Defisit Anggaran Melebar, Ini Risiko yang Harus Diwaspadai Pemerintah

Salah satunya rupiah juga akan melemah

Jakarta, IDN Times - Pemerintah memutuskan untuk menambah stimulus dalam menanggulangi dampak negatif  penyebaran COVID-19. Total tambahan anggaran yang disalurkan mencapai Rp405 triliun atau setara 2,5 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

Sebagaimana diketahui sebelumnya, tambahan anggaran ini ditujukan untuk bidang kesehatan, perlindungan sosial, insentif perpajakan dan pemulihan ekonomi nasional. Dengan tambahan ini Indonesia menjadi salah satu negara pemberi insentif terbesar di Asia.

Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Piter Abdullah  dalam risetnya menyebut, jumlah insentif fiskal pemerintah lebih besar dibandingkan beberapa negara seperti Tiongkok yang hanya 1,2 persen terhadap PDB. Korea Selatan 0,8 persen ataupun India 0,5 persen, namun jumlah insentif Indonesia memang lebih kecil jika dibandingkan Thailand yang sebesar 3 persen ataupun Malaysia 17 persen.

Piter mengatakan, sayangnya tambahan belanja ini diproyeksikan tidak bisa diimbangi oleh kenaikan penerimaan  negara pada akhir tahun yang diprediksi menurun dari tahun sebelumnya.

Dia mengatakan akan ada 2 faktor utama yang menyebabkan penerimaan negara akan menurun. Pertama, dari luar negeri, harga sejumlah komoditas mengalami penurunan imbas dari melambatnya permintaan global termasuk harga minyak mentah yang anjlok di bawah US$25. Selain karena melemahnya permintaan global, ini juga dipicu oleh  gagalnya kesepakatan negara-negara produsen khususnya Arab Saudi dan Rusia untuk memangkas produksi minyak.

Kedua,dari dalam negeri, terjadi pelemahan permintaan domestik yang berdampak pada melambatnya aktivitas pada sektor-sektor penyumbang penerimaan negara. Purchasing Managers Index (PMI) manufaktur Indonesia yang sudah menunjukkan kontraksi sejak pertengahan tahun lalu, pada Maret 2020 bahkan anjlok lebih dalam hingga ke level 45. Melambatnya sektor manufaktur akan berdampak pada penerimaan perpajakan, karena sektor ini menyumbang sekitar 30 persen dari total penerimaan pajak. Kombinasi kedua faktor ini diprediksikan akan menekan penerimaan negara sampai dengan akhir tahun 2020.

" CORE memprediksikan penerimaan Perpajakan (pajak dalam arti luas) akan berada di kisaran 1,452 - 1,514 triliun Rupiah. Jauh lebih rendah dibandingkan realisasi tahun lalu yang mencapai Rp1,462 triliun," ujar piter dalam keterangannya,Kamis (9/4).

Kondisi ini akan mendorong pelebaran defisit anggaran yang diproyeksikan akan mencapai 852 triliun atau setara 5,07% terhadap PDB.

Karena faktor-faktot tersebut ada beberapa potensi risiko yang harus menjadi perhatian pemerintah, apa saja ya?

1. Risiko dominasi kepemilikan asing pada surat utang pemerintah

Defisit Anggaran Melebar, Ini Risiko yang Harus  Diwaspadai PemerintahIlustrasi pergeseran dana ekonomi (IDN Times/Arief Rahmat)

Baca Juga: Tenaga Medis RSUD Banten Dapat Insentif Hingga Rp75 Juta

Dengan melebarnya defisit anggaran tentunya akan mendorong pemerintah untuk menerbitkan surat utang (SUN) sebagai salah satu sumber pembiayaan defisit yang semakin besar.

Namun kata Piter, sangat disayangkan penerbitan SUN masih sangat bergantung pada investor asing. Sekitar 35 sampai 40 persen SUN yang diterbitkan pemerintah dipegang oleh investor asing. Angka ini relatif besar jika dibandingkan dengan
negara-negara peer seperti Thailand, Malaysia, ataupun Tiongkok. Kondisi ini menjadikan struktur pembiayaan anggaran akan sangat rentan terhadap pelarian modal secara tiba-tiba (sudden capital outflow).

"Contoh teranyar bisa dilihat pada bulan Februari dan Maret lalu ketika
dana asing keluar sebanyak 145 triliun dari surat utang pemerintah. Dampaknya imbal hasil SUN meningkat dan beban biaya penerbitan SUN di masa mendatang menjadi lebih besar," ujarnya.

2. Risiko pelemahan nilai tukar rupiah

Defisit Anggaran Melebar, Ini Risiko yang Harus  Diwaspadai Pemerintahilustrasi rupiah (IDN Times/Ita Malau)

Tingginya kepemilikan asing pada surat utang pemerintah juga meningkatkan risiko sudden capital outflow yang akan mendorong pelemahan nilai tukar.

Selama Januari sampai dengan akhir Maret rupiah melemah sebesar 17,4 persen. Hal itu salah satunya disebabkan oleh aliran modal keluar yang terjadi di pasar keuangan.

"Jika dibandingkan dengan negara lain, pelemahan nilai tukar rupiah merupakan salah satu pelemahan mata uang terdalam di dunia," ujarnya.

3. Risiko crowding out

Defisit Anggaran Melebar, Ini Risiko yang Harus  Diwaspadai PemerintahIlustrasi pergeseran dana ekonomi (IDN Times/Arief Rahmat)

Hal ini biasanya terjadi karena pelebaran defisit anggaran akan menyerap banyak likuditas dari perbankan. Dampaknya, swasta akan semakin kesulitan mencari sumber pembiayaan dari dalam negeri.

"Kalaupun mereka mencari sumber pembiayaan dari dalam negeri melalui penerbitan surat utang (obligasi), mereka harus menawarkan surat utang dengan imbal hasil yang lebih tinggi untuk bersaing dengan surat utang yang diterbitkan oleh pemerintah," tuturnya.

4. Risiko peningkatan utang luar negeri swasta

Defisit Anggaran Melebar, Ini Risiko yang Harus  Diwaspadai Pemerintah(Ilustrasi pertumbuhan ekonomi) IDN Times/Arief Rahmat

Jika pihak swasta kesulitan mencari sumber pembiayaan dari dalam negeri maka opsi utang luar negeri menjadi pilihan yang lebih menarik, terutama ketika suku bunga di luar negeri cenderung menurun. Peningkatan utang luar negeri swasta perlu menjadi perhatian karena 89 persen utang luar negeri swasta berdenominasi dolar dan rentan terhadap fluktuasi nilai tukar.

Dia mengatakan tisiko bertambah bagi swasta yang menjual barang
dan jasa yang terkait komoditas. Potensi pelemahan harga komoditas bisa berdampak terhadap memburuknya cash flow perusahaan dan berpotensi meningkatkan risiko gagal bayar.

"Faktanya pertumbuhan utang luar negeri swasta yang bergerak di sektor komoditas lebih tinggi dibandingkan sektor-sektor lain seperti manufkatur ataupun keuangan," ujarnya.

Baca Juga: Ini Strategi Pemerintah Menutup Defisit Anggaran Tahun 2020

Topik:

  • Umi Kalsum

Berita Terkini Lainnya