Janji Kampanye Jokowi Turunkan Tarif PPh Badan Sulit Diwujudkan
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Rencana Presiden Joko 'Jokowi' Widodo untuk menurunkan tarif Pajak Penghasilan (PPh) Badan dinilai akan terkendala oleh sejumlah faktor. Upaya penurunan tarif PPh Badan dinilai Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxaction Analysis (CITA) Yustinus Prastowo bukan sebagai hal yang mudah.
Pada masa kampanye, Jokowi pernah menyinggung soal keinginannya dalam menurunkan tarif PPh Badan. Kini, sebagai presiden terpilih bersama wakilnya Ma'ruf Amin hasil Pemilu 2019, Jokowi bisa mewujudkan janji kampanyenya tersebut. Namun, ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan mantan Wali Kota Solo itu untuk menurunkan sumber penerimaan negara tersebut.
1. Penurunan PPh Badan menyudutkan Kementerian Keuangan
Menurut Prasrowo, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) punya peran penting dan tanggung jawab besar dalam memastikan program pemerintah berjalan lancar. Hal itu dapat dilakukan melalui dukungan kinerja pendapatan negara, belanja negara yang produktif, manajemen pembiayaan yang baik, serta manajemen keuangan negara yang transparan, kredibel dan akuntabel.
"Akan lebih baik jika dilakukan komunikasi, evaluasi, asesmen, dan monitoring terlebih dahulu untuk memastikan apa yang sebenarnya terjadi dan sedang dilakukan," kata dia dalam keterangannya kepada IDN Times, Rabu (3/7).
2. Tarif PPh Badan Indonesia bukan yang tertinggi di ASEAN
Secara umum, lanjut Prastowo, tarif PPh Badan Indonesia bukan yang tertinggi di ASEAN. Tarif PPh Badan saat ini sebesar 25 persen, sedangkan tarif PPh Orang Pribadi tertinggi kita 30 persen (tarif progresif 5 persen - 30 persen).
Sementara itu negara lain seperti Filipina memiliki besaran PPh Badan 30 persen, Myanmar (25 persen), Laos (24 persen), Malaysia (24 persen), Thailand, Vietnam, Kamboja (20 persen), Singapura (17 persen).
3. Tarif PPh Badan tak dapat diturunkan secara ekstrem
Editor’s picks
Penurunan PPh Badan diusulkan untuk dilakukan secara perlahan. Diturunkan dari 25 persen menjadi 22 persen untuk waktu dua tahun, lalu dievaluasi tren dan pengaruhnya ke penerimaan dan investasi. Jika positif maka dapat diturunkan selanjutnya ke 18 persen.
"Namun demikian, penurunan tarif harus dilakukan dengan revisi UU Pajak Penghasilan yang akan dibahas Pemerintah dan DPR," tuturnya.
4. Penurunan PPh Badan untuk meningkatkan daya saing
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Hariyadi Sukamdani menilai, penurunan PPh Badan bisa meningkatkan daya saing bagi Indonesia. Sebab, penurunan itu dapat mendorong perputaran ekonomi di masyarakat menjadi lebih baik.
"Itu sudah diwacanakan (Presiden Jokowi) dan sudah diperhitungkan. Penurunan tarif pajak itu tren dunia, semua negara melakukan itu. Itu kan untuk meningkatkan daya saing," ujarnya saat dihubungi.
5. Penurnan PPh Badan dilakukan di momentum yang tepat
Menurut Hariyadi, penurunan tarif PPh Badan bisa dilakukan pemerintah saat momentum yang tepat. Salah satunya saat ekonomi di Tanah Air dalam kondisi solid. "Saat pertumbuhan ekonomi menunjukkan kenaikan," ungkapnya.
Selain itu, dia menilai penurunan tarif PPh Badan bisa dilakukan pemerintah secara perlahan. Upaya penurunan itu juga diharapkan dijalankan secara konsisten. "Jangan sampai dilanjutkan ke presiden-presiden berikutnya nanti malah naik lagi," tandasnya.
Baca Juga: Prabowo-Sandi: Pangkas Pajak Penghasilan untuk Tingkatkan Rasio Pajak