Indonesia Kirimkan Surat Keberatan ke Uni Eropa Soal Pelarangan Sawit

Indonesia dan Malaysia bersama-sama menandatangani surat

Jakarta, IDN Times - Indonesia akan segera menyampaikan keberatan secara resmi terkait diskriminasi produk minyak kelapa sawit dan turunannya kepada Uni Eropa (UE).

Indonesia tidak sendiri dalam menyampaikan keberatan tersebut. Malaysia pun menyikapi serupa keputusan komisi UE Renewable Energy Directive II (RED II) yang membatasi, dan pada akhirnya akan melarang sepenuhnya penggunaan kelapa sawit di Eropa.

1. Surat keberatan ditandatangani Jokowi dan PM Malaysia Mahathir Mohamad

Indonesia Kirimkan Surat Keberatan ke Uni Eropa Soal Pelarangan SawitIDN Times/Teatrika Handiko Putri

Keberatan atas keputusan Uni Eropa itu akan dinyatakan lewat surat yang ditandatangani bersama oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Perdana Menteri (PM) Malaysia Mahathir Mohamad.

"Kemarin [Minggu (6/4)] Presiden sudah menandatangani surat bersama antara Presiden Jokowi dan PM Mahathir tentang keberatan kita mengenai rencana Uni Eropa mem-banned sawit dunia. Mereka tulis bersama, tanda tangan bersama dan dikirim ke UE," ujar Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan dalam acara Coffee Morning bersama wartawan di Jakarta, Senin, (7/4).

Baca Juga: Polemik Sawit Diboikot Uni Eropa, Faisal Basri Suruh Luhut Ngaca Dulu

2. Surat itu menyatakan keberatan Indonesia secara tegas

Indonesia Kirimkan Surat Keberatan ke Uni Eropa Soal Pelarangan SawitIDN Times/Fitang Budhi Adhitia

Luhut menuturkan isi surat itu berisi keberatan Indonesia dan Malaysia sebagai negara utama pemasok sawit dunia atas diskriminasi oleh Uni Eropa. Namun, ia enggan menjelaskan secara rinci poin keberatan dalam surat tersebut.

"Biar dibaca sana (UE) dulu. Surat itu cukup tegas," tuturnya.

3. Upaya pemerintah demi kepentingan nasional

Indonesia Kirimkan Surat Keberatan ke Uni Eropa Soal Pelarangan SawitIDN Times/Fitria Madia

Menurut Luhut, keberatan yang disampaikan pemerintah Indonesia dan Malaysia itu demi kepentingan petani sawit yang menggantungkan hidup mereka pada industri tersebut. "Itu menyangkut sekitar 20 juta petani langsung dan tidak langsung, jadi pemerintah bersikap," katanya.

Mantan Menko Polhukam itu menegaskan industri sawit juga merupakan bagian dari langkah pemerintah untuk menekan impor minyak yang membuat neraca transaksi berjalan terganggu.

Minyak kelapa sawit dapat dikonversi menjadi energi berupa bensin, diesel, hingga avtur dengan teknologi yang ada. "Maka itu (sawit) kita perjuangkan karena tak hanya petani, tapi berdampaknya juga kepada rakyat Indonesia karena menyangkut energi yang bisa kita dapat," katanya.

4. Luhut meminta LSM bidang lingkungan untuk memahami kondisi saat ini

Indonesia Kirimkan Surat Keberatan ke Uni Eropa Soal Pelarangan SawitIDN Times/Debbie Sutrisno

Terkait isu lingkungan yang merusak citra sawit, Luhut meminta Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) untuk bisa lebih memahami kondisi yang ada. Dia memastikan masalah lingkungan juga menjadi prioritas pemerintah. Ia mengambil contoh soal perbaikan lingkungan di sekitar Sungai Citarum yang kini semakin baik demi kebaikan generasi mendatang.

Mantan Kepala Staf Presiden (KSP) mengatakan pemerintah tidak akan membuat kebijakan yang akan merusak generasi yang akan datang, terlebih mengenai lingkungan.

"Itu LSM kita mbok ya nasionalismenya itu dibangkitkan. Itu 20 juta rakyat Indonesia, petani, smallholders itu yang langsung dan tidak langsung terlibat (dalam industri sawit). Nanti lama-lama kita audit juga nih mereka," ujarnya.

Baca Juga: Usai Luhut Gertak Uni Eropa, Kini Saatnya Diplomasi soal Sawit

5. Pelarangan sawit oleh Uni Eropa berdasarkan keputusan RED II

Indonesia Kirimkan Surat Keberatan ke Uni Eropa Soal Pelarangan Sawitfreepik.com/aopsan

RED II yang membatasi dan pada akhirnya akan melarang sepenuhnya penggunaan kelapa sawit di Eropa. Hal ini mempengaruhi perdagangan sawit dunia menuju Eropa. Melalui kesepakatan RED II ini, sepanjang 2020-2030, negara-negara Uni Eropa akan menetapkan kelapa sawit dalam kategori tanaman pangan berkategori risiko-tinggi dan risiko rendah Indirect Land Usage Change (ILUC).

Artinya penggunaan kelapa sawit akan dibatasi dan bahkan dihapuskan secara bertahap dari pasar bahan bakar nabati Uni Eropa. RED II ini juga menetapkan bahwa UE wajib memenuhi 32 persen kebutuhan energinya dari sumber terbarukan pada tahun 2030. Artinya, UE tetap membutuhkan sumber bahan bakar nabati, namun tidak boleh dari sawit.

Baca Juga: Ini Pelajaran dari Diskriminasi Kelapa Sawit oleh Eropa

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya