Pelonggaran PSBB Dinilai Bisa Pulihkan Ekonomi, Indef: Sia-Sia!
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Pemerintah masih mengkaji kebijakan Pelonggaran Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Salah satu tujuan dilonggarkannya kebijakan tersebut adalah untuk memperbaiki kegiatan ekonomi.
Namun menurut Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Tauhid Ahmad, pelonggaran PSBB hanya akan menjadi sia-sia untuk pemulihan ekonomi.
"Iya (sia-sia). Kecuali kalau PSBB dicabut ekonomi bisa balik (pulih)," kata Tauhid kepada IDN Times, Sabtu (23/5).
1. Pemulihan ekonomi tidak merata
Apabila pemerintah bersikeras untuk melonggarkan PSBB, lanjut Tauhid, ada beberapa sektor yang tidak merasakan manfaatnya. Hal itu akan mempengaruhi tingkat perbaikan ekonomi, khususnya dalam konsumsi masyarakat.
"Karena begini, kan sekarang yang masih bertahap konsumsi untuk makanan dan minuman. Tapi untuk hotel dan pariwisata, restoran, itu kan masih berat," jelas Tauhid.
"Terutama masih ada dampak sosial fisik. Tetap akan turun. Intinya relatif kecil lah," tambahnya.
Baca Juga: INDEF: Pelonggaran PSBB Tidak Berpengaruh Signifikan pada Ekonomi
2. Inflasi masih tumbuh rendah namun tetap terjaga di kisaran 3 persen
Dari sisi inflasi, pelonggaran juga tidak akan berpengaruh banyak. Saat ini saja, saat banyak masyarakat yang memadati sejumlah pusat perbelanjaan maupun pasar, Tauhid menilai dampaknya pada inflasi bulan Mei tidak akan signifikan dibanding April 2020.
Berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS), capaian inflasi pada April 2020 sebesar 0,08 persen. Secara tahun kalender, inflasinya tercatat sebesar 0,84 persen dan tahunannya sebesar 2,67 persen.
"Kemungkinan Mei nggak jauh beda. Karena persoalan daya beli rendah, PHK banyak, otomatis mempengaruhi permintaan barang. Namun masih tetap di kisaran 3 persen year on year. Secara kuartal ke kuartal (QtoQ) nggak akan beda jauh," ucap dia.
3. Skenario terburuk, ekonomi Indonesia -0,4 persen
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan skenario terberat untuk pertumbuhan ekonomi pada tahun ini yakni minus 0,4 persen. Hal itu bisa terjadi apabila pandemik COVID-19 berlangsung lama.
"BI, OJK, LPS dan Kami, memperkirakan pertumbuhan ekonomi akan turun ke 2,3 persen, bahkan skenario terlebih buruk bisa mencapai minus 0,4 persen," ujarnya.
Baca Juga: Menkeu Sri Mulyani: Dampak Virus Corona Lebih Parah dari Krisis 2008