Karut Marut Penambangan Ilegal, Aturan Terganjal Masalah Ekonomi Warga

Akibat tambang ilegal, puluhan orang meregang nyawa

Jakarta, IDN Times - Masalah sosial dan ekonomi dinilai menjadi penyebab maraknya fenomena penambangan ilegal atau Pertambangan Tanpa Izin (Peti) di Indonesia. Hal itu juga membuat penertiban tambang ilegal sulit dilakukan.

Dalam keterangan tertulis yang diterima IDN Times, Penyidik Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dirtipidter) Bareskrim Mabes Polri, Kompol Eko Susanda mengatakan, selama Pemerintah belum mampu menyediakan lapangan kerja yang pendapatannya setara dengan hasil aktivitas tambang ilegal, maka penindakan dari aparat dinilai tak akan berhasil.

"Kenapa tambang illegal sulit diselesaikan oleh kepolisian? Kalau kita menangkap dia (penambang ilegal), ada ribuan orang yang perlu makan," ungkapnya dalam Diskusi bertajuk 'Mencari Solusi Penertiban Tambang Ilegal' di Jakarta, Senin (19/8).

1. Penambang ilegal pernah dialihkan sebagai nelayan tapi tak berhasil

Karut Marut Penambangan Ilegal, Aturan Terganjal Masalah Ekonomi WargaIDN Times

Kompol Eko melanjutkan, pihaknya pernah melakukan pembinaan dengan memberi sumbangan perahu gratis untuk beralih profesi menjadi nelayan. Akan tetapi, mereka kembali lagi menjalani profesi sebagai penambang ilegal.

"Menambang itu pagi kerja, sore sudah tarik uang. Kalau dikasih kapal susah mencari uangnya," kata Eko.

Kompol Eko berharap, untuk menyelesaikan permasalahan itu, harus ada dorongan sinergi dari lintas kementerian untuk melakukan pembinaan yang berkelanjutan. "Kalau ditangkap pemodalnya tidak akan menyelesaikan masalah. Kita harus memberikan sumber pendapatan yang memadai," jelasnya.

Senada, Kepala Bidang Infrastruktur Mineral, dan Batu Bara Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, John Tambun menjelaskan, dibutuhkan kerjasama antara Ditjen Mineral dan Batu Bara (Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Lingkungan Hidup Dan Kehutanan, Pemerintah Daerah (Pemda), serta pihak terkait lainnya.

"Pada prinsipnya, Kemenko Kemaritiman dalam hal ini melakukan supervisi program pada kementerian terkait. Selagi bisa dilakukan pembinaan, dibina dulu. Karena itu kita perlu tahu data mana yang perlu dibina itu," katanya.

Baca Juga: Tambang Ilegal Bisa Memperparah Banjir di Samarinda

2. Tambang ilegal terbagi menjadi dua tipe

Karut Marut Penambangan Ilegal, Aturan Terganjal Masalah Ekonomi WargaIDN Times/Istimewa

Sementara itu, Kasi Perlindungan Lingkungan Direktorat Jenderal Mineral Dan Batubara Kementerian ESDM, Tiyas Nurcahyani menuturkan, tambang ilegal terbagi menjadi dua tipe. Pertama, jenis tambang liar yang beroperasi di lahan belum "berpenghuni". Yakni lahan yang belum diduduki oleh pemegang izin resmi, baik Izin Usaha Pertambangan (IUP) atau Kontrak Karya (KK).

"Contoh jenis ini ada di Gunung Botak, Pulau Buru, Maluku," katanya.

Kedua, tambang liar yang menggerogoti lahan milik perusahaan resmi. Seperti yang ada di Bakan, Kabupaten Bolaang Mongondow, Provinsi Sulawesi Utara. "Lahan yang dikeruk oleh warga adalah area usaha milik PT J Resources Bolaang Mongondow,'' sambungnya.

Untuk kasus Bakan, lanjut Tiyas, salah satu solusi penertiban dapat dilakukan dengan menutup paksa. Hal ini karena, area tersebut berada di bawah kepemilikan perusahaan yang sah. Selain itu, solusi lainnya adalah, menguba status Izin Usaha Pertambangan (IUP) menjadi Izin Pertambangan Rakyat (IPR).

"Syaratnya, perusahaan harus melakukan penciutan lahan terlebih dahulu, lalu Pemda mengajukan permohonan kepada Kementerian ESDM untuk diputuskan sebagai Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR)," terangnya.

"Catatannya, dalam ketentuan IPR, Pemda harus sanggup menanggung biaya perbaikan lingkungan, termasuk reklamasi," sambung Tiyas.

3. Operasional tambang dengan bentuk IPR dinilai tidak ekonomis

Karut Marut Penambangan Ilegal, Aturan Terganjal Masalah Ekonomi WargaIDN Times/Yuda Almerio

Hal berbeda diungkapkan Ketua Umum Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi), Rizal Kasli. Menurutnya, operasional tambang dengan bentuk IPR dinilai tidak ekonomis.

"Semua di lokasi tambang kecil-kecil masih pakai alat berat. Berdasarkan kajian kami, IPR kalau mengikuti semua ketentuannya, tidak ekonomis," ungkapnya.

Rizal menilai, selain penegakan hukum secara konsisten, memberantas penambangan ilegal dapat dilakukan dengan cara memutuskan rantai pasokan barang yang dibutuhkan.

Sebab, aktivitas tambang ilegal dapat berjalan karena adanya pemasok modal, pemasok bahan-bahan keperluan pertambangan termasuk bahan kimia berbahaya seperti sianida dan merkuri, serta penampung hasil tambang ilegal.

"Jika rantai pasokan ini diputus, penambangan ilegal ini juga akan terhenti," kata Rizal.

4. Akibat tambang ilegal, puluhan orang meregang nyawa

Karut Marut Penambangan Ilegal, Aturan Terganjal Masalah Ekonomi WargaIDN Times/Yuda Almerio

Direktur LSM Swara Bogani, Rafiq Mokodongan mengatakan, sepanjang tahun 2019, beberapa kali kecelakaan tambang mengakibatkan kematian. Salah satunya, seperti yang terjadi di Desa Bakan, Kecamatan Lolayan, Kabupaten Bolaang Mongondow, Sulawesi Utara.

Rafiq mencontohkan, pada 26 Februari 2019 lalu, terjadi longsor di Busa, yang merupakan salah satu lokasi di Blok Bakan.

"Ada puluhan penambang yang tertimbun reruntuhan. Dari kegiatan evakuasi ada 21 yang ditemukan meninggal dunia. Sementara 19 orang yang berhasil diselamatkan," katanya.

Selang dua bulan kemudian, kembali terjadi kecelakaan yang menewaskan satu penambang. Terbaru, pada 29 Juli 2019 dua penambang ditemukan meninggal tertimbun longsoran.

“Semua pihak yang berkepentingan harus segera melakukan penertiban tambang ilegal di Bakan. Selama ini tambang ilegal ini telah menjadi kuburan masal karena sudah banyak korban jiwa,” ujar Rafiq.

“Kita jangan sampai melegalkan suatu yang ilegal, tambang Bakan sudah menelan banyak korban jiwa” katanya menambahkan.

Baca Juga: Diduga Lakukan Penambangan Ilegal, Polisi Bersenjata Buru ST dan PT

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya