Jelang Pengumuman Data Inflasi, Rupiah Ditutup Melemah 

Rupiah melemah 12 poin ke Rp14.870 per dolar AS

Jakarta, IDN Times - Nilai tukar atau kurs mata uang Garuda melemah atas mata uang dolar Amerika Serikat (AS) pada penutupan perdagangan Rabu (14/7/2022).

Seperti dikutip dari Bloomberg, kurs rupiah ditutup melemah 12 poin ke level Rp14.870 per dolar AS pada perdagangan sore ini. Sebelumnya, rupiah ditutup di level Rp14.852.

Baca Juga: Sentimen Data Inflasi AS Bikin Rupiah Keok Pagi Ini

1. Mata uang dolar AS bertahan stabil jelang pengumuman data inflasi AS

Direktur PT Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi, mengatakan mata uang dolar AS bertahan stabil pada Rabu (10/8/2022) karena investor enggan menempatkan taruhan besar menjelang data inflasi AS. Pasar akan ketat menanggapi seberapa tajam Federal Reserve AS akan menaikkan suku bunga dalam beberapa bulan mendatang.

"Angka-angka (data inflasi AS) akan dirilis nanti malam. Para ekonom memperkirakan inflasi utama year on year (yoy) akan berjalan pada 8,7 persen. Angka tersebut sedikit mundur dari angka inflasi 9,1 persen pada Juni lalu. Inflasi inti diperkirakan sebesar 0,5 persen bulan ke bulan," kata Ibrahim pada Rabu (10/8/2022).

Baca Juga: Waspada Suku Bunga The Fed, Rupiah Loyo Lawan Dolar AS

2. Kenaikan harga komoditas belum begitu berpengaruh terhadap inflasi di Indonesia

Dengan kondisi ekonomi global yang terus memanas baik di Eropa maupun Asia, membuat harga komoditas kembali melambung bahkan harga minyak mentah dan gas alam yang lonjakannya begitu besar. Sehingga, berdampak terhadap kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dan yang lebih spesifik adalah naiknya harga gandum dan pupuk.

"Kenaikan harga komoditas belum begitu berpengaruh terhadap inflasi di Indonesia karena harga-harga dalam negeri diatur oleh pemerintah. Pemerintah menggunakan berbagai instrumen fiskal termasuk pajak, subsidi dan insentif untuk mengatasi kondisi ini," katanya. 

3. APBN jadi shock absorber

Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN), kata Ibrahim, menjadi bantalan dan shock absorber untuk melindungi masyarakat terhadap melonjaknya harga-harga komoditas. Sebagai contoh, pemerintah menggunakan kebijakan pelarangan ekspor dan instrumen pajak ekspor untuk menstabilkan harga minyak goreng domestik akibat meningkatnya harga CPO di pasar internasional.

Di sisi harga komoditas yang bergejolak, Indonesia mendapatkan berkah dari lonjakan harga tersebut dan ini menjadi bagian terpenting bagi pendapatan negara yang sampai saat ini bisa menopang subsidi dan konfensasi serta bisa menjaga ritme harga BBM bersubsidi, walaupun negara-negara lainnya menaikan harga BBM.

Ditengah Krisis energi saat ini, selain menambah anggaran subsidi, pemerintah juga berupaya agar penggunaan energi didalam negeri semakin efesien. Termasuk mendorong penggunaan kendaraan listrik dan itu mendapatkan banyak insentif.

"Meskipun pertumbuhan ekonomi tidak terlalu tinggi, tetapi kebijakan pemerintah dapat hadir untuk melindungi lapisan masyarakat bawah sehingga masyarakat lebih sejahtera melalui kebijakan bauran strategi yang lebih inklusif," ujarnya. 

Baca Juga: Inflasi Meksiko Juli Tembus 8,15 Persen, Subsidi Warga Dicabut

4. Proyeksi rupiah esok hari

Oleh karena itu, pemerintah mengalokasikan anggaran yang cukup besar untuk subsidi dan kompensasi enargi di tahun 2022, yakni sebesar Rp502 triliun. Meskipun, pemerintah masih memiliki nasib yang baik. Pasalnya, di tahun 2022 ini, penerimaan meningkat karena mendapat rejeki nomplok dari kenaikan harga komoditas.

Pada penutupan pasar sore ini, mata uang rupiah ditutup melemah 18 poin walaupun sebelumnya sempat melemah 25 poin di level Rp14.870 dari penutupan sebelumnya di level Rp14.853.

"Sedangkan untuk perdagangan besok, mata uang rupiah kemungkinan dibuka berfluktuatuf namun ditutup melemah di rentang Rp14.850-Rp14.910," katanya. 

Topik:

  • Hana Adi Perdana

Berita Terkini Lainnya