Riset CDP: Perusahaan Sawit Perlu Lebih Ambisius Tekan Deforestasi

500 juta orang menggantungkan hidupnya pada hutan

Jakarta, IDN Times - Laporan terbaru dari CDP menyoroti perlunya percepatan dan peningkatan aksi perusahaan untuk menghilangkan risiko deforestasi dari pembelian atau produksi minyak sawit di Indonesia. CDP sebuah organisasi nirlaba yang menjalankan sistem pelaporan lingkungan global.

Direktur Asia Tenggara dan Oseania dari CDP, John Leung, mengatakan laporan yang berjudul "Mengukur kemajuan menuju rantai pasok minyak sawit berkelanjutan” menyoroti peran hutan sebagai penyedia sumber kebutuhan mendasar untuk mata pencaharian dan ekosistem. Sekitar 500 juta orang menggantungkan hidupnya secara langsung pada hutan.

"Terdapat kemajuan positif, di mana pada lima tahun terakhir, tingkat deforestasi pada kawasan hutan primer menunjukkan penurunan. Laporan ini mengingatkan kembali pentingnya perusahaan untuk meningkatkan ambisinya guna melanjutkan tren penurunan ini," kata Leung pada Rabu (17/8/2022).

Baca Juga: Kemnaker Terus Upayakan Kesejahteraan Bagi Pekerja Sektor Kelapa Sawit

1. Laporan pantau kemajuan perusahaan berdasarkan 15 indikator kinerja utama (IKU)

Riset CDP: Perusahaan Sawit Perlu Lebih Ambisius Tekan DeforestasiPetani sawit menanam bibit durian di Desa Binasari Kecamatan Angkola Selatan, Kabupaten Tapanuli Selatan (IDN Times/Arifin Al Alamudi)

Laporan edisi keempat ini, kata Leung, memantau kemajuan perusahaan berdasarkan 15 indikator kinerja utama (IKU) dari CDP. IKU ini dibuat berdasarkan serangkaian pengukuran yang diterima industri agar perusahaan bisa melacak kemajuan menuju masa depan hutan yang positif.

"Laporan terbaru CDP ini dapat digunakan perusahaan yang menggunakan atau memproduksi minyak sawit dari Indonesia sebagai alat untuk melacak kemajuan dalam upaya menghilangkan risiko deforestasi dari rantai pasoknya," katanya.

2. Langkah untuk melestarikan hutan penting dilakukan oleh perusahaan sawit

Riset CDP: Perusahaan Sawit Perlu Lebih Ambisius Tekan DeforestasiJulhadi Siregar, Ketua Gapoktan Sawit Maju Bersama Kecamatan Muara Batangtoru, Tapanuli Selatan (IDN Times/Arifin Al Alamudi)

Leung menambahkan, tentunya cukup menjanjikan melihat sejumlah perusahaan komoditas yang menggunakan atau memproduksi minyak sawit telah mengambil berbagai langkah penting untuk melestarikan hutan dan melindungi keanekaragaman hayati.

Laporan tersebut, kata Leung, menunjukkan bahwa perusahaan telah meningkatkan kepatuhan sekaligus meningkatkan keterlibatannya dalam rantai pasok minyak sawitnya.

"Namun, menjelang COP15 (Konferensi Keanekaragaman Hayati PBB, Montreal Desember 2022), perusahaan perlu melihat apa yang bisa mereka lakukan lebih dari sekedar mengelola rantai pasok, tapi juga apa dampak keputusan bisnisnya terhadap isu perlindungan keanekaragaman hayati meliputi penyelenggaraan proyek restorasi dan perlindungan ekosistem," papar Leung.

3. Diperlukan lebih banyak lagi perusahaan untuk mempercepat aksi ramah lingkungan

Riset CDP: Perusahaan Sawit Perlu Lebih Ambisius Tekan Deforestasiacehtrend.com

Berdasarkan temuan laporan ini, sejumlah perusahaan telah mengambil langkah penting untuk melindungi keanekaragaman hayati. Tapi, diperlukan lebih banyak lagi perusahaan untuk mempercepat aksi ramah lingkungan.

"Terutama dengan menggunakan cara yang sama untuk menangani isu keanekaragaman hayati seperti halnya perubahan iklim. Dengan pelaporan informasi melalui CDP, perusahaan dapat mendorong tingkat aksi menuju perubahan yang dibutuhkan,” katanya.

Baca Juga: Zulhas Mau Cabut Aturan DMO-DPO Kelapa Sawit, Kenapa?

4. Laporan CDP analisis data dari 167 perusahaan yang produksi atau beli sawit dari Indonesia

Riset CDP: Perusahaan Sawit Perlu Lebih Ambisius Tekan DeforestasiJulhadi Siregar, Ketua Gapoktan Sawit Maju Bersama Kecamatan Muara Batangtoru, Tapanuli Selatan (IDN Times/Arifin Al Alamudi)

Sebagai informasi, laporan ini menganalisa data dari 167 perusahaan yang memproduksi atau membeli minyak sawit dari Indonesia yang diungkapkan melalui kuesioner hutan CDP pada tahun 2021.

Laporan ini menemukan bahwa, meskipun perusahaan mengadopsi aksi yang lebih luas untuk menghilangkan risiko deforestasi dalam rantai pasoknya, diperlukan tindakan lebih lanjut untuk memperkuat kebijakan dan komitmennya.

Ini bisa dilakukan dengan mengintegrasikan isu sosial dan lingkungan, diikuti dengan target yang ambisius, terukur, serta berbatas waktu. Laporan ini juga menemukan bahwa 44 persen atau sebanyak 74 perusahaan melaporkan risiko deforestasi senilai lebih dari 18 miliar dolar AS terkait pemanfaatan atau produksi minyak sawit di Indonesia.

Akan tetapi, biaya yang dikeluarkan sebagai langkah dini untuk mengelola risiko yang dilaporkan oleh 40 persen atau sebanyak 67 perusahaan hanyalah sebagian kecil dari total nilai risiko, yaitu sebesar 656,4 juta dolar AS.

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya