[KALEIDOSKOP] Mengapa Indonesia Memilih Vaksin COVID-19 dari Sinovac?

Merunut ke belakang pemilihan vaksin CoronaVac

Jakarta, IDN Times - Sepanjang tahun ini, vaksin Sinovac asal Tiongkok menjadi perbincangan. Sebab, sejak awal vaksin bernama CoronaVac ini yang disebut pemerintah akan digunakan program vaksinasi COVID-19 meski belakangan ada pula beberapa merek lainnya. Sebanyak 1,2 juta dosis vaksin dalam bentuk jadi telah tiba di Indonesia pada 6 Desember.

Pada 12 Oktober 2020, pemerintah juga sempat memaparkan rencana skema pemesanan bertahap vaksin ini dengan jumlah total pemesanan sebanyak 260 juta dosis dengan nilai pemesanan seharga Rp45,5 triliun. Hal itu disampaikan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam paparan materi yang ditampilkan usai rapat terbatas dengan Presiden Joko Widodo.

Airlangga menyampaikan skema tersebut adalah rencana yang diajukan oleh PT Bio Farma selaku BUMN yang bekerja sama dengan Sinovac Biotech. Bio Farma mengajukan kebutuhan Rp3,6 triliun untuk uang muka pertama pada Oktober lalu.  Belakangan pemerintah menyebut akan menggunakan juga merk vaksin lain seperti Pfizer-BioNTech, Moderna, AstraZeneca, Sinopharm, dan Novavax.

Permasalahan yang kemudian disoroti adalah tingkat kemanjuran (efikasi) vaksin Sinovac yang belum juga dirilis hingga kini. Efikasi dapat dibuktikan melalu serangkaian uji klinis bertahap. Vaksin CoronaVac menjalani uji klinis tipe multicenter yang dilakukan di Indonesia, Turki, Chile, Bangladesh, dan Brasil.

Kabar pertama soal tingkat efikasi akhirnya dirilis oleh regulator kesehatan Brasil, Anvisa pada 23 Desember. Berdasarkan uji klinis di Brasil, vaksin CoronaVac, memenuhi ambang batas tingkat kemanjuran (efikasi) 50 persen yang ditetapkan oleh, Anvisa. Mereka menyebut efikasi vaksin CoronaVac "di atas 50 persen".

Sementara itu, uji klinis yang dilakukan di Bandung, Jawa Barat oleh tim Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (Unpad), belum juga merilis hasil mengenai tingkat efikasi.

Jika dibandingkan dengan tingkat efikasi vaksin merek lain, angka yang dirilis di Brasil jelas jauh ketinggalan. Vaksin Pfizer-BioNtech dan vaksin Sputnik-V  misalnya telah mengklaim tingkat efikasi 95 persen, Moderna menyusul sedikit di bawahnya dengan efikasi 94,5 persen, AstraZeneca merilis tingkat efikasi mereka 90 persen, sedangkan Sinopharm sebesar 86 persen.

Lantas, apa yang membuat pemerintah yakin memilih vaksin Sinovac sejak awal?

Baca Juga: Menyelisik 11 Vaksin COVID-19, Seperti Apa Kekuatannya?

1. Alasan pemerintah tunjuk Bio Farma dan bekerja sama dengan Sinovac Biotech

[KALEIDOSKOP] Mengapa Indonesia Memilih Vaksin COVID-19 dari Sinovac?Vaksin COVID-19 Sinovac, Minggu (19/7) tiba di Soetta dan langsung dibawa ke Bandung untuk segera mulai Uji Klinis oleh Biofarma dan FK Unpad (Dok. IDN Times/Istimewa)

Menengok ke belakang pada Juli 2020 lalu, Staf Khusus Kementerian BUMN Arya Sinulingga menyebutkan pemerintah segera menunjuk Bio Farma untuk melakukan uji klinis. "Karena memang kita tahu juga bahwa virus yang ada di Indonesia. Virus yang memang bisa saja berbeda dengan di Tiongkok dan itu yang kita lakukan tes jenis apakah memang cocok dan bisa matikan virus corona yang ada di indonesia."

Sementara dalam wawancara khusus bersama IDN Times Agustus 2020 lalu, Arya menyebut bahwa yang melatarbelakangi Indonesia memilih bekerja sama dengan Sinovac Biotech adalah karena Sinovac merupakan penghasil vaksin terbesar di Tiongkok.

"Mereka pernah bekerja sama dengan Bio-Farma sebelumnya Jadi dulu-dulu itu mereka pernah bekerja sama dengan Bio Farma membuat vaksin juga. Secara pengalaman, mereka adalah perusahaan-perusahaan pembuat vaksin terbesar di Tiongkok juga dan ibaratnya mereka juga BUMN di Tiongkok, itu pertama," kata dia.

