Di Pasar ASEAN, Bursa Saham Indonesia Paling Lama Pulih dari COVID-19 

Berdasar riset dari Lifepal, investor enggan masuk Indonesia

Jakarta, IDN Times - Pandemik COVID-19 telah membuat saham-saham di negara ASEAN mengalami koreksi yang tajam.

Riset Lifepal.co.id, mencatatkan rata-rata kinerja seluruh indeks saham negara-negara ASEAN sejak Januari hingga 10 Juli 2020 yakni minus 10,2 persen, dengan rata-rata kasus COVID-19 di negara ASEAN per 12 Juli 2020 adalah 20.700 kasus.

1. Hanya IHSG yang paling lambat dalam pemulihan

Di Pasar ASEAN, Bursa Saham Indonesia Paling Lama Pulih dari COVID-19 Ilustrasi Harga Saham Turun (Bearish) (IDN Times/Arief Rahmat)

Kendati demikian, berdasarkan riset tersebut seiring berjalannya waktu, hanya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) milik Indonesia-lah yang lambat dalam pemulihan.

IHSG mengalami koreksi terdalam. Cukup nahas karena, terhitung sejak Januari hingga Juni 2020, rata-rata performa IHSG juga masih minus 19,4 persen

Performa IHSG kalah dari bursa saham di Singapura yang minus 18,26 persen. Kemudian dari pasar-pasar ASEAN. Hanya bursa saham Malaysia yang ada dalam kondisi sehat, atau sudah pulih dari koreksi tajam saat pandemik COVID-1. Terhitung sejak Januari 2020 hingga 13 Juli 2020, kinerja saham di Malaysia tercatat positif 1 persen.

Baca Juga: Virus Corona Masih Menghantui IHSG, Saham-saham Ini Bisa Dikoleksi

2. Pertumbuhan rata-rata kasus COVID-19 terus bertambah, menyebabkan pemulihan IHSG memburuk

Di Pasar ASEAN, Bursa Saham Indonesia Paling Lama Pulih dari COVID-19 Ilustrasi Penurunan Harga Saham/Bearish (IDN Times/Arief Rahmat)

Lambatnya pemulihan IHSG disebabkan semakin bertambahnya kasus COVID-19. Bank Dunia memproyeksikan bahwa pertumbuhan ekonomi dunia akan terperosok 5,2 persen karena COVID-19. Hal itu disebabkan karena pandemik bisa melumpuhkan segala aktivitas perekonomian di seluruh negara, termasuk Indonesia.

Sementara itu, kurva pertumbuhan kasus COVID-19 di Indonesia memang masih terlihat terus meningkat hingga saat ini. Lain halnya dengan Vietnam, Kamboja, atau Laos yang sempat diklaim menang melawan COVID-19.

Rata-rata pertumbuhan kasus COVID-19 per hari di Indonesia terus bertambah, dari Maret yang saat itu 59 kasus per hari, meningkat di April dengan 295 kasus per hari, bulan Mei menjadi 516 kasus per hari, dan Juni dengan 977 kasus per hari.

Hingga laporan ini dibuat, kasus COVID-19 di Indonesia kini sudah ada di angka 72.347 secara nasional. Peningkatan jumlah kasus ini tentunya disebabkan banyak faktor.

Yang pertama karena semakin gencarnya aktivitas testing dan tracing, seperti yang dilakukan di Jawa Timur, provinsi dengan kasus COVID-19 tertinggi di Indonesia.

Mengacu pada data Google Mobility Report, Pembatasan Sosial Berskala
Besar (PSBB) dan kebijakan-kebijakan pembatasan sosial lainnya sempat menurunkan pergerakan masyarakat Indonesia pada bulan April hingga 40 persen. Namun, sejak awal Mei 2020, pergerakan warga pun terlihat mulai mengalami kenaikan dan dan pada akhir April hingga awal Juni 2020 tercatat meningkat sebesar 8 persen.

Kebijakan pelonggaran pembatasan aktivitas pada awal Juni tentunya tidak bisa dikecualikan sebagai salah satu faktor terus bertambahnya kasus COVID-19 di Indonesia. Bahkan, jauh sebelum itu, sudah dilakukan pelonggaran dari sisi transportasi, yakni sejak 7 Mei 2020 di mana pemerintah membuka seluruh moda transportasi, hanya dua pekan setelah diberlakukannya larangan mudik.

3. Ketidakpastian ekonomi di RI membuat investor enggan masuk ke Indonesia

Di Pasar ASEAN, Bursa Saham Indonesia Paling Lama Pulih dari COVID-19 Ilustrasi Penurunan Harga Saham/Bearish (IDN Times/Arief Rahmat)

Berdasarkan risetnya, Lifepal menyebut bahwa pada kuartal I 2020, Indonesia mencatatkan pertumbuhan ekonomi sebesar 2,97 persen, atau terendah sejak 2001. Sementara itu, kontraksi atau pertumbuhan negatif diprediksikan akan terjadi di kuartal II 2020.

Demi menopang pertumbuhan RI, Bank Indonesia pun memangkas suku bunga acuan sebesar 25 basis poin agar mendorong masyarakat melakukan konsumsi. Di sisi lain, pemerintah juga mengucurkan dana sebesar Rp 22,95 triliun dengan relaksasi pajak untuk dunia usaha dan karyawan.

Namun Menteri BUMN Erick Thohir sebelumnya mengatakan bahwa hingga akhir 2020, pemulihan ekonomi Indonesia hanya berkisar antara 40 hingga 60 persen, dan pemulihan ekonomi secara total dipastikan baru akan berlangsung pada kuartal I 2022.

Bersamaan dengan itu, pertumbuhan rata-rata jumlah kasus COVID di Indonesia juga makin bertambah yang bisa memicu ketidakpastian ekonomi di RI.

Besar kemungkinan ini akan menjadi penyebab mengapa investor enggan menaruh uang di pasar modal. Imbasnya, pemulihan IHSG pun berjalan amat lambat ketimbang indeks bursa di negara-negara ASEAN lainnya.

Baca Juga: Saham-saham BEI Dibuka Menguat, Tapi Masih Berpotensi Melemah

Topik:

  • Isidorus Rio Turangga Budi Satria

Berita Terkini Lainnya