Omnibus Law Permudah TKA Kerja di RI, Pemerintah: Tidak untuk Buruh

Kemudahan diberikan hanya untuk ahli

Jakarta, IDN Times - Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja mendapat protes keras dari para buruh. Mereka menilai aturan tersebut merugikan. Salah satu yang mereka soroti adalah soal kemudahan Tenaga Kerja Asing (TKA) bekerja di Indonesia.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menegaskan, kemudahan yang diberikan untuk TKA bukan untuk selevel buruh, melainkan ahli atau expertis. Dalam BAB IV RUU Cipta Kerja, disebutkan bahwa perizinan TKA (Ahli) untuk keadaan darurat, vokasi, start-up, kunjungan bisnis dan penelitian untuk jangka waktu tertentu.

"Ini bukan TKA buruh, ini tenaga ahli, ini untuk expert. Kalau mesin pabrik mati, mengundang ahli ini sulit. Banyak kejadian ini malah ditangkapin. Bukan untuk buruh," kata Airlangga di The Dharmawangsa, Jakarta, Senin (17/2) malam.

Baca Juga: Guru Besar UGM: Omnibus Law, Hati-hati dan Perhatikan 3 Pilar Ini

1. Kemudahan perizinan akan diberikan pemerintah dengan berbasis pada jangka waktu izin visa

Omnibus Law Permudah TKA Kerja di RI, Pemerintah: Tidak untuk BuruhDok.pribadi

Airlangga menjelaskan, kemudahan yang diberikan pemerintah untuk tenaga ahli nantinya akan berdasarkan durasi izin yang tertera dalam visa. Itu artinya, jika durasi waktunya satu tahun, maka izinnya juga akan satu tahun.

"Nah tenaga ahli ini untuk tenaga maintenance dan yang lain di mana perizinannya dipermudah. Artinya kalau orang mendapatkan izin basisnya adalah visa, artinya kalau visanya 6 bulan ya dia bisa melakukan maintenance dan yang lain sesuai dengan visa," jelas dia.

2. RPTKA dianggap mempersulit perusahaan yang membutuhkan ekspatriat

Omnibus Law Permudah TKA Kerja di RI, Pemerintah: Tidak untuk BuruhIlustrasi tenaga kerja asing. pixabay.com

Perizinan TKA melalui Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) dinilai mempersulit perusahaan yang membutuhkan tenaga para ekspatriat. Di sisi lain, banyak orang-orang asing yang menilai perizinan itu mempersulit kegiatan bisnisnya.

"Selama ini kan orang harus bikin RPTKA, pabrik berhenti tidak bisa memanggil ekspatriat karena harus daftar dulu, ya jadi akhirnya lebih sulit. Demikian juga orang (asing) yang mau datang ke Indonesia sebagai pembeli barang, sebagai merchandiser, dia datang menggunakan visa turis begitu ketahuan dia bisa ditangkap. Jadi hal-hal seperti ini kita hapuskan," tutur dia.

3. KSPI tolak RUU Omnibus Law Cipta Kerja

Omnibus Law Permudah TKA Kerja di RI, Pemerintah: Tidak untuk BuruhBuruh menolak RUU Omnibus Law karena dianggap menghilangkan hak hak buruh (IDN Times/Prayugo Utomo)

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal geram dengan isi draf Rancangan Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja, terutama dalam klaster ketenagakerjaan.

Iqbal mengatakan, dalam draf RUU Omnibus Law Cipta Kerja, agen outsourcing diberikan ruang secara resmi oleh negara, sehingga perusahaan bisa sewenang-wenang untuk memberhentikan buruh dari pekerjaannya.

Dalam RUU Omnibus Law Cipta Kerja, perusahaan bisa melakukan kontrak kerja secara terus-menerus kepada buruh tanpa tenggat waktu yang ditentukan, sehingga tidak ada kejelasan yang pasti terkait status mereka di perusahaan.

“Pembuat atau konseptor RUU itu memberikan ruang (bagi perusahaan untuk melakukan kontrak terus-menerus) dan dibenarkan dalam konstitusi,” kata Iqbal di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, belum lama ini.

Baca Juga: Ma'ruf Amin Bantah Omnibus Law Cilaka Hapus Sertifikasi Halal

Topik:

  • Hana Adi Perdana
  • Umi Kalsum

Berita Terkini Lainnya