RUU Bank Indonesia, Upaya Mengamputasi Indepedensi Lewat Reformasi

Indepedensi BI saat ini sudah dianggap pincang

Jakarta, IDN Times - Perppu reformasi sistem keuangan sedang disiapkan pemerintah. Sementara itu Dewan Perwakilat Rakyat (DPR) RI akan membantu mempercepat pembahasan RUU Bank Indonesia (BI) melalui pembahasan internal Badan Legislasi (Baleg) DPR RI.

Indepedensi BI pun kian rapuh bahkan terancam teramputasi bila kedua beleid tersebut disahkan. Saat ini saja, indepedensi BI sudah pincang sebelah akibat adanya skema burden sharing atau berbagi beban dalam penanganan COVID-19. Kebijakan itu telah diatur melalui UU Nomor 2 Tahun 2020.

Padahal indepedensi sudah BI diatur dalam UU Nomor 23 Tahun 1999 pasal 4 ayat 2 yang berbunyi bahwa Bank Indonesia adalah lembaga negara yang independen, bebas dari campur tangan pemerintah dan atau pihak-pihak lainnya, kecuali hal-hal yang secara tegas diatur dalam undang-undang ini.

Dalam UUD 1945 pasal 23D juga disebutkan bahwa negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab dan indepedensinya diatur oleh UU. Bila mengacu pada hal tersebut, maka reformasi keuangan bertentangan dengan UUD 1945.

1. Rencana pembentukan dewan moneter yang juga mengancam indepedensi BI

RUU Bank Indonesia, Upaya Mengamputasi Indepedensi Lewat Reformasiwww.bi.go.id

Melalui Perppu dan RUU BI tersebut, bank sentral akan menjadi bagian dari pemerintah sebagaimana peranannya kementerian/lembaga (k/l) yang ada saat ini. Di sisi lain dalam draf RUU BI pasal 9A dan 9B, disebutkan bahwa akan ada Dewan Moneter yang dipimpin Menteri Keuangan yang bertugas mengarahkan kebijakan moneter sejalan dengan kebijakan pemerintah di bidang perekonomian.

Ini menunjukkan BI tidak lagi secara independen menilai apakah kondisi ekonomi dapat dinyatakan terjadi instabilitas keuangan.

"Saya pribadi berharap rencana pembentukan dewan moneter tidak lagi muncul kedepannya. Pembentukan dewan moneter diyakini akan menggerus independensi Bank Sentral dan apabila itu terjadi akan berdampak negatif terhadap sektor keuangan terutama lagi ditengah kondisi krisis saat ini yang disebabkan oleh wabah COVID-19. Rencana pembentukan dewan moneter sebaiknya tidak lagi muncul dalam pembahasan di DPR," kata Direktur Riset CORE Indonesia Piter Abdullah dalam catatannya yang diterima IDN Times, Jumat (4/9/2020).

Baca Juga: Revisi UU Bank Indonesia: OJK Gagal Melakukan Fungsi Pengawasan Bank?

2. Indepedensi BI harus tetap diperahankan untuk menjaga kepercayaan pasar

RUU Bank Indonesia, Upaya Mengamputasi Indepedensi Lewat ReformasiANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

Piter meminta agar pemerintah dan DPR berhati-hati dalam melakukan amandemen, baik amandemen UU BI yang saat ini sudah masuk prolegnas strategis maupun amandemen UU OJK dan UU LPS.

Menurut Piter, pemerintah hendaknya tetap menempatkan amandemen ini untuk kepentingan jangka panjang, bukan kepentingan jangka pendek, hanya untuk mengantisipasi krisis akibat pandemik semata.

"Amandemen UU BI hendaknya (harus) tidak mengganggu gugat independen BI. Posisi BI sebagai lembaga independen harus dipertahankan untuk menjaga