Bos Garuda Indonesia: Jangan Kaget Mendengar Maskapai Pailit

Akibat COVID-19 yang belum membaik

Jakarta, IDN Times - Industri penerbangan menjadi sektor yang paling terdampak signifikan akibat pandemik COVID-19. Jumlah penumpang menurun sangat signifikan akibat masih adanya rute yang dilarang dan penumpangnya dibatasi. Disisi lain, masih banyak masyarakat yang menahan diri untuk bepergian menggunakan si burung besi.

Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Irfan Setiaputra mengatakan, industri penerbangan mengalami periode terburuknya akibat pandemik COVID-19. Beberapa maskapai seperti Thai Ailrines, Latam, Aero Mexico juga South African Airways, menyatakan pailit. Irfan menilai hak itu tidak lagi mengagetkan.

"Kita dalam waktu ke depan kalau gak membaik ga perlu kaget mendengar maskapai kepailitan. Impact panjang karena size bisnis mereka besar juga, urusan banknya besar. Beberapa maskapai yang masih bisa bertahan tentu saja akan melakukan banyak upaya sambil menunggu situasi membaik," ujarnya dalam Indonesia Knowledge Forum (IKF) 2020 yang digelar secara virtual, Selasa (6/10/2020).

1. Garuda Indonesia alami periode terburuknya pada Mei 2020

Bos Garuda Indonesia: Jangan Kaget Mendengar Maskapai PailitIDN Times/Candra Irawan

Irfan menyampaikan bahwa perseroan mengalami kondisi terburuknya dalam sejarah penerbangan pada Mei 2020. Saat itu, jumlah penumpang Garuda Indonesia anjlok hingga 90 persen.

"Ini menjadi buruk bagi perusahaan seperti Garuda. Apalagi kita mengalami kejadian di mana kita tidak bisa menikmati masa-masa emas setiap tahun atau peak time," ucap dia.

Baca Juga: Garuda Indonesia Buka Rute Khusus Kargo Makassar-Singapura  

2. Kehilangan potensi penerimaan besar dari penerbangan umrah dan haji

Bos Garuda Indonesia: Jangan Kaget Mendengar Maskapai PailitIlustrasi. Sebagian penumpang merupakan jemaah umrah dari berbagai daerah di Kaltim. (IDN Times/Mela Hapsari)

Irfan menjelaskan, salah satu kehilangan terbesar Garuda Indonesia berasal dari penerbangan umrah dan haji. Hal itu terjadi setelah pemerintah Arab Saudi menutup kegiatan umrah dan haji sementara waktu akibat pandemik COVID-19. Ditambah lagi, Indonesia juga tidak mengirim jemaah haji tahun ini.

"Kalau dari haji saja per tahun 200 juta - 250 juta dolar AS atau setara Rp2,9 triliun sampai Rp3,7 triliun. Umrah saja menguntungkan bagi garuda dari keuntungan atau volume karena setiap tahun kita terbangkan 4 penerbangan per hari," jelas dia.

Ditambah lagi, pada libur lebaran lalu, pemerintah melarang adanya kegiatan mudik. "Sehingga Garuda dan airlines lain di Indonesia mengalami pukulan karena biasanya pas mudik menerbangkan banyak di domestik dan biasanya diperkenankan pemerintah menaikkan sedikit harga penerbangan," tambah Irfan.

3. Sektor penerbangan diharapkan mengalami perbaikan pada libur natal dan tahun baru

Bos Garuda Indonesia: Jangan Kaget Mendengar Maskapai PailitIlustrasi pesawat (IDN Times/Arief Rahmat)

BUMN penerbangan ini masih punya asa besar di akhir tahun nanti. Libur natal dan tahun baru diharapkan dapat mendongkrak bisnis maskapai. Dengan demikian, Garuda bisa tetap bertahan dan berkontribusi bagi perekonomian.

"Kita masih tunggu mudah-mudahan bisa recover proses libur natal dan tahun baru yang biasanya jadi sibuk buat Garuda. Keterpurukan ini makin berat setelah ada travel restriction di dunia dimana hampir seluruh dunia membatasi orang masuk termasuk indonesia," ujarnya.

Baca Juga: Garuda Indonesia Buka Rute Baru Manado- Jepang Khusus Kargo

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya