Holding BUMN Farmasi Catatkan Penjualan Rp15 T pada Semester 1 2021

Kinerja Holding BUMN Farmasi meningkat 164 persen Yoy

Bandung, IDN Times - Di tengah pandemik yang sudah berlangsung selama 1,5 tahun, PT Bio Farma (Persero) sebagai Induk Holding BUMN Farmasi, terus melakukan transformasi sebagai pilar dari ketahanan kesehatan nasional. Pandemik COVID-19 menjadi tantangan terbesar Bio Farma sebagai induk Holding BUMN Farmasi, yang baru dibentuk pada 31 Januari 2020, atau tepat dua bulan sebelum pandemik.  

Holding BUMN Farmasi dibentuk dengan Bio Farma sebagai Induk dan Kimia Farma dan Indofarma sebagai dua anak perusahaan, sehingga menjadikannya perusahaan farmasi terbesar, dengan 13 pabrik, 78 jaringan distribusi, dan 1.300 jaringan apotek serta 560 laboratorium klinik di Indonesia. 

Dengan visi Holding BUMN Farmasi menjadi perusahaan farmasi yang berdaya saing global, Holding BUMN Farmasi melakukan beberapa transformasi dalam upaya untuk menata portofolio produknya, meningkatkan utilisasi pabrik dengan fokus dan melakukan integrasi proses bisnis perusahaan. 

Direktur Utama Bio Farma, Honesti Basyir mengatakan, penataan ulang portofolio produk Holding Bio Farma terutama untuk Kimia Farma dan Indofarma, menjadi prioritas kami, untuk menjalankan Holding BUMN Farmasi. Dengan begitu, pada masa yang akan datang, Kimia Farma dan Indofarma akan memiliki diversitas dan fokus jenis produk yang berbeda.  

“Penataan ulang portofolio produk ini menjadi prioritas kami, mengingat produk Kimia Farma dan Indofarma, ada yang saling beririsan. Hal ini kami lakukan agar dapat memenuhi kebutuhan pemerintah akan obat dan dapat menurunkan harga produk yang saling bersaing. Dan kami sudah menetapkan jenis produk apa saja yang akan dihasilkan oleh masing-masing entitas baik Kimia Farma yang akan menghasilkan produk chemical, dan Indofarma menghasilkan produk herbal dan alkes,” ujar Honesti. 

 

 

1. Inisiatif-inisiatif Holding BUMN Farmasi membantu pemerintah menangani pandemik

Holding BUMN Farmasi Catatkan Penjualan Rp15 T pada Semester 1 2021Kinerja Holding BUMN Farmasi pada semester I 2021 mengalami peningkatan 164% Yoy, dari Rp5,78 triliun pada tahun 2020, menjadi Rp15,26 triliun. (Dok. Bio Farma)

Hal lain yang menjadi prioritas pembentukan Holding BUMN Farmasi, yakni harmonisasi dari seluruh jaringan perusahaan untuk mencapai cost-effectiveness, seperti melalui sentralisasi distribusi sales service yang menjadi jantung dari proses harmonisasi ini. 

Proses transformasi tersebut dilaksanakan bersamaan dengan penanganan pandemik COVID-19. Sebagai BUMN, Holding BUMN Farmasi melakukan inisiatif-inisiatif untuk membantu pemerintah menanggulangi pandemi seperti; menyediakan masker medis dan non-medis dengan harga jauh di bawah harga pasar. Memastikan ketersediaan obat terapi COVID-19, seperti azithromycin, oseltamivir, chloroquine, dan remdesivir. Holding BUMN Farmasi fokus untuk memastikan ketersediaan produk dengan meningkatkan kapasitas produksi dan memastikan ketersediaan bahan baku yang harganya sempat meningkat sampai 600 persen saat pandemik karena lockdown

Selain itu, Holding BUMN Farmasi berkolaborasi dengan start-up dan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) untuk menciptakan PCR Test Kit test-yang lebih affordable tetapi memiliki golden standard (WHO) sehingga mampu menurunkan harga test di pasaran. Menyediakan vitamin dan alat kesehatan di seluruh outlet apotek Kimia Farma. Melakukan inovasi Mobile Lab BSL-3 sehingga dapat melakukan test PCR di daerah yang kekurangan kapasitas test. 

Adapun penyediaan vaksin Covid-19 dari berbagai macam platform yang diperoleh melalui hubungan bilateral dan multilateral. Terhitung 24 September 2021 terdistribusi lebih dari 175 juta dosis. Penerapan Sistem Manajemen Distribusi Vaksin (SMDV), untuk memastikan distribusi vaksin yang real-time, sehingga kualitas vaksin akan tetap terjaga sejak meninggalkan Gudang distribusi Bio Farma, hingga vaksin digunakan di masyarakat.

 

Baca Juga: Tes PCR Kumur Bio Farma Diklaim 95 Persen Sensitif pada COVID-19

2. Kinerja Holding BUMN Farmasi Semester I 2021

Holding BUMN Farmasi Catatkan Penjualan Rp15 T pada Semester 1 2021mckesson.com

Dengan adanya penugasan dari pemerintah untuk penanganan COVID-19 seperti penyediaan vaksin COVID-19, obat-obatan, multivitamin, serta alat kesehatan, kinerja keuangan, Holding BUMN Farmasi (Bio Farma, Kimia Farma dan Indofarma) pada semester I 2021 mengalami peningkatan 164 persen Yoy, dari Rp5,78 triliun pada 2020, menjadi Rp15,26 triliun.  

Secara detail, pendapatan Bio Farma sendiri didapat dari realisasi pendapatan penugasan yang mencapai Rp8,12 triliun, yang terdiri dari Rp7,97 triliun program vaksin COVID-19 dan 144,30 miliar, didapat dari program Vaksinasi Gotong Royong (VGR).  

Untuk anggota Holding BUMN Farmasi, Kimia Farma membukukan pendapatan pada Semester I 2021 sebesar, Rp5,56 triliun yang diperoleh dari penjualan produk pihak ketiga sebesar Rp4,1 triliun termasuk di dalamnya, didapat dari VGR sebesar Rp02,9 miliar. Sedangkan untuk Indofarma, pendapatan Semester I 2021 mencapai Rp849.33 miliar, berasal dari penjualan obat Obat Generik Berlogo (OGB) dan etchical sebesar Rp492,79 miliar, sisanya dari penjualan alkes multivitamin dan lain-lain. 

3. Bio Farma berhasil menciptakan inovasi produk

Holding BUMN Farmasi Catatkan Penjualan Rp15 T pada Semester 1 2021Bio Farma ( ANTARA FOTO/M Agung Rajasa)

Honesti menegaskan, jika dilihat penjualan bersih perusahaan di luar penugasan pandemik COVID-19, kinerja Holding BUMN Farmasi masih on the track, meski masih menghadapi tantangan untuk penjualan ekspor, karena adanya lockdown di beberapa negara penerima produk Holding BUMN Farmasi, khususnya vaksin. Demikian juga dengan penjualan dalam negeri sektor pemerintah, sesuai dengan instruksi pemerintah, bahwa saat ini, fokus pada vaksin COVID-19, termasuk dengan obat-obatan, yang digunakan untuk penanganan COVID-19.  

“Untuk Bio Farma sendiri, penjualan kami tanpa penugasan COVID-19, masih bisa mencapai Rp985 miliar, yaitu mencapai 84,39 persen dari yang ditargetkan pada Semester I 2021. Pencapaian ini terdiri dari penjualan ekspor yang mencapai Rp549 miliar, dan untuk penjualan dalam negeri (pemerintah), mencapai Rp66,39 miliar, atau baru terealisasi 59,8 persen dari yang dianggarkan,” ungkap Honesti. 

Honesti menambahkan, Bio Farma dalam menghadapi pandemik berhasil menciptakan inovasi produk berupa kit diagnostik untuk mendeteksi virus COVID-19, berupa Rapid Test polymerase chain reaction (RT-PCR) yang diluncurkan pada Semester I tahun 2020 oleh Presiden Joko Widodo. Inovasi yang dihasilkan dari hasil kolaborasi bersama startup, yang sudah memenuhi gold standard RT-PCR kit. RT-PCR ini juga dilengkapi dengan media VTM (Viral Transport Media) yang dibuat dan diproduksi secara mandiri oleh Bio Farma. 

“Penjualan sektor swasta, mencapai Rp431 miliar, atau sudah mencapai 105 persen dari yang dianggarkan sebesar Rp411 miliar. 68,86 persen dari total penjualan dalam negeri sektor swasta diperoleh dari penjualan untuk RT-PCR dengan nama M-BioCov, mencapai Rp283 miliar,” ujar Honesti.  

Selain meluncurkan produk RT PCR Kit, Bio Farma kembali meluncurkan inovasi terbaru, yaitu Bio Saliva, alat uji untuk mendeteksi COVID-19 dengan metode kumur (gargling). Bio Saliva ini merupakan pelengkap dari produk sebelumnya, yaitu mBioCov19. Gargle PCR memiliki sensitifitas hingga 95 persen sehingga dapat digunakan sebagai alternatif selain gold standar SWAB Nasofaring Orofaring menggunakan PCR Kit. Keunggulan produk ini merupakan produk non invasif yang memberikan kenyamanan terhadap orang yang akan di PCR.

Baca Juga: Bio Farma dan Google Cloud Indonesia Teken MoU Transformasi Digital 

Topik:

  • Ezri T Suro

Berita Terkini Lainnya