Dicoret AS, Sri Mulyani Upayakan Tetap Ada Diskon Bea Masuk Dagang
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Kantor Perwakilan Perdagangan Amerika Serikat (AS) atau Office of the US Trade Representative (USTR) di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) mencabut Indonesia dari daftar negara berkembang. Pencabutan itu membuat Indonesia masuk ke dalam list daftar negara maju.
Akibatnya, Indonesia terancam tidak akan lagi bisa menikmati fasilitas Generalize System of Preference (GSP) atau keringanan bea masuk impor barang ke Amerika Serikat (AS).
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan saat ini Indonesia masih bisa menikmati fasilitas tersebut. Oleh karena itu, pemerintah bakal mengupayakan Indonesia untuk tetap menikmati insentif tersebut.
"GSP masih belum ditetapkan, jadi kita akan tetap lakukan upaya terbaik untuk tetap dapat GSP itu, dan tentu kita juga akan lihat dari sisi industri kita untuk semakin kompetitif," ujarnya saat ditemui di Kemenko Perekonomian, Jakarta, Senin (24/2).
1. Pencoretan sebagai negara berkembang membuat Indonesia dikenakan tambahan bea masuk ekspor
Sri Mulyani menjelaskan, pencoretan itu dilakukan AS lantaran mereka ingin menerapkan Countervailing Duties (CVDs) atau tambahan bea masuk yang dikenakan untuk mengimbangi efek dari subsidi yang diberikan oleh negara untuk eksportir.
Dengan pengenaan CVDs itu, maka hanya ada lima komoditas yang menikmati keringanan bea impor. Salah satu komoditas yang mendapat keringanan adalah karet.
"Jadi sebetulnya gak terlalu besar sekali pengaruhnya kepada perdagangan kita. Dan CVDs ini berbeda dengan GSP," tuturnya.
Baca Juga: AS Tetapkan RI Masuk Jadi Negara Maju, Mengapa?
2. Indonesia banyak nikmati keuntungan sebagai negara berkembang
Editor’s picks
Sebagai negara berkembang, Indonesia mendapat banyak keuntungan, salah satunya dalam menikmati keringanan bea impor. Keuntungan itu membuat Indonesia bisa meningkatkan daya saing Indonesia.
"Karena Indonesia kan selama ini sudah masuk sebagai negara berpendapatan menengah, jadi ya memang harus terus meningkatkan competitiveness kita aja. Kalau dari sisi itu kan yang selama ini menjadi pusat perhatian presiden. Produktifitas, competitiveness, connectivity, itu semua yang akan menciptakan cost of production yang lebih efisien. jadi untuk CVD saya rasa dan harap hanya spesifik mengenai CVD," tuturnya.
3. Alasan AS coret Indonesia dari daftar negara berkembang
Dilansir dari laman Malaysia The Star pada (20/2) lalu, alasan pengubahan status negara berkembang ini adalah agar lebih mudah bagi AS untuk meluncurkan penyelidikan apakah Indonesia sudah menerima subsidi ekspor dari Negeri Paman Sam. Dikhawatirkan Indonesia sesungguhnya tak lagi layak menerima subsidi itu.
AS merasa perlu melakukan itu karena panduan yang digunakan oleh Negeri Paman Sam dibuat pada 1998. Panduan tersebut dinilai tak lagi sesuai.
USTR juga mengatakan, pembaruan daftar negara mana yang maju dan berkembang ini mempertimbangkan beberapa faktor ekonomi dan perdagangan, seperti tingkat perkembangan ekonomi suatu negara dan bagian negara dari perdagangan dunia.
Sebagai contoh, USTR menganggap negara-negara dengan pangsa 0,5 persen atau lebih dari perdagangan dunia sebagai negara 'maju'. Menurut aturan 1998, ambangnya dua persen atau lebih.
Baca artikel menarik lainnya di IDN Times App. Unduh di sini http://onelink.to/s2mwkb
Baca Juga: Status Negara Berkembang Indonesia Dicabut Amerika, Ini 3 Kerugiannya