Alasan kedua, menurutnya, Sinovac Biotech merupakan perusahaan yang pertama kali melakukan penelitian di Tiongkok untuk virus corona dan uji klinis tahap awalnya kepada manusia diklaim sudah lolos.

"Akhirnya kita lihat bahwa sebenarnya uji klinis (fase) kedua pun sudah lolos begitu. Dan dibandingkan perusahaan-perusahaan lain yang membuat vaksin, mereka yang terdepan untuk corona. Sehingga wajar sekali kita mengambil kerja sama dengan Sinovac ini," ucapnya.

2. Alasan Bio Farma menggunakan Sinovac

[KALEIDOSKOP] Mengapa Indonesia Memilih Vaksin COVID-19 dari Sinovac?(Simulasi uji klinis vaksin sinovac COVID-19 di RSUP Unpad, Kota Bandung) IDN Times/Azzis Zulkhairil

Sementara, Direktur Utama PT Bio Farma Honesti Basyir memaparkan, ada tiga alasan mengapa pihaknya memilih kandidat vaksin CoronaVac dari farmasi Tiongkok tersebut. Padahal, hasil uji klinisnya belum rampung. 

Menurut Honesti, vaksin CoronaVac termasuk 1 dari 10 kandidat vaksin yang paling cepat dan sudah masuk ke tahap uji klinis ketiga. Kedua, platform pembuatan vaksin CoronaVac juga dianggap penting. Sinovac menggunakan pengembangan vaksin inaktivasi. 

"Pembuatan vaksin Sinovac menggunakan platform inactivated vaccine atau virus yang sudah dimatikan tetapi sudah terbukti dari jenis vaksin-vaksin lainnya," ungkap Honesti pada 8 Desember 2020. Bio Farma mengklaim, pihaknya juga memiliki kompetensi mumpuni atau terbiasa menggunakan vaksin dengan cara pengembangan tersebut. 

Faktor ketiga, belum ditemukan efek samping serius dalam uji klinis tahap ketiga CoronaVac di Bandung dan negara-negara lainnya. Brasil diketahui sempat menghentikan sementara waktu uji klinis tahap III setelah ada satu relawan vaksin CoronaVac meninggal akibat COVID-19. Namun, satu pekan kemudian, uji klinis tahap ketiga dilanjutkan karena kasus kematian dinilai tidak berhubungan dengan penyuntikkan.

[KALEIDOSKOP] Mengapa Indonesia Memilih Vaksin COVID-19 dari Sinovac?Jenis vaksin yang digunakan di Indonesia (IDN Times/Sukma Shakti)

3. Sinovac bantah tingkat efikasi 97 persen

[KALEIDOSKOP] Mengapa Indonesia Memilih Vaksin COVID-19 dari Sinovac?Bio Farma ( ANTARA FOTO/M Agung Rajasa)

Perusahaan farmasi asal Tiongkok, Sinovac Biotech, mengklarifikasi pernyataan yang disampaikan oleh mitranya di Indonesia, PT Bio Farma bahwa vaksin CoronaVac memiliki tingkat keampuhan terhadap COVID-19 hingga 97 persen, seperti yang diberitakan sejumlah media asing.

Sinovac menyampaikan kepada media Bloomberg bahwa angka 97 persen tidak merujuk kepada efikasi vaksin tersebut.  Menurut Sinovac, angka 97 persen merujuk kepada tingkat seroconversion yang mendeteksi apakah vaksin bisa mendorong terciptanya antibodi. Artinya, vaksin punya kemampuan sebesar 97 persen untuk memicu antibodi relawan yang disuntikan vaksin tersebut saat tahap uji klinis. 

Senada dengan pihak Sinovac, Bio Farma juga mengklarifikasi hal itu. Sekretaris Perusahaan Bio Farma Bambang Heriyanto membantah bahwa telah keluar hasil tingkat efikasi sebesar 97 persen.

[KALEIDOSKOP] Mengapa Indonesia Memilih Vaksin COVID-19 dari Sinovac?Efikasi vaksin (IDN Times/Muhammad Rahmat Arief)

Baca Juga: 5 Fakta Sinovac, Salah Satu Vaksin COVID-19 Pilihan Indonesia

4. Masih dalam pengawasan BPOM dan menunggu fatwa MUI

[KALEIDOSKOP] Mengapa Indonesia Memilih Vaksin COVID-19 dari Sinovac?Logo Majelis Ulama Indonesia (MUI) (IDN Times/Mui.or.id)

Meski sebanyak 1,2 juta dosis vaksin telah tiba di Indonesia, peggunaan vaksin Sinovac masih harus menunggu hasil evaluasi dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk mendapatkan izin penggunaan darurat (emergency use autorization/EUA). 

