Inflasi Rusia Tak Terkontrol, Rusia Defisit Anggaran Rp259 Triliun
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Rusia benar-benar mengalami permasalahan ekonomi yang serius dalam beberapa bulan terakhir akibat berbagai sanksi yang dijatuhkan negara-negara Barat akibat invasi di Ukraina.
Perang Rusia di Ukraina yang diikuti inflasi dua digit menurunkan pendapatan riil yang dapat dibelanjakan pada awal 2022, badan statistik Rosstat melaporkan pada Rabu (27/04/2022) waktu setempat.
Pendapatan nyata yang dapat dibelanjakan yang pada dasarnya merupakan indikator kesejahteraan finansial rumah tangga Rusia, dikabarkan telah turun drastis sejak "operasi militer" yang dilakukan Vladimir Putin pada 24 Februari 2022 lalu.
Baca Juga: Ekonomi Rusia Andalkan China setelah Sanksi dari Barat
1. Rusia mengalami defisit sebesar 1,3 triliun rubel
Menurut Badan Pusat Statistik Rusia/Rosstat, rumah tangga Rusia menghabiskan 17,1 triliun rubel (231 miliar dolar AS atau Rp3.346 triliun) dolar AS. Sementara itu, rumah tangga Rusia hanya menghasilkan 15,82 triliun rubel (213 miliar dolar AS atau Rp3.083 triliun) pada Januari-Maret 2022.
Artinya, terdapat defisit 1,3 triliun rubel (17,8 miliar dolar AS atau Rp259 triliun) atau setara 14 miliar rubel per hari dari rumah tangga Rusia. Faktor utama yang membebani keuangan Rusia adalah inflasi konsumen tahunan yang melonjak 9,2 persen pada Februari dan 16,7 persen pada Maret 2022.
Peningkatan inflasi ini merupakan yang terburuk sejak 1999 lalu. Berbagai komoditas-komoditas penting bagi rumah tangga Rusia melonjak setelah berbagai perusahaan negara Barat menghentikan operasinya di Rusia dalam dua bulan terakhir, dilansir The Moscow Times.
Baca Juga: Rusia Disebut Minta Bantuan Uang-Senjata ke China, Ini Ancaman AS
2. Krisis ekonomi Rusia 2022 lebih buruk daripada krisis keuangan 2009
Editor’s picks
Pendapatan riil disposabel Rusia terakhir kali turun pada kuartal pertama 2021 yang dilanda pandemi COVID-19. Pimpinan Badan Audit Rusia, Alexei Kudrin, memperkirakan inflasi akan melanda Rusia sebesar 20 persen.
Selain itu, Kudrin juga menyatakan bahwa penurunan ekonomi akan dihadapi Rusia hingga sebesar 12 persen pada 2022. Di saat negara-negara lainnya sedang dalam masa pemulihan ekonomi akibat COVID-19, Rusia malah menghadapi krisis ekonomi yang lebih parah.
"Krisis ini lebih besar dari krisis 2009, lebih besar dari krisis pandemi," kata Kudrin kepada anggota parlemen, dilansir The Moscow Times. "Kami akan hidup dalam situasi yang sangat sulit selama hampir satu setengah atau dua tahun," tambahnya.
Baca Juga: Kebakaran Besar di Kilang Rusia Berpotensi Hambat Pasokan Minyak
3. Produksi minyak Rusia juga berada di titik terencah dalam 18 tahun terakhir
Produksi minyak Rusia berada di jalur untuk turun ke level terendah dalam 18 tahun terakhir. Hal tersebut tak lepas dari sanksi negara-negara Barat yang mengurangi permintaan.
Menteri Keuangan Rusia, Anton Siluanov, mengatakan bahwa produksi minyak Rusia bisa turun 17 persen taun ini pada Rabu (27/04/2022) waktu setempat. Sementara itu, Pemerintah Rusia berusaha untuk memperkuat hubungan perdagangan dengan China dan India, khususnya dalam ekspor minyak. Rusia siap untuk memberikan diskon besar-besaran kepada India untuk komoditas minyak.
Rusia memproduksi rata-rata hampir 11 juta barel per hari sebelum perang, menjadikannya produsen terbesar ketiga di dunia. Namun, proyeksi Siluanov berarti Rusia tampaknya akan memproduksi rata-rata 9,13 juta barel per hari tahun ini, terendah sejak 2004.
Walau begitu, perusahaan-perusahaan swasta di Eropa tampaknya kesulitan untuk mengikuti kebijakan sanksi negara-negara Uni Eropa. Beberapa perusahaan dikabarkan telah menyiapkan sistem pembayaran baru terkait kerja sama dagang dengan Rusia, termasuk menggunakan rubel, tulis Financial Times.
IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.