Habibienomics, Konsep Pembangunan Ekonomi Indonesia ala BJ Habibie

Ekonom menilai Habibienomics belum bisa diterapkan

Jakarta, IDN Times - Presiden ke-3 Republik Indonesia BJ Habibie terkenal sebagai teknokrat. Tapi ia tidak hanya terkenal dengan teknologi pengembangan industri pesawat terbangnya. BJ Habibie juga melahirkan pemikiran tentang pengembangan ekonomi melalui strategi industri yang dikenal sebagai Habibienomics.

Profesor dirgantara yang menuntut ilmu pada ilmu teknik penerbangan di Jerman ini, menitikberatkan pada pengembangan sumber daya manusia serta penguasaan sains dan teknologi dapat menjadi penggerak utama pembangunan ekonomi. 

Berikut fakta seputar Habibienomics:

1. Istilah Habibienomics mulai populer pada 90-an

Habibienomics, Konsep Pembangunan Ekonomi Indonesia ala BJ Habibieinstagram.com/habibiecenter

Mengutip berbagai sumber, istilah Habibienomics pertama kali ditawarkan oleh pengamat ekonomi terkemuka Kwik Kian Gie dalam harian Kompas, 3 Maret 1993. Ia menyebut istilah itu dalam tulisannya berjudul Konsep Pembangunan Ekonomi Prof Habibie.

Tulisan itu ulasan terhadap pemikiran Habibie mengenai strategi industrialisasi yang dilontarkannya dalam kesempatan memperkenalkan berdirinya Center for Information and Development Studies.

Pada waktu itu, BJ Habibie menyampaikan Sebuah Makalah berjudul "Pembangunan, Ekonomi Berdasarkan Nilai Tambah dengan Orientasi Pengembangan Teknologi dan Industri". Makalah tersebut, sebenarnya merupakan penjelasan resmi dari pemikiran yang sebelumnya telah dilaontarkan secara lisan.

Baca Juga: Millennials, Ini 5 Pesan dari Eyang Habibie untuk Kamu!

2. Indonesia disarankan membangun ekonomi berbasis teknologi

Habibienomics, Konsep Pembangunan Ekonomi Indonesia ala BJ HabibiePT Dirgantara Indonesia

Konnsep Habibienomics  sempat tak terdengar bersama krisis ekonomi pada 1997-1998. Namun, setelah sekian lama produk Indonesia selalu kalah dalam pasaran dunia, ada pihak yang menyarankan agar Indonesia membangun ekonomi berbasis teknologi.

Tentunya pemikiran tersebut tidak jauh dengan gagasan BJ Habibie dalam pembangunan ekonomi Indonesia. Konsep Habibienomics pun kembali disebut-sebut.

3. Habibienomics belum bisa diterapkan

Habibienomics, Konsep Pembangunan Ekonomi Indonesia ala BJ HabibieIDN Times/Sukma Shakti

Ekonom Centre of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah menilai konsep Habibienomics belum bisa diterapkan. Pasalnya, menurutnya, permasalahan ekonomi kita dinilai masih terlalu kompleks untuk diberi solusi yang terlalu menyederhanakan permasalahan.

"Saya tidah berharap konsep Habibienomics diterapkan pada tahun 2020. Permasalahan ekonomi kita terlalu kompleks untuk diberi solusi yg terlalu menyederhanakan permasalahan," ucapnya.

Konsep ekonomi ala Bacharuddin Jusuf Habibie yang fokus pada nilai tambah, competitive advantage, dan pengusaan teknologi tinggi dalam industri, kata dia, tidak sesederhana itu bisa diterapkan.

"Tidak hanya bisa berbicara nilai tambah yang bisa diraih dengan penguasaan teknologi tinggi. Misalnya, ekonomi juga berbicara tentang behavioral economics, bagaimana perilaku para pelaku ekonomi," sambungnya.

Melalui pemahaman tentang perilaku tersebut, menurutnya, kita bisa paham mengapa industri berteknologi tinggi berkembang pesat di Jepang, Korea, dan Tiongkok tapi tidak cukup berkembang di Indonesia.

4. Habibienomics baru bisa diterapkan jika kondisi Indonesia sudah memenuhi syarat berikut

Habibienomics, Konsep Pembangunan Ekonomi Indonesia ala BJ HabibieIDN Times/Arief Rahmat

Sementara itu, Ekonom Indef Bhima Yudhistira mengatakan Habibienomics pun belum dapat diterapkan pada 2020 karena fokus pemerintah saat ini masih menyoal stabilisasi kinerja ekonomi jangka pendek.

Implikasi Habibienomics dinilai masih lemah karena loncatan yang terlalu jauh ke teknologi tinggi itu membutuhkan investasi yang besar. Ia menuturkan, konsep ini baru ideal diterapkan jika riset terhadap produk domestik brutto (PDB) di atas 2 persen.

Selain itu, tingkat Sumber Daya Manusia juga harus sudah mampu bersaing setidaknya dengan Vietnam. Pada Program Penelaian Pelajar International yang mengukur kemampuan membaca, berhitung, dan sains, Vietnam ada di ranking 22 sedangkan Indonesia 62.

"Dua indikator itu yg jadi syarat utama transisi ke Habibienomics," katanya kepada IDN Times, Selasa (10/9).

Baca Juga: Ridwan Kamil: Generasi Muda Belajarlah dari Pak Habibie

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya