BPJS Kesehatan Diprediksi Bolong Rp32 Triliun Tahun Ini

Defisit ini yang terbesar dalam beberapa tahun terakhir

Jakarta, IDN Times - BPJS Kesehatan terus mengalami defisit setiap tahunnya. Suntikan dari pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian Keuangan (Kemenkeu) masih belum cukup menyelamatkan neraca keuangan BPJS. Tahun ini, BPJS dipastikan bakal kembali mengalami defisit lagi. Menteri Keuangan Sri Mulyani memperkirakan defisitnya mencapai Rp32 triliun.

"Kita juga membahas berapa bolongnya BPJS tahun ini, kalau rekomendasi BPKP semua dilakukan dia hanya dapat tambahan (injeksi) Rp5 triliun, sementara estimasi bolongnya diperkirakan Rp32 triliun tahun ini," ujarnya di Kantor DJP, Selasa (27/8) malam.

Baca Juga: Waspada Tekor BPJS Bisa Lebih Besar di 2019

1. Pembayaran pemerintah tak cukup tutupi defisit BPJS

BPJS Kesehatan Diprediksi Bolong Rp32 Triliun Tahun IniIDN Times / Auriga Agustina

Dikatakan Sri Mulyani, pembayaran yang dilakukan pemerintah kepada BPJS masih belum cukup untuk menutupi defisit. Pihaknya pun masih terus mengupayakan neraca keuangan BPJS agar tidak terus defisit.

"Pemerintah sudah bayar di muka, BPJS masih bolong. kita sedang membuat keputusan bagaimana pemerintah memberikan anggaran lagi tapi mengaddres isu secara fundamental," jelas dia.

2. Defisit BPJS tahun ke tahun

BPJS Kesehatan Diprediksi Bolong Rp32 Triliun Tahun Iniilustrasi/ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja

Adapun defisit BPJS kesehatan angkanya terus naik. Pada 2014, terjadi defisit sebesar Rp1,9 triliun. Angka itu melejit setahun kemudian menjadi Rp9,4 triliun. Kemudian pada 2016, defisitnya sempat turun ke Rp6,7 triliun. Penyebabnya, karena ada kenaikan iuran di tahun yang sama.

Angka itu melonjak hingga lagi di 2017 menjadi Rp13,8 triliun. Lalu pada 2018 kembali naik menjadi Rp19,4 triliun.

3. Banyak peserta BPJS tidak membayar tapi menikmati fasilitas kesehatan

BPJS Kesehatan Diprediksi Bolong Rp32 Triliun Tahun IniIDN Times/Yuda Almerio

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan ada sekitar 32,5 juta pekerja penerima upah (PPU) atau peserta bukan penerima upah yang menikmati layanan BPJS. Dari jumlah tersebut, sebagian besar tidak membayar iuran BPJS.

Sementara itu, BPJS juga tidak bisa memungut iuran yang ditunggak oleh peserta. Hal itu pada akhirnya membuat BPJS harus mengalami defisit lantaran pengeluaran lebih besar dibandingkan pemasukan.

"Mereka mungkin tidak membayar secara teratur mungkin sebagian besar menikmati layanan dan itu yang membuat BPJS menghadapi situasi sepeti sekarang," kata dia di Ruang Rapat Komisi XI.

Baca Juga: BPJS Kesehatan Tekor, Luhut Sebut Ada Perusahaan Tiongkok Siap Bantu

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya