Bila PSBB Berlanjut, Sri Mulyani: Ekonomi Bisa Minus 0,4 Persen
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan, realisasi pertumbuhan ekonomi di kuartal I-2020 yang mandek di angka 2,97 persen, membuat Indonesia menghadapi skenario sangat berat. Apalagi pada periode Maret, pemerintah mulai memberlakukan PSBB.
Menurutnya, jika pada kuartal ketiga hingga kuartal keempat ekonomi tak juga membaik, tidak menutup kemungkinan ekonomi RI akan berada di angka minus 0,4 persen.
"Atau pandemik menimbulkan dampak panjang yakni kuartal-II, kuartal-III secara penuh di mana PSBB belum berkurang. Kalau itu dilakukan, kita masuk skenario sangat berat," katanya, Rabu (6/5).
1. Pemerintah menjaga angka konsumsi rumah tangga dengan memberikan bansos
Baca Juga: Sri Mulyani Buka-bukan Soal Pertumbuhan Ekonomi Melambat di Kuartal-I
Dia mengatakan, pelaksanaan PSBB menjadi salah satu penyebab menurunnya tingkat konsumsi rumah tangga yang hanya tumbuh di 2,84 persen.
Karena hal itu, pemerintah akan terus menekan pelemahan ekonomi dengan menjaga konsumsi rumah tangga melalui bantuan sosial.
"Dari sisi percepatan penggunaan dalam rangka menjaga masyarakat, social safety net, bansos meluas, pemerintah men-cover minimal 3 bulan, bahkan sampai 6 bulan dan 9 bulan sampai Desember. Kita harap ini cukup beri bantalan sosial," ucapnya.
2. Pemerintah menjaga agar ekonomi bisa bertahan di level 2,3 persen
Editor’s picks
Sri Mulyani menegaskan, saat ini pemerintah bekerja untuk menjaga agar skenario sangat terburuk tidak terjadi. Di luar dari pertumbuhan ekonomi minus 0,4 persen, pemerintah akan tetap menjaga untuk bisa bertahan di level 2,3 persen.
“Saat ini kita bekerja menggunakan dua skenario. Berat arat jika pertumbuhan ekonomi bisa tetap terjaga di kisaran 2,3 persen. Ini berkaitan dengan lamanya COVID-19 menyebabkan terjadinya PSBB dan penurunan aktivtias ekonomi. Ini asumsi COVID-19 mencapai puncak Mei dan Juni,” ujarnya.
3. Moody's prediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia lebih rendah dari krisis 1998
Sebelumnya lembaga pemeringkat Moody's memprediksi, perlambatan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan lebih buruk dari krisis ekonomi pada 1998-1999 lalu.
"Meskipun tumbuh moderat di kuartal pertama, penutupan sebagian wilayah di Jakarta dan kawasan Jawa lainnya yang menjadi pusat kegiatan ekonomi di Indonesia, itu mengindikasikan perlambatan ekonomi akan cepat meluas," kata VP Senior Analyst Moody's, Anushka Shah, dalam laporannya.
Moody's melaporkan, ekonomi Indonesia diprediksi hanya tumbuh 3 persen pada tahun ini, dan akan kembali membaik menjadi 4,3 persen pada 2021.
"Nilai tukar rupiah terhadap dolar (Amerika Serikat) juga telah terdepresiasi 20 persen sejak Februari lalu dampak COVID-19, dan lonjakan imbal hasil obligasi akan berdampak meluas, terlebih jika berkepanjangan," kata Anushka.
Baca Juga: Pengamat Unpad: PSBB dan Lockdown Hampir Sama, Bedanya PSBB Lebih Soft