Inflasi di Periode Lebaran Rendah karena Daya Beli Masyarakat Loyo

Stimulus dari pemerintah dinilai tak efektif

Jakarta, IDN Times - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat capaian inflasi pada Mei 2020 sebesar 0,07 persen. Tingkat inflasi tahun kalender (Januari–Mei) 2020 sebesar 0,90 persen dan tingkat inflasi tahun ke tahun (year on year/yoy) sebesar 2,19 persen.

Ekonom Institute for Development of Economics (Indef) Bhima Yudistira mengatakan rendahnya capaian inflasi di periode Lebaran sangat dipengaruhi oleh permintaan yang melemah. Sebab, daya beli masyarakat menjadi loyo akibat terdampak virus corona.

"Jadi, bukan karena harga pokok stabil, tapi karena yang beli berkurang," ujarnya kepada IDN Times, pada Sabtu (6/6).

Hal itu juga tercermin dari rendahnya komponen dalam volatile food atau barang yang bergejolak. Terjadi deflasi -0,05 persen saat momentum Ramadan dan Lebaran.

"Ini anomali yang tercipta karena adanya pandemik dan pelarangan mudik. Inflasi yang rendah terjadi di komponen pakaian jadi dan alas kaki, tidak wajar apabila momen Lebaran harga pakaian jadi hanya naik 0,09 persen," kata Bhima.

Apa dampaknya ke perekonomian Indonesia bila tingkat inflasi terlalu rendah?

1. Rendahnya permintaan dari masyarakat juga tercermin pada simpanan di bank yang menurun

Inflasi di Periode Lebaran Rendah karena Daya Beli Masyarakat LoyoIDN Times

Faktor utama rendahnya permintaan bisa ditelusuri dari perilaku simpanan masyarakat. Kelas atas cenderung menyimpan uangnya di bank. Hal itu terlihat dari kenaikan angka simpanan di atas Rp5 miliar per April 2020 yang tumbuh 5 persen secara year to date.

"Itu sudah pertanda adanya perilaku saving untuk mempersiapkan skenario ekonomi yang melambat," ucap dia.

Sementara Itu, kelas menengah ke bawah dengan simpanan di bawah Rp100 juta mengalami penurunan sebesar 2 persen di periode yang sama.

"Kelas menengah bawah menarik simpanan karena adanya PHK dan penurunan daya beli secara signifikan," sambungnya.

Baca Juga: IMF: COVID-19 Sebabkan Krisis Ekonomi Terhebat Sejak Tahun 1930an

2. Stimulus dari pemerintah belum mampu pacu daya beli masyarakat

Inflasi di Periode Lebaran Rendah karena Daya Beli Masyarakat LoyoIlustrasi insentif (IDN Times/Arief Rahmat)

Bhima menambahkan, stimulus yang diberikan pemerintah belum efektif mendorong daya beli masyarakat kelas menengah dan bawah, sehingga ikut menyumbang rendahnya inflasi. Kebijakan seperti Kartu Prakerja dianggap gagal dalam menstimulus daya beli.

"Harusnya ada evaluasi uang triliunan dimasukkan ke program yang langsung di konsumsi, jangan ikut pelatihan dulu baru bisa belanja nanti habis uang tabungannya," ujarnya.

Dari sisi pasokan, para petani dan pedagang mengeluh untuk menjual bahan makanan di saat PSBB. Mereka khawatir tidak bisa masuk ke Jakarta sehingga membuat banyak petani yang urung menjual barangnya.

"Terjadi overproduksi sehingga pangan deflasi. Ini catatan untuk pemerintah bagaimana agar distribusi pangan tetap lancar selama masa PSBB," katanya.

3. Virus corona buat inflasi di periode Ramadan sangat rendah

Inflasi di Periode Lebaran Rendah karena Daya Beli Masyarakat Loyo(Ilustrasi virus corona) IDN Times/Arief Rahmat

Diberitakan sebelumnya, Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, inflasi di periode Ramadan tahun ini menjadi sangat rendah dibanding tahun-tahun sebelumnya. Tahun lalu saja, inflasi di periode lebaran mencapai 0,55 persen dan di Mei 0,68 persen.

"Kita semua menyadari situasi COVID-19 tidak pasti dan adanya kejadian itu yang menyebabkan pattern di bulan Ramadan kali ini sangat tidak biasa dan berbeda jauh dengan tahun tahun sebelumnya. Biasanya kalau Ramadan itu selalu tinggi karena permintaan tinggi tapi kali ini tidak," tutur dia.

Baca Juga: Inflasi Rendah saat Lebaran, Ini Penyebabnya

Topik:

Berita Terkini Lainnya