"Walaupun sudah datang dan berada di Indonesia namun pelaksanaan vaksinasi masih harus melewati tahapan evaluasi dari Badan POM untuk memastikan aspek mutu keamanan dan efektivitasnya," ujar Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam video yang ditayangkan langsung di kanal YouTube Sekretariat Presiden pada 6 Desember 2020.

Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Penny K. Lukito menyebut EUA untuk vaksin Sinovac akan keluar pada minggu ketiga atau keempat Januari 2021. Penny mengatakan dalam kondisi pandemik, percepatan perizinan memang penting tapi keamanan tetap yang utama. Untuk itu, menurutnya, EUA untuk vaksin Sinovac akan keluar jika syarat datanya sudah lengkap.

“Untuk mendapatkan EUA data harus lengkap, persyaratan sudah ditetapkan berdasarkan forum bersama WHO (Organisasi Kesehatan Dunia) jadi bukan BPOM yang mengarang. EUA diberikan asalkan data mutu, aspek keamanan dari hasil uji klinis fase satu dan dua yang sudah berjalan, serta interim analisis sudah ada semua,” ujar Penny dalam konferensi pers virtual, Kamis (19/11/2020).

Selain EUA dari BPOM, penggunaan menunggu fatwa MUI untuk kehalalannya. Pada 7 Desember, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy menyatakan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) dan Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) telah selesai melakukan kajian kehalalan vaksin COVID-19.

Muhadjir mengatakan setelahnya MUI akan segera menerbitkan fatwa mengenai kehalalan vaksin setelah selesai disusun. Menurut Muhadjir, obat atau vaksin yang dinyatakan belum halal, tetap boleh dipergunakan dalam kondisi darurat yang mengancam nyawa.

"Kalau statusnya kedaruratan, untuk menghindari kematian, itu wajib dipakai, namun apabila sudah ada obat atau vaksin yang halal, penggunaan obat atau vaksin tersebut wajib menggunakan yang halal," kata Muhadjir.

5. DPR minta ombudsman transparan kawal proses pembelian vaksin Sinovac

[KALEIDOSKOP] Mengapa Indonesia Memilih Vaksin COVID-19 dari Sinovac?Vaksin Sinovac (Dok. Biro Pers Kepresidenan)

Mengingat CoronaVac dibeli dengan harga yang mahal, Komisioner Ombudsman Alamsyah Saragih, sempat menyatakan akan meninjau proses administrasi impor vaksin virus corona buatan Sinovac itu. Menurutnya, impor vaksin yang telah dilakukan sebanyak 1,2 juta dosis harus sesuai aturan yang diatur di dalam undang-undang.

Anggota DPR RI Fraksi PKS DPR RI Mulyanto menyambut baik rencana Ombudsman RI mengawal proses pembelian vaksin COVID-19 dari Sinovac. Mulyanto minta apa pun temuan Ombudsman harus disampaikan kepada publik.

"Ombudsman jangan sekadar melakukan peninjauan yang bersifat internal sebagaimana diberitakan. Namun penting untuk segera menggelar audiensi dengan seluruh pihak terkait serta ahli untuk mengantisipasi kemungkinan pelanggaran administrasi terkait impor vaksin COVID-19 dari Sinovac China tersebut," kata Mulyanto lewat keterangan tertulisnya, Selasa (15/12/2020).

Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI itu mengingatkan berdasarkan Undang-Undang, Ombudsman berwenang melakukan pemeriksaan terkait pengelolaan vaksin COVID-19, mulai dari pengadaan sampai pelaksanaan vaksinasi.

Pemerintah melalui Satuan Tugas Penanganan COVID-19, menggelar kampanye 3M: Gunakan Masker, Menghindari Kerumunan, atau jaga jarak fisik dan rajin Mencuci tangan dengan air sabun yang mengalir. Jika protokol kesehatan ini dilakukan dengan disiplin, diharapkan dapat memutus mata rantai penularan virus. Menjalankan gaya hidup 3M, akan melindungi diri sendiri dan orang di sekitar kita. Ikuti informasi penting dan terkini soal COVID-19 di situs covid19.go.id dan IDN Times.

Baca Juga: Hasil Uji Klinis Brasil Sebut Efikasi Vaksin Sinovac di Atas 50 Persen

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya