Pengamat: Jangan Lakukan Lockdown,  Ekonomi Bisa Ambruk

Pertumbuhan ekonomi bisa di bawah 4,5 persen

Jakarta, IDN Times - Beberapa negara seperti Italia Tiongkok dan Malaysia sudah melakukan lockdown akibat COVID-19 atau virus corona. Hanya saja Indonesia belum menerapkan kebijakan tersebut, meski kasus virus corona di Indonesia semakin meningkat.

Peneliti ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira mengatakan, pemerintah seharusnya sebisa mungkin tidak melakukan lockdown, khususnya di Jakarta. Sebab jika pemerintah melakukan lockdown maka pertumbuhan ekonomi diprediksi bisa berada di bawah 4,5 persen, angka ini jauh di bawah asumsi APBN yang sebesar 5,3 persen.

"Ini asumsinya lockdown di Jakarta ya, soal ketersediaan pangan tentu tidak siap karena sebagian besar kebutuhan pokok disumbang dari daerah luar Jakarta. Arus distribusi barang akan terganggu jika lockdown dilakukan," katanya kepada IDN Times, Selasa (17/3).

1. Inflasi bisa tembus 6 persen dan angka kemiskinan bisa naik

Pengamat: Jangan Lakukan Lockdown,  Ekonomi Bisa AmbrukIlustrasi inflasi. ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja

Selanjutnya kata Bhima jika pemerintah melakukan lockdown, inflasi bisa tembus di atas 6 persen karena adanya kelangkaan bahan pokok khususnya jelang ramadhan akan menyeret kenaikan harga. "Merugikan daya beli masyarakat se-Indonesia," tuturnya.

Dia mengatakan, ketika lockdown dilakukan masyarakat yang panik akan segera menyerbu pusat perbelanjaan, hal itu tak hanya membuat bahan makanan habis, tetapi obat-obatan juga akan habis.

"Kemarin waktu panic buying di beberapa daerah, pemerintah tidak punya pencegahan apa pun. Yang saya khawatirkan masyarakat menengah bawah, kemampuan untuk menimbun bahan pangan tidak sekuat kelas atas. Angka kemiskinan bisa naik," ujarnya.

Baca Juga: Banyak Negara Melakukan Lockdown, Luhut: Kami Belum Berpikir ke Situ

2. Peredaran uang akan terganggu

Pengamat: Jangan Lakukan Lockdown,  Ekonomi Bisa AmbrukIlustrasi (IDN Times/Arief Rahmat)

Bhima mengatakan, peredaran uang sebagian besar di Jakarta juga akan terganggu, karena jika lockdown terjadi, semua aktivitas perusahaan yang berpusat di Jakarta akan terhambat.

"UMKM juga kena imbas paling parah, driver ojol (ojek online) tidak bisa bekerja. Gelombang PHK naik, pertumbuhan ekonomi bisa anjlok signifikan. Krisis makin cepat," ujarnya.

Untuk itu Bhima kembali menegaskan bahwa lockdown harus dihindari, pemerintah harus menyiapkan stok bahan makanan yang cukup, serta stok likuiditas bank yang kuat, "Karena kalau sampai rush yang repot bank, tindak pelaku penimbunan secara tegas, optimalkan skema work from home," tegasnya.

3. Lockdown membutuhkan perencanaan yang baik

Pengamat: Jangan Lakukan Lockdown,  Ekonomi Bisa AmbrukANTARA FOTO/Galih Pradipta

Sementara itu, Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia, Piter Abdullah mengatakan, lockdown bisa saja membuat perekonomian tetap positif asal dilakukan dengan terencana. Misalnya, pemerintah sudah memerhitungkan semua dampak negatif dari kebijakan tersebur dan sudah mempersiapkan langkah-langkah untuk mengantisipasinya.

"Misal lockdown akan menghilangkan income UMKM seperti para pedagang bakso. Artinya selama masa lockdown, pemerintah sudah mempersiapkan bantuan tunai langsung atau setidaknya bantuan sembako. Nilainya sudah pasti besar yang akan meningkatkan defisit APBN," katanya kepada IDN Times.

Jika pemerintah melakukan lockdown tanpa perencanaan, maka pertumbuhan ekonomi bisa negatif.

"Lockdown, tapi tidak ada bantuan untuk penduduk miskin. Tidak ada tambahan sarana kesehatan, dampaknya bisa dibayangkan jauh lebih buruk," ucapnya.

Baca Juga: Lockdown hingga ODP, Ini Arti Istilah Penting yang Menyangkut COVID-19

Topik:

  • Umi Kalsum

Berita Terkini Lainnya