Barang Impor Barang Kiriman Online di Atas Rp42 Ribu Kena Pajak

Ketentuan ini turun signifikan dibanding sebelumnya

Jakarta, IDN Times - Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memutuskan untuk mengubah ketentuan tarif impor barang kiriman lewat e-commerce. Hal ini dilakukan guna melindungi industri kecil dan menengah dalam negeri. 

Hal ini juga untuk menjawab permintaan dari beberapa asosiasi antara lain Asosiasi IKM, Masyarakat Industri, Asosiasi Pengusaha Indonesia. 

Kementerian Keuangan melakukan penyesuaian nilai pembebasan atas barang kiriman dari sebelumnya US$75 menjadi US$3 atau Rp42 ribu per kiriman untuk bea masuk. Sedangkan pungutan Pajak Dalam Rangka Impor diberlakukan normal (tidak ada batas ambang bawah/de minimis). 

Namun demikian pemerintah juga membuat rasionalisasi tarif dari semula total ± 27,5 persen - 37,5 persen (Bea Masuk 7,5 persen, PPN 10 persen, PPh 10 persen dengan NPWP atau PPh 20 persen tanpa NPWP) menjadi ± 17,5 persen (Bea Masuk 7,5 persen, PPN 10 persen, PPh 0 persen).

Direktur Jenderal Bea Cukai, Heru Pambudi mengungkapkan bahwa kebijakan ini diambil untuk menciptakan perlakuan yang adil dalam perpajakan atau level playing field antara hasil produksi dalam negeri yang produknya mayoritas berasal dari IKM dan dikenakan pajak dengan produk-produk impor melalui barang kiriman serta impor distributor melalui kargo umum yang masih banyak beredar di pasaran.

“Pertimbangan ini diambil berangkat dari masukan beberapa asosiasi IKM, Kementerian Perindustrian, asosiasi forwarder (ALFI), dan pengusaha retail atau distributor offline,” ujarnya di Kementerian Keuangan, Jakarta, Senin (23/12). 

1. Penyesuaian mempertimbangkan nilai impor yang sering dideklarasi

Barang Impor Barang Kiriman Online di Atas Rp42 Ribu Kena PajakPixabay.com/geralt

Penyesuaian de minimis value sebesar US$3 dengan mempertimbangkan nilai impor yang sering di-declare dalam pemberitahuan impor barang kiriman (CN/Consigment Note) adalah US$3,8 per CN.

Kebijakan ini juga akan diiringi dengan ketentuan impor barang e-commerce dengan menggandeng platform marketplace untuk bersinergi dengan bea cukai dalam rangka transparansi. 

"Skema ini akan memungkinkan platform marketplace mengalirkan data transaksi e-commerce ke sistem Bea Cukai secara online sehingga mampu menghilangkan praktik under invoice dan mengurangi missdeclaration dalam pemberitahuan barang kiriman," jelas Heru. 

Baca Juga: Barang Impor E-Commerce Seharga Kurang dari US$75 Bakal Kena Pajak

2. Perubahan aturan dibahas dengan melibatkan semua pihak terkait

Barang Impor Barang Kiriman Online di Atas Rp42 Ribu Kena PajakDirjen Bea dan Cukai, Heru Pambudi. IDN Times/Hana Adi Perdana.

Heru menegaskan bahwa dalam menyusun perubahan aturan ini, BKF, Pajak dan Bea Cukai telah melibatkan berbagai pihak untuk menciptakan peraturan yang inklusif serta menjunjung tinggi keadilan dalam berusaha.

“Perubahan aturan ini merupakan upaya nyata Kementerian Keuangan untuk mengakomodir masukan dari para pelaku industri dalam negeri khususnya IKM, untuk mengeliminasi kesenjangan antara produk dalam negeri yang membayar pajak dengan produk impor yang masih membanjiri pasaran Indonesia," ujarnya.

"Sehingga diharapkan dengan adanya aturan ini, fasilitas de minimis value benar-benar dapat dimanfaatkan untuk keperluan pribadi dan dapat mendorong masyarakat untuk lebih menggunakan produk dalam negeri,” tambah Heru.

3. Impor barang dari e-commerce meningkat tajam

Barang Impor Barang Kiriman Online di Atas Rp42 Ribu Kena PajakIDN Times/Arief Rahmat

Sebagai informasi, berdasarkan catatan dokumen impor, sampai saat ini kegiatan e-commerce melalui barang kiriman di tanah air mencapai 49,69 juta paket pada 2019 meningkat tajam dari sebelumnya yang hanya sebesar 19,57 juta paket pada 2018 dan 6,1 juta paket pada 2017 atau tumbuh sebesar 254 persen dibanding 2018 dan 814 persen dibandingkan 2017.

Baca Juga: Spotify hingga Netflix Bakal Disanksi jika Tak Bayar Pajak

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya