3 Hal yang Perlu Diketahui agar NFT Tidak Jadi Tren Musiman

Nilai perdagangan NFT turun drastis

Jakarta, IDN Times - Asosiasi Blockchain Indonesia (ABI) melihat bahwa semakin banyak pelaku dan penikmat seni di Indonesia yang mulai sadar untuk memanfaatkan Non-Fungible Token (NFT).

NFT saat ini masih menjadi perbincangan hangat di masyarakat, apalagi setelah karya Beeple “Everydays: The First 5000 Days” laku terjual sebesar 69,346,250 dolar AS atau setara dengan Rp9 triliun.

Di sisi lain, NFT lokal dari Ghozali Everyday juga berhasil meraih popularitas dan terjual puluhan juta rupiah.

Lebih lanjut, sejalan dengan perkembangan dan popularitas NFT, Asih Karnengsih selaku Chairwoman Asosiasi Blockchain Indonesia mengatakan, fenomena NFT yang selalu menjadi perbincangan dan menimbulkan berbagai pertanyaan di masyarakat tentang apakah NFT ini hanya tren semata atau akan menjadi bubble kedepannya.

"Karenanya, penting adanya literasi kepada masyarakat terkait implementasi dan manfaat dari teknologi blockchain dalam perkembangan ekonomi indonesia, salah satu contohnya adalah memanfaatkan NFT untuk membantu pelaku seni di Indonesia untuk mendapatkan apresiasi dan reward atas karyanya,” kata Asih melalui keterangan tertulis yang diterima IDN Times, Kamis (9/6/2022).

Bubble merupakan kondisi dimana sebuah aset yang bernilai tinggi akan turun drastis dan dengan cepat akan hilang dari pasaran. Oleh karena itu, Asosiasi Blockchain Indonesia mencatat ada 3 hal yang membuat NFT sangat mungkin menjadi bubble, apabila tidak segera diatasi dengan tepat.

Baca Juga: PSS Sleman Luncurkan NFT Sembodoverse untuk Fans Sleman, Mantap!

1. Pasar NFT terus menurun

3 Hal yang Perlu Diketahui agar NFT Tidak Jadi Tren MusimanSultan Gustaf Al Ghozali alias Ghozali Everyday berhasi meraup untung Rp 1,5 miliar dari menjual NFT foto selfie di situs OpenSea. (IDN Times/Anggun Puspitoningrum)

Pasar NFT nyatanya mulai terlihat tenang dalam beberapa waktu terakhir. Menurut Bloomberg, nilai perdagangan rata-rata dari NFT telah turun drastis dalam beberapa waktu terakhir, seperti penjualan utama NFT yang turun secara nyata dalam satu bulan terakhir dan menurut data tercatat penjualan NFT turun sebesar 29 persen dan 1,17 persen dalam dolar AS.

Sedangkan, penjualan utama, yakni penjualan yang berlangsung di website proyek NFT turun 73 persen, dan dalam dolar AS turun 49 persen.

Menurut data Financial Times, volume transaksi harian untuk NFT di Open Sea turun 80 persen, yaitu menjadi 50 juta dolar AS pada Maret 2022, dibandingkan pada Februari dengan total transaksi yang mencapai 284 juta dolar AS.

Pasar pelacak NFT DappRadar di OpenSea juga menunjukkan adanya penurunan jumlah trader dan volume secara keseluruhan, di mana volume perdagangan turun hampir 67 persen dan diikuti dengan trader yang turun sebanyak 23 persen.

Meskipun NFT mengalami penurunan yang cukup signifikan, tetapi cryptocurrency masih memiliki sirkulasi yang kuat di OpenSea setiap harinya dan trader masih menghabiskan ribuan hingga ratusan dolar untuk NFT.

2. Menjadi skema ponzi

3 Hal yang Perlu Diketahui agar NFT Tidak Jadi Tren MusimanIlustrasi NFT (IDN Times/Helmi Shemi)

Selain nilainya yang turun, NFT juga masih memiliki sentimen negatif di masyarakat, misalnya untuk pencucian uang.

Melalui NFT, pencucian uang bisa dilakukan dengan mudah dilakukan, karena pembeli dan penjual tidak bisa terlacak sepenuhnya apabila mereka menggunakan identitas anonim.

Dilansir dari The Conversation, NFT dikatakan mirip skema ponzi karena beberapa kesamaan yang dimiliki, seperti pembeli pertama mendapatkan keuntungan yang tinggi daripada pembeli terakhir yang sudah tertinggal tren NFT, sehingga pembeli terakhir tidak mendapatkan keuntungan.

Baca Juga: Tertarik dengan NFT? Ini Dia 4 Jenis NFT yang Bisa Kamu Kepoin

3. Tidak memiliki nilai fundamental

3 Hal yang Perlu Diketahui agar NFT Tidak Jadi Tren Musimanilustrasi blockchain (Pixabay.com/Tumisu)

Harus diakui masih banyak NFT yang tidak memiliki nilai fundamental dan kegunaan yang jelas, seperti hanya berupa gambar acak yang dibeli pengguna karena FOMO (Fears of Missing Out). Apabila NFT terus-menerus seperti ini, maka sangat mungkin bubble akan terjadi, dan karya NFT yang memiliki fungsi jelas akan ikut terseret ke dalam sentimen negatif ini.

Apabila NFT bubble terjadi, dampaknya tidak hanya berefek pada NFT saja, melainkan akan menyebar ke aset kripto secara umum, karena untuk membeli NFT dibutuhkannya kripto lain sebagai alat transaksi.

Melihat masih banyaknya pertanyaan dan kekhawatiran mengenai NFT di masyarakat, Asosiasi Blockchain Indonesia mendukung penuh adanya literasi atau edukasi mengenai peran dan implementasi NFT untuk memperkuat ekosistem dan mencegah terjadinya NFT menjadi bubble.

Topik:

  • Vanny El Rahman
  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya