Pembiayaan Batu Bara Disetop, Asia Tenggara Siapkan Transisi Energi 

Transisi energi di Asia Tenggara menjadi sorotan

Jakarta, IDN Times - China, Jepang dan Korea Selatan merupakan tiga negara terbesar yang membiayai proyek energi fosil di Asia Tenggara. Aksi mitigasi iklim dengan mendorong pemanfaatan energi terbarukan telah membuat banyak negara yang semula membiayai proyek PLTU batu bara mengalihkan investasinya ke energi terbarukan.

Transformasi ini akan memberikan implikasi dan tantangan yang perlu disiasati oleh negara tujuan investasi energi fosil di kawasan Asia Tenggara.

Sebanyak 123 GW pembangkit batu bara yang beroperasi di luar China mendapat dukungan finansial ataupun dukungan Engineering, Procurement, dan Construction (EPC) dari China. Proyek energi fosil tersebut sebagian besar dibangun dalam 2 dekade terakhir.

Baca Juga: Kejar Target Bauran Energi 25 Persen, Asia Tenggara Butuh Kerja Sama

1. China tidak akan membiayai lagi pembangunan PLTU batu bara baru di luar negeri

Pembiayaan Batu Bara Disetop, Asia Tenggara Siapkan Transisi Energi potret Xi Jinping yang merupakan Presiden Tiongkok(worldfinance.com)

Pada September 2021, Presiden Xi menjanjikan untuk mendukung negara berkembang yang akan bertransisi energi ke energi terbarukan. Ia juga menyatakan bahwa China tidak akan membiayai lagi pembangunan PLTU batu bara baru di luar negeri. Sejak janji ini dikumandangkan sebanyak 12,8 GW batu bara yang semula direncanakan akan dibangun, dibatalkan.

Tidak hanya itu, beberapa perusahaan dan institusi keuangan dalam negeri China juga menghentikan pembiayaan untuk proyek batu bara. Bank of China (BOC) misalnya, tidak berhenti membiayai proyek pertambangan batu bara dan pembangkit listrik tenaga batu bara baru di luar negeri, kecuali untuk proyek-proyek yang telah menandatangani perjanjian pinjaman.

Adapula Tsingshan Holding Group, pemain utama di kawasan industri luar negeri, terutama di industri baja, mengumumkan tidak akan membangun PLTU batu bara baru di luar negeri.

2. Implementasi pembangunan hijau dalam kerangka Belt and Road Initiatives

Pembiayaan Batu Bara Disetop, Asia Tenggara Siapkan Transisi Energi Facebook / boronebeltoneroad

Analis dari Center for Research on Energy and Clean Air, Isabella Suarez, mengatakan mengungkapkan untuk pertama kalinya pernyataan Presiden Xi ini dituangkan pada kebijakan dalam negeri China. Tidak hanya itu, berkembang pula wacana untuk mengembangkan secara bersama implementasi pembangunan hijau dalam kerangka Belt and Road Initiatives.

Menurut Isabella, hal yang perlu China lakukan untuk memastikan janjinya terlaksana adalah menentukan jangka waktu dan target pencapaiannya. Di sisi lain, negara yang selama ini mendapat pembiayaan proyek energi fosil perlu memulai untuk melakukan pembatalan pembangunan PLTU batu bara.

“Selain itu perlu pula mengarahkan pembiayaan internasional ke energi terbarukan yang lebih hijau dan infrastruktur & efisiensi jaringan, serta mengimplementasi pembangunan hijau dalam Belt and Road Initiatives,” kata Isabella pada webinar berjudul Status Transisi Energi di Asia Tenggara yang diselenggarakan oleh Institute for Essential Services Reform (IESR).

Baca Juga: Pemerintah Mau Capai Emisi Nol Karbon, Selamat Tinggal PLTU Batu Bara!

3. Korea Selatan jadi negara terbesar ketiga di dunia yang membiayai proyek PLTU batu bara

Pembiayaan Batu Bara Disetop, Asia Tenggara Siapkan Transisi Energi Ilustrasi PLTU batu bara (dok. PT. PLN)

Program Lead for Climate Finance Solutions for Our Climate (SFOC), Dongjae Oh, mengatakan selain China, dan Jepang, negara Korea Selatan juga menjadi negara terbesar ketiga di dunia yang membiayai proyek PLTU batu bara. Sebanyak 87 atau setara dengan 8,7 miliar dolar AS pembiayaan hilirisasi batu bara dari Korea Selatan berada di kawasan Asia Tenggara pada periode 2011-2020.

Pada April 2022, Presiden Korea Selatan mendeklarasikan untuk menghentikan pembiayaan baru bagi proyek PLTU batu bara di luar negeri. Namun menurut Dongjae, Korea Selatan masih sangat bergantung pada energi fosil lainnya yakni minyak dan gas.

“Jika dibandingkan pembiayaan batu bara yang hanya mencapai 10 miliar dolar AS, pembiayaan minyak dan gas bisa mencapai 127 miliar dolar AS dalam jangka waktu 10 tahun,” kata Dongjae.

4. Indonesia jadi negara yang menerima pembiayaan terbesar dari Korea Selatan untuk industri minyak dan gas

Pembiayaan Batu Bara Disetop, Asia Tenggara Siapkan Transisi Energi ANTARA FOTO/Aji Styawan

Indonesia menjadi salah satu negara yang menerima pembiayaan terbesar dari Korea Selatan untuk industri minyak dan gas. Investasi ini akan membuat kawasan Asia Tenggara beralih menggunakan minyak dan gas.

Dongjae menambahkan jika hal tersebut terjadi maka kawasan Asia Tenggara akan gagal mencapai target Persetujuan Paris dengan besarnya emisi gas rumah kaca yang dikeluarkan oleh gas. Selain itu, mempertahankan energi fosil dengan penggunaan CCS hanya akan membuat harga bahan bakar fosil lebih mahal.

Seperti energi fosil umumnya, volatilitas harga akan membuat daya saing tenaga gas yang rendah dibandingkan energi terbarukan, sehingga dapat menyebabkan krisis keuangan bagi perusahaan utilitas di tingkat regional.

“Pemerintah Korea Selatan dan Asia Tenggara harus bekerja sama untuk meningkatkan penghentian pengoperasian batu bara dan mempercepat transisi ke energi terbarukan. Di lain pihak, Korea Selatan harus menghentikan dana atau investasi batu bara dan gas, mengingat harga energi terbarukan semakin murah,” kata Dongjae.

Baca Juga: Jokowi: Kita Tinggalkan Energi Fosil dan Beralih ke Energi Terbarukan

5. Indonesia didorong mampu terapkan energi terbarukan

Pembiayaan Batu Bara Disetop, Asia Tenggara Siapkan Transisi Energi Ilustrasi green energy station Pertamina. (dok. Pertamina)

Manajer Program Ekonomi Hijau IESR, Lisa Wijayani, mengatakan penghentian pendanaan terhadap energi fosil dari China dan Korea Selatan merupakan langkah konkret dalam mendukung transisi energi secara global.

“Indonesia seharusnya dapat menggunakan kesempatan ini untuk mengembangkan pembangunan energi terbarukan. Taksonomi hijau dan kebijakan terkait investasi hijau yang jelas hendaknya mampu menarik minat investor untuk mengalihkan pendanaan mereka ke sektor hijau seperti energi terbarukan,” ujarnya.

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya