Indonesia Berpotensi Resesi, Pemindahan Ibu Kota Perlu Dikaji Ulang?

Indef menilai pemerintah seharusnya perkuat struktur ekonomi

Jakarta, IDN Times - Pemerintah diminta mempertimbangkan lagi rencana pemindahan ibu kota karena Indonesia diprediksi akan mengalami resesi pada 2020.  Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira mengatakan pemerintah sebaiknya bersiap untuk menghadapi resesi yang disebabkan krisis global yang telah dimulai saat ini

"Yang lebih urgent daripada ibu kota, kita akan menghadapi resesi tahun 2020," katanya di Jakarta Selatan, Rabu (11/9).

Baca Juga: Sri Mulyani Buka-Bukaan Soal Resesi yang Guncang Perekonomian Global

1. Sejumlah negara juga terkena imbas resesi

Indonesia Berpotensi Resesi, Pemindahan Ibu Kota Perlu Dikaji Ulang?IDN Times/Arief Rahmat

Saat ini, menurutnya, sejumlah negara pun sudah terkena imbas turunnya kinerja perekonomian global. "Jepang sudah resesi. Turki sudah resesi. Argentina dua kali nggak bisa bayar hutang. 2020 Amerika Serikat banyak yang memprediksi akan terjadi resesi pertumbuhan ekonominya selama beberapa bulan terus turun," ucapnya.

2. Pemerintah seharusnya memperkuat struktur ekonomi nasional

Indonesia Berpotensi Resesi, Pemindahan Ibu Kota Perlu Dikaji Ulang?IDN Times / Auriga Agustina

Di tengah ancaman tersebut, ia mengatakan langkah yang harus dilakukan pemerintah adalah memperkuat struktur ekonomi nasional, bukan malah memindahkan ibu kota dengan anggaran yang cukup besar.

"Kita maksa pindah ibu kota. Kita harus tanya, Pak Rp466 triliun, kasih itu kredit usaha buat UMKM. Karena kalau terjadi krisis ekonomi seperti tahun 1998, yang menjadi penopang itu adalah UMKM," ujarnya.

3. Ibu kota baru dinilai menimbulkan ketimpangan baru

Indonesia Berpotensi Resesi, Pemindahan Ibu Kota Perlu Dikaji Ulang?IDN Times/Arief Rahmat

Sebelumnya, Bhima mengatakan, rencana pemerintah untuk memindahkan ibu kota berpotensi menimbulkan ketimpangan baru. Utamanya karena pendapatan antara Aparatur Sipil Negara (ASN) di ibu kota baru dengan masyarakat sekitar ibu kota baru yang dinilai cukup berbeda.

"Karena sebenarnya ada gap pendapatan, ASN itu sebagian besar kelas menengah atas, nah rata-rata dari sisi upah minimumnya diatas, sementara penduduk lokal ibu kota baru, sebagian besar kerja di komoditas, sekarang kondisnya ada harga komoditas yang rendah sehingga menekan pendapatan mereka," katanya.

Baca Juga: INDEF: Millennial Terancam Tidak Punya Rumah di Ibu Kota Baru

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya