Hidroponik Keren Pakai Listrik PLN Bikin Indonesia Jadi Beken

Lampu UV mengganti fungsi sinar Matahari saat malam hari

Mata Asrori tidak goyah mengamati satu per satu pot yang berjejer rapi pada gully trapesium sepanjang 100 meter di dalam rumah kaca. Langkah kakinya menapak perlahan nan pasti.

Sesekali berhenti sejenak, sembari mengambil dan melihat kondisi salah satu tanaman mulai dari daun, batang, hingga akarnya. Pasokan air, listrik, dan bibit di tempat itu juga tidak luput dari pengecekan, sebelum pulang ke rumah untuk beristirahat.

1. Bercocok tanam hidroponik menggunakan greenhouse

Hidroponik Keren Pakai Listrik PLN Bikin Indonesia Jadi BekenIDN Times/Dhana Kencana

Ruang kaca -atau pada istilah modern dikenal dengan greenhouse- menjadi lahan bercocok tanam bagi Asrori. Ia bertani menggunakan metode hidroponik sejak setahun terakhir atau mulai 2019. Sebelumnya Asrori malang melintang bekerja sebagai formulator di sejumlah pabrik pupuk terkemuka di Bali, Lampung, dan Kalimantan.

Greenhouse tersebut digunakan untuk melindungi tanaman dari gangguan luar seperti angin kencang, tingginya intensitas cahaya, radiasi matahari, hujan deras, kelembaban, dan hewan pengganggu (hama).

Asrori mendesain atap greenhouse dengan lapisan plastik ultraviolet (UV) untuk menahan 14-20 persen paparan sinar Matahari secara langsung. Sebab, cahaya UV Matahari yang berlebihan dapat merusak dan menghambat pertumbuhan tanaman.

Pada sisi samping kanan dan kiri, ia memasang jaring insect net agar serangga atau hama tidak dapat masuk ke greenhouse.

2. Pertanian hidroponik terbukti ramah lingkungan dan menyehatkan

Hidroponik Keren Pakai Listrik PLN Bikin Indonesia Jadi BekenIDN Times/Dhana Kencana

Hidroponik merupakan teknik menanam dengan memanfaatkan air tanpa menggunakan tanah sebagai media tanam sehingga lahan yang digunakan lebih efisien. Metode tersebut menitikberatkan pada kebutuhan nutrisi (unsur hara) bagi tumbuhan. Konsep tersebut juga dikenal sebagai soilless culture.

Semula, istilah hidroponik masuk ke Indonesia sebagai materi praktikum di perguruan tinggi pada tahun 1970. Hidroponik dikenal sampai saat ini setelah Bob Sadino berhasil mengembangkannya dalam skala besar pada 1982.

Asrori menggeluti pekerjaan sebagai petani hidroponik berangkat atas keprihatinannya terhadap kerusakan lingkungan. Menurutnya, kelebihan pertanian hidroponik adalah ramah lingkungan karena tidak memakai herbisida (bahan kimia untuk membunuh atau memusnahkan tumbuhan pengganggu atau gulma) dan pestisida (racun pembasmi hama).

Pria berusia 36 tahun itu ingin menularkan virus kebaikan dan menggugah kesadaran masyarakat akan pentingnya pertanian berkelanjutan dengan menjaga lingkungan, sebagai bagian dari investasi kesehatan masa depan.

Ia menjamin kualitas tanaman, buah, dan sayuran yang dihasilkan dari pertanian hidroponik bebas bahan kimia sehingga lebih sehat untuk semua kalangan, khususnya anak-anak dan lansia. Apalagi pada masa pandemik COVID-19, tuntutan pola hidup sehat dengan mengonsumsi makanan bergizi menjadikan produk sayuran hidroponik pilihan utama dan banyak diminati orang.

"Tren demand (permintaan) produk sayuran hidroponik meningkat terlebih saat pandemik karena higienis, tidak ada partikel-partikel maupun residu (racun) kimia sehingga badan jadi lebih sehat. Itu bagian dari investasi kesehatan. Kalau apa yang kita konsumsi mengandung residu, secara tidak langsung badan kita juga terkontaminasi kimia. Residu pestisida kalau sistemik 10 hari masuk ke jaringan tanaman (daun, buah, cabang, akar kulit, dan sebagainya) dan residu kontak dari pestisida keras biasanya 7 hari masih menempel pada tanaman meskipun sudah kita cuci," kata pemilik nama lengkap Muhammad Asrori itu ketika ditemui IDN Times, 20 Februari 2021.

3. Fotosintesis tanaman hidroponik menggunakan sinar lampu UV

Hidroponik Keren Pakai Listrik PLN Bikin Indonesia Jadi BekenIDN Times/Dhana Kencana

Asrori merupakan pemrakarsa pertanian hidroponik di Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur. Ia bertani sayuran selada di greenhouse berukuran 10x20 meter yang ada di dalam kawasan Wisata Edukasi Tani Terpadu (WETT) Betet, Desa Betet kabupaten tersebut. Tempat itu juga menjadi Pusat Pelatihan Pertanian dan Perdesaan Swadaya (P4S) sebagai mitra kerja pemerintah yang berperan aktif mengembangkan sumber daya manusia pertanian secara berkesinambungan.

Selada dipilih karena merupakan tanaman hortikultura bernilai ekonomi tinggi. Jenis sayuran daun tersebut umumnya dikonsumsi sebagai lalapan makanan tradisional di Indonesia. Daun sayuran bernama latin Lactuca sativa itu mengandung vitamin A, B, dan C yang berguna untuk kesehatan tubuh.

Terdapat sejumlah aspek yang memacu tanaman bisa tumbuh subur dengan cara hidroponik. Di antaranya konsumsi cahaya Matahari, suhu bagi tanaman yang tidak terlalu dingin dan tidak terlalu panas, serta kebutuhan nutrisi baik makro maupun mikro. Kondisi tersebut relatif membuat tanaman lebih cepat berkembang biak karena unsur hara dalam larutan secara optimal dapat dimanfaatkan tumbuhan.

Rupanya faktor-faktor tersebut telah diantisipasi oleh Asrori bersama dengan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) Persero, dengan menerapkan pertanian hidroponik gaya baru. Yakni dengan inovasi memanfaatkan sinar lampu ultraviolet (UV) untuk membantu proses pertumbuhan tanaman.

Gagasan tersebut terinspirasi dari sebuah jurnal ilmiah berjudul The Effect of Lamp Types on The Growth and Production of Lettuce Grown in an Indoor Hydroponic System, hasil penelitian mahasiswa dan dosen Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung pada 2015. Dalam riset itu, mereka menyebut pencahayaan dari sinar lampu UV bisa membantu pertumbuhan tanaman pada pertanian hidroponik.

Adapun lampu yang digunakan jenis grow LED (light emitting diode) karena mampu memancarkan spektrum cahaya ultraviolet. Asrori memasangnya dengan jarak antarlampu sekitar 2 meter dengan ketinggian mencapai 150 sentimeter dari tanaman.

"Lampu UV yang dipasang di greenhouse adalah LED kombinasi warna ungu, merah, dan pink (merah jambu) karena ada gelombang khusus. Warna-warna itu memancarkan spektrum untuk fotosintesis tanaman. Jadi bukan sembarangan pasang jenis lampu dan juga warnanya," ujar pria yang memiliki latar belakang pendidikan desain grafis itu.

Baca Juga: 5 Hal yang Harus Kamu Perhatikan Saat Budidaya Tanaman Hidroponik

4. Lampu UV mengganti fungsi sinar Matahari saat malam hari

Hidroponik Keren Pakai Listrik PLN Bikin Indonesia Jadi BekenIDN Times/Dhana Kencana

Sinar lampu UV dipakai sebagai pengganti atau manipulasi cahaya Matahari ketika malam hari sehingga vegetatif dan generatif tanaman selada tetap bisa tumbuh dengan baik. Karena klorofil selada menyerap dan memerlukan gelombang 700-400 nanometer (nm) dari cahaya lampu UV tersebut untuk berfotosintesis.

"Pemanfaatan listrik untuk pertanian hidroponik, baik untuk pengairan maupun penyinaran dengan lampu UV mampu meningkatkan produktivitas tanaman hidroponik. Sehingga petani hidroponik dapat memperoleh hasil panen yang lebih baik dari segi kualitas dan kuantitas," kata Senior Manager General Affairs PLN Unit Induk Distribusi (UID) Jawa Timur, A Rasyid Naja secara khusus kepada IDN Times, 27 Februari 2021.

Dengan bantuan lampu, nutrisi yang diperlukan tanaman selalu terjaga karena mendapatkan cukup sinar selama 24 jam penuh. Dampak positifnya, produktivitas tanaman meningkat dengan waktu panen lebih cepat, hanya 30 hari.

Dari sisi kualitas, karakter daun dan akar selada lebih cerah. Ciri tersebut menjadi indikator bahwa tanaman yang dihasilkan sehat dan bersih. Kemudian berat batang selada bisa mencapai 200-250 gram per tanaman, lebih berat produk serupa dari hidroponik biasa yang hanya mencapai 150 gram per batang tanaman.

"Lampu UV sudah terbukti efektif dan hasilnya maksimal (untuk hidroponik) karena tanaman tetap bisa berfotosintesis dengan bantuan sinar lampu UV meskipun malam hari. Kalau dari rasa (selasa) tidak perlu khawatir, dijamin tidak pahit dan aman jika langsung dikonsumsi. Soal biaya (listrik) juga irit," ucap Asrori.

5. Hasil panen hidroponik masih mencukupi membayar biaya listrik

Hidroponik Keren Pakai Listrik PLN Bikin Indonesia Jadi BekenIDN Times/Dhana Kencana

Biaya listrik pertanian hidroponik menggunakan lampu UV cukup ekonomis. IDN Times menghitung rata-rata pengeluaran biaya listrik setiap bulan greenhouse tersebut.

Dengan 18 buah lampu UV yang digunakan selama 12 jam, masing-masing berdaya 50 watt, terdapat 10.800 watt atau 10,8 kilowatt per hour atau jam (kWh) setiap harinya.

Greenhouse itu juga memanfaatkan aliran listrik untuk pengairan memakai pompa hidroponik dengan daya 250 watt yang menyala nonstop selama 24 jam, sehingga daya keluarannya mencapai 6 kWh.

Lalu ada kipas sirkulasi udara atau blower berdaya 250 watt yang digunakan untuk menetralisir suhu di dalam greenhouse apabila naik melebihi 26 derajat Celcius. Blower yang dioperasikan secara otomatis sekitar 4 jam itu jumlah dayanya 1 kWh per hari. 

Total konsumsi daya listrik greenhouse selama satu hari mencapai 17,8 kWh atau sepekan sebesar 124,6 kWh. Jika menggunakan token listrik seharga Rp100 ribu dengan kapasitas 66,2 kWh, cukup merogoh kocek Rp200 ribu untuk tiap pekannya. Itu pun masih tersisa 7,8 kWh.

Bagaimana dengan hasil jualnya? Sayuran yang ditanam pada 2000 pot mampu menghasilkan 400 gram selada dengan waktu panen 30 hari. Harga jual satu kilogram selada Rp25 ribu, sehingga pendapatan setiap panen atau per bulan sebanyak Rp10 juta.

"Prospek bisnis pertanian hidroponik dengan menggunakan sinar lampu UV sangat cerah. Selain ketahanan pangan juga untuk pola hidup sehat yang sudah menjadi gaya hidup (lifestyle). Memang instalasi awal (hidroponik) mahal, hanya berjalannya waktu atau kalau sudah produksi sangat murah biayanya, pendapatannya bisa berlipat. Dengan pengeluaran sebulan untuk listrik Rp800 ribu sementara pendapatan Rp10 juta, masih untung dan tidak merugi," tutur Asrori yang siap dihubungi untuk belajar dan memberikan edukasi soal pertanian hidroponik dengan cuma-cuma.

6. Kualitas selada lebih higienis dan berkelas

Hidroponik Keren Pakai Listrik PLN Bikin Indonesia Jadi BekenIDN Times/Dhana Kencana

Asrori telah memanen sayuran selada sebanyak dua kali, pada Desember 2020 dan Februari 2021. Pangsa pasar produk sayurannya kini merambah sejumlah swalayan di Nganjuk, Kediri, dan Madiun. Termasuk beberapa reseller dan UMKM (usaha mikro, kecil, dan menengah), juga kalangan rumah tangga.

Salah satu reseller sayuran hidroponik di Nganjuk, Hari Pujianto mengakui kualitas selada tersebut berbeda dengan hidroponik biasa karena lebih steril sehingga kualitas hasil panennya bagus. Pria kelahiran 30 April 1988 itu menyebut, karakteristik greenhouse dengan dukungan sinar lampu UV, lapisan plastik UV, juga pelindung insect net seperti yang diterapkan di WETT Betet memengaruhi mutu tanaman.

"Setiap hari saya ambil rutin 5-7 kilogram terkadang juga sampai 10 kilogram selada dari greenhouse (WETT Betet) sini. Sudah banyak yang berlangganan, dari UMKM yang berjualan burger dan kebab, ayam geprek, juga katering. Setiap hari harus ada pasokan (selada) buat mereka. Banyak yang suka, karena kualitasnya benar-benar dijaga mulai dari penyemaian sampai panen," tutur pria yang akrab dipanggil Puput tersebut kepada IDN Times.

Senada, pemilik UMKM Rembol Burger, Dania yang berjualan di Jalan Tembarak, Pelem, Kertosono, Nganjuk merasakan karakteristik selada hasil panen greenhouse WETT Betet berbeda dan berkelas.

"Selada (hidroponik Betet) lebih segar. Satu sampai dua hari masih segar. Daya simpannya lebih tahan lama. Untuk rasa lebih krispi, tidak pahit, dan enak untuk burger dan kebab. Pembeli banyak yang suka," ungkapnya yang setiap hari berjualan burger dan kebab mulai pukul 10.00-22.00 WIB.

7. Electrifying Agriculture meningkatkan perekonomian dan menjaga lingkungan

Hidroponik Keren Pakai Listrik PLN Bikin Indonesia Jadi BekenIDN Times/Dhana Kencana

PLN terus berkomitmen mendukung program-program pemberdayaan masyarakat yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Inovasi bersama WETT Betet dalam pemanfaatan listrik untuk peningkatan kapasitas pertanian hidroponik memanfaatkan sinar lampu UV diapresiasi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

Hal itu seiring dengan langkah pemerintah dalam menaikkan ketersediaan pasokan listrik bagi masyarakat setempat dan daerah yang perekonomiannya tengah berkembang, serta sejalan bersama motto PLN menjadikan listrik untuk kehidupan yang lebih baik.

"Pemanfaatan lampu UV bisa digunakan sebagai cara meningkatkan penjualan kWh listrik. Hal itu menjadi bukti bahwa penjualan listrik yang dilakukan PLN tidak hanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumtif semata, juga memacu produktivitas ekonomi. Adanya ketersediaan listrik harus mampu meningkatkan kehidupan masyarakat yang lebih baik serta mendukung lingkungan yang lebih ramah," kata Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM, Agung Pribadi di Jakarta, 2 Februari 2021 melansir laman resmi esdm.go.id.

Pemanfaatan listrik di sektor pertanian melalui program Electrifying Agriculture, sebagaimana diterapkan di greenhouse WETT Betet Nganjuk, akan terus dioptimalkan PLN.

Program tersebut menjadi bagian dari semangat transformasi pilar PLN dalam rangka menyongsong industri 4.0, yakni innovative dan customer focused, dalam meningkatkan pelayanan listrik yang lebih mudah, terjangkau, dan andal bagi masyarakat tidak hanya pada sektor pertanian, tetapi sektor lain seperti perikanan, perkebunan, dan peternakan.

"PLN terus berupaya dan berencana untuk tetap mengembangkan program-program yang sudah diimplementasikan sebelumnya agar dapat meningkatkan creating share values (CSV) bagi perusahaan, juga dapat membantu petani dalam memperoleh listrik untuk pertanian yang sejalan dengan perkembangan agroteknologi yang ramah lingkungan," jelas Rasyid Naja.

Baca Juga: 7 Tanaman yang Bisa Tumbuh dengan Metode Hidroponik, Tak Butuh Tanah

Topik:

  • Dhana Kencana

Berita Terkini Lainnya