Daftar Menteri Jokowi Bidang Ekonomi yang Berpotensi Kena Reshuffle

Berdasarkan kinerja semasa pandemik COVID- 19

Jakarta, IDN Times - Presiden Joko 'Jokowi' Widodo baru-baru marah terhadap para Menteri Kabinet Indonesia Maju. Saat menyampaikan arahan dalam sidang kabinet paripurna di Istana pada 18 Juni lalu, nada Jokowi terdengar tinggi, raut wajahnya pun terlihat geram.

Kekesalannya itu lantaran Jokowi menilai para menteri lambat dalam penanganan pandemi COVID-19. Dia menilai tidak ada perubahan yang siginifikan. Bahkan, saat menyampaikan arahan tersebut, Jokowi mengancam untuk melakukan reshuffle alias perombakan kabinet.

Lantas, siapa saja menteri di bidang ekonomi yang berpotensi terkena reshuffle berdasarkan kinerjanya? Berikut analisis Institute For Development of Economics and Finance (Indef).

1. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto

Daftar Menteri Jokowi Bidang Ekonomi yang Berpotensi Kena ReshuffleIstimewa

Ekonom Indef Bhima Yudistra mengatakan menteri yang layak di-reshuffle salah satunya adalah Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto. Dia menilai
sebagai dirigen utama dalam mengatur stimulus ekonomi di tengah pandemik, Airlangga gagal mempercepat realisasi stimulus bagi dunia usaha dan UMKM.

"Ini sudah under performance karena realisasi stimulus dunia usaha baru 6.8 persen dan khusus UMKM 1 persen pun belum sampai. Sebaiknya posisi menko yang strategis diisi oleh profesional bukan ketua partai politik," katanya kepada IDN Times, Rabu (1/7/2020).

Dia menilai, kerja Menko Perekonomian masih tergolong "standar". Ketua Umum Partai Golkar itu disebut belum mampu membuat birokrasi kementerian teknis di bawahnya kerja ekstra. "Perlu sosok yang tegas agar eksekusi stimulus dipercepat," kata Bhima.

Baca Juga: Jokowi Ancam Reshuffle, Ini 5 Ucapan Menterinya yang Kontroversial

2. Menteri Keuangan Sri Mulyani

Daftar Menteri Jokowi Bidang Ekonomi yang Berpotensi Kena ReshuffleMenteri Keuangan Sri Mulyani. (Dok.IDN Times/Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat Kemendikbud)

Berikutnya, Bhima menyebut Menteri Keuangan Sri Mulyani. Alasannya, Menkeu dianggap belum mampu menjaga agar pembiayaan utang dikelola secara lebih pruden. "Padahal rasio utang terus naik, di saat yang sama beban pembayaran bunga utang menggerus belanja."

"Sebelum pandemik saja beban pembayaran bunga utang sudah gerus 17 persen dari total belanja pemerintah," sambungnya.

Dia mengatakan seharusnya Kementerian Keuangan mencari sumber alternatif sebelum ada penerbitan utang baru. Padahal menurutnya, sumber pendanaan itu bisa dioptimalkan saja dari realokasi anggaran dari kementerian-kementerian yang tidak produktif.

"Realokasi anggaran di internal belum optimal sudah buru-buru tambah utang," tegasnya.

Kemenkeu telah menerbitkan surat utang global atau global bond sebesar US$4,3 miliar dalam tiga bentuk surat berharga global yaitu Surat Berharga Negara (SBN) seri RI1030, RI 1050, dan RI0470. Sri Mulyani menyebut itu adalah surat utang negara dengan nilai terbesar dalam sejarah Indonesia.

3. Menteri Ketanagakerjaan Ida Fauziyah

Daftar Menteri Jokowi Bidang Ekonomi yang Berpotensi Kena ReshuffleYoutube IDN Times

Nama berikutnya yang disebut Bhima adalah, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah. Politikus dari PKB ini dinilai tidak berperan sentral dalam mengatasi lonjakan pemutusan hubungan kerja (PHK).

"Bahkan penunjukan PMO (project manager officer) Kartu Prakerja malah di bawah Kemenko Perekonomian menunjukkan peran Menteri Tenaga Kerja sangat minor. Untuk urusan teknis saja seperti tidak punya power," ujarnya.

4. Menteri Perdagangan Agus Suparmanto

Daftar Menteri Jokowi Bidang Ekonomi yang Berpotensi Kena ReshuffleMenteri Perdagangan Agus Suparmanto di Istana Kepresidenan Bogor, Selasa 4 Februari 2020. IDN Times/Teatrika Handiko Putri

Menteri Perdagangan Agus Suparmanto, dinilai Bhima juga berpotensi terkena reshuffle karena tidak bisa memanfaatkan situasi pandemik untuk mengurangi ketergantungan pada bahan baku impor. Padahal, perkara tingginya impor itu sudah berkali-kali disinggung Jokowi.

"Bahkan impor lewat e-commerce kan jalan terus. Idealnya ini momen untuk mengatur impor. Apalagi 5 juli adalah waktu untuk implementasi perjanjian dagang IA-CEPA dengan Australia. Harusnya kan ditunda dulu biar Indonesia tidak dibanjiri impor," ucapnya.

Baca Juga: Jengkel pada Menterinya, Jokowi Ancam Reshuffle Kabinet

5. Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita

Daftar Menteri Jokowi Bidang Ekonomi yang Berpotensi Kena ReshuffleMenteri Perindustrian Agus Gumiwang. IDN Times/Hana Adi Perdana

Nama terakhir yang diprediksi masuk bursa calon menteri yang bakal terkena reshuffle adalah Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita. Menurut Bhima kinerja industri saat ini, terus mengalami pelemahan.

Di tengah pandemik yang menghajar, stimulus untuk sektor industri justru belum tajam. Akhirnya, gelombang PHK meningkat tajam karena banyak industri kolaps.

6. Belum ada tanggapan dari para menteri

Daftar Menteri Jokowi Bidang Ekonomi yang Berpotensi Kena ReshuffleKabinet Indonesia Maju. ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari

Staf Khusus Menteri Keuangan bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo angkat bicara mengenai analisis yang dibuat Institute For Development of Economics and Finance (Indef) terkait menteri-menteri di bidang ekonomi yang berpotensi kena reshuffle dalam waktu dekat. Salah satu menteri yang dikritik ekonomi Indef Bhima Yudhistira adalah Menteri Keuangan Sri Mulyani.

"Kritikan saudara Bhima kami hormati meski tak berdasarkan data yang akurat dan cenderung parsial-subyektif. Kita bisa lihat, rasio utang sebelum pandemik selalu di bawah 30 persen dari PDB," kata Yustinus saat dihubungi IDN Times, Jumat (3/7/2020).

Yustinus mengatakan, keuangan negara mengalami kondisi berat saat pandemik sehingga rasio utang diproyeksi naik hingga 37,6 persen pada 2020 (Perpres No.72/2020). Menurut Yustinus, rasio ini masih terkendali sesuai amanat UU Keuangan Negara maksimal 60 persen. Selain itu, defisit selama ini juga selalu terjaga di bawah 2 persen.

"Defisit terpaksa harus diperlebar menjadi 6,34 persen untuk mencari alternatif pembiayaan penanganan COVID-19. Namun, dengan usaha yang amat keras, pemerintah selama ini berhasil menjaga ekonomi kita tetap kokoh meski perekonomian dunia melambat dan perang dagang antara Amerika dan Tiongkok yang tak kunjung usai. COVID-19 akhirnya melengkapi derita," kata dia.

Yustinus menambahkan kehadiran COVID-19 membuat skenario yang telah dipersiapkan dengan matang harus diubah dengan cepat. Semua kalang kabut. Tidak peduli negara maju, berkembang, apalagi miskin. Hal itu bisa dicermati lewat utang terhadap PDB beberapa negara Eropa yang melambung tinggi, misalnya Yunani (200 persen), Italia (160 persen), Portugal (130 persen), Prancis dan Spanyol masing-masing (120 persen).

"Jadi perlu dicatat, guncangan ini tidak hanya terjadi di Indonesia tetapi di hampir ratusan negara di dunia. Bhima abai terhadap sebab dan akibat suatu peristiwa sehingga makna di balik angka tak tercerna. Dia memaksakan sesuatu harus ideal di saat sesuatu tidak ideal," katanya. 

Padahal, Yustinus melanjutkan, semua perlu meningkatkan sense of crisis dalam situasi yang tidak normal seperti sekarang. Ia juga menilai solusi yang ditawarkan INDEF juga masih mentah. Misalnya saja, soal realokasi anggaran yang ditawarkan. Cara itu, kata Yustinus sudah dilakukan secara maksimal oleh semua kementerian dan lembaga.

"Jika anggaran dipotong lagi maka mesin birokrasi terhenti. Masalah baru pasti akan muncul. Oleh karena itu, penanganan COVID-19 tak bisa hanya mengandalkan realokasi anggaran. Itu tidak cukup. Rakyat tak bisa menunggu. Langkah progresif, cepat dan tepat mesti dilakukan," ujarnya lagi.

Tetapi, dalam mengelola anggaran, kata dia, pemerintah tetap bersikukuh memegang prinsip agar APBN transparan, akuntabel dan berhati-hati.

Sementara, saat IDN Times mencoba menghubungi Kepala Biro Hubungan Masyarakat Kementerian Perdagangan Ari Satria soal pendapat ekonom INDEF terkait kinerja Menteri Perdagangan Agus Suparmanto sehingga berpotensi diganti, namun Ari tidak menjawab secara gamblang, karena menurut dia reshuffle adalah hak prerogatif presiden.

"Reshuffle kan hak prerogatif presiden. Kami gak ada hak untuk menanggapi," kata Ari.

Tak hanya itu, IDN Times juga berusaha menghubungi Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita dan tim humasnya, namun hingga Jumat 3 Juli 2020 malam belum mendapat tanggapan.

Sementara itu, Menteri Sekretariat Negara Pratikno reshuffle tidak perlu dilakukan karena kinerja para menteri telah meningkat pesat setelah teguran keras Presiden Jokowi. Peningkatan kinerja tersebut, menurutnya, terlihat dari serapan anggaran yang meningkat dan program-program yang sudah mulai berjalan.

"Artinya teguran keras tersebut punya arti yang signifikan. Jadi kalau progresnya bagus, ngapain direshuffle? Intinya begitu,” kata Pratikno di Kompleks Istana Kepresidenan, Senin (6/7/2020).

Baca Juga: Pak Jokowi, Jangan Cuma Marah! Segera Reshuffle Menteri

Topik:

  • Anata Siregar
  • Rochmanudin
  • Septi Riyani

Berita Terkini Lainnya