDN Times/Arief Rahmat

Menteri Keuangan Sri Mulyani memproyeksikan total belanja pemerintah dalam setahun membengkak menjadi Rp2.613,8 triliun untuk penanganan COVID-19. Angka ini naik drastis Rp546,8 triliun dari proyeksi awal Rp 2,540,4 triliun.

Belanja negara itu terdiri dari belanja pemerintah pusat sebesar Rp1.851 triliun dan TKDD sebesar Rp762,7 triliun. Anggaran belanja pemerintah pusat itu termasuk untuk penanganan pandemik COVID-19 sebesar Rp255 triliun.

Besarnya belanja pemerintah ini disumbangkan dari defisit APBN yang naik 5,07 persen sebesar Rp853 triliun.Pembiayaan anggaran berubah dari sebelumnya sebesar Rp307,2 triliun menjadi Rp 852,9 triliun.

"Kita perkirakan defisit akan melonjak menjadi 5 persen atau Rp853 triliun dari yang tadinya sekitar Rp307,2 triliun. Kenaikan yang cukup besar sekali," kata Sri Mulyani.

Defisit anggaran terhadap PDB juga dikoreksi menjadi 5,07 persen dari sebelumnya 1,76 persen. Perubahan rasio defisit ini untuk memerangi kasus virus corona di Indonesia.

8. Penerimaan negara

Fakta-fakta Proyeksi Perekonomian Indonesia di Tengah Imbas COVID-19 IDN Times/Arief Rahmat

Bengkaknya proyeksi anggaran belanja ini berbanding terbalik dengan penerimaan negara yang diproyeksi merosot menjadi Rp1.760 triliun dari yang sebelumnya Rp2.233,2 triliun, atau sebesar 10 persen. Tidak hanya itu, angka-angka yang ada dalam postur APBN 2020 juga diproyeksikan bergerak dinamis. 

"Kita perkirakan pendapatan negara turun 10 persen. Kita akan teliti kondisi perubahan yang terjadi. Angka baik dari sisi pendapatan negara, belanja negara dan defisit akan bergerak dan berubah dinamis," ujarnya. 

9. Kemenkeu melakukan refocusing dan realokasi anggaran

Fakta-fakta Proyeksi Perekonomian Indonesia di Tengah Imbas COVID-19 Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam live Zoom 23 April 2020

Penurunan ini terjadi karena ada perlambatan aktivitas ekonomi, penurunan harga minyak dan komoditas, serta insentif perpajakan yang diberikan untuk dunia usaha. Seperti PPh 21, 22 dan 25 serta percepatan restitusi ekonomi.

"Ada tekanan tapi kita tetap memberi insentif dan kita masih kena tekanan juga dari harga komoditas. Jadi, penerimaan negara akan mengalami kontraksi 10 persen. Ini estimasi kami sampai April ini," kata Sri Mulyani memaparkan.

Penanganan virus corona membuat pemerintah melakukan dua hal utama: refocusing dan realokasi anggaran. Fokus anggaran kementerian/lembaga kini ditujukan untuk bidang kesehatan, jaring pengamanan sosial dan dukungan dunia usaha serta UMKM.

"Belanja-belanja disisir lagi seperti belanja perjalanan dinas dan belanja barang itu yang bisa mencapai Rp45 triliun, semua hampir pasti dipotong habis untuk kemudian dipakai space-nya untuk pembiayaan ini," ujar perempuan yang akrab disapa Ani itu. 

Eks Direktur Pelaksana Bank Dunia ini juga memastikan menyisir seluruh belanja modal atau barang dianggap tidak prioritas. Terlebih dengan adanya imbauan work from home , maka hal itu bisa menurunkan biaya-biaya hampir di seluruh kantor pemerintah.

"Dari langganan air, listrik, anggaran pertemuan dan seminar, semua sudah kita kunci dan kita pakai space biayanya untuk pembelanjaan yang berhubungan dengan COVID-19," katanya.

Baca Juga: Ada Pandemi COVID-19, Wajib Pajak Bakal Dapat 4 Insentif Ini

10. Anggaran penanganan COVID-19 termasuk untuk insentif di berbagai sektor

Fakta-fakta Proyeksi Perekonomian Indonesia di Tengah Imbas COVID-19 

Pemerintah juga menggelontorkan dana hingga Rp405,1 triliun untuk penanganan COVID-19. Alokasinya, sebesar Rp75 triliun untuk dana kesehatan, Rp110 triliun untuk jaring pengaman sosial atau social safety net (SSN), Rp70,1 triliun untuk insentif perpajakan.

Sisanya, sebesar Rp150 triliun dialokasikan untuk pembiayaan program pemulihan ekonomi nasional, termasuk restrukturisasi kredit dan penjaminan serta pembiayaan untuk UMKM dan usaha.

"Belanja-belanja tinggi ini tujuannya agar masyarakat mendapatkan perlindungan penerapan kegiatan sosial dan ekonomi akibat penularan COVID-19," tutur Sri Mulyani.

Baca Juga: Kucuran Insentif Pemerintah untuk Lawan COVID-19 Bagaikan Gimik

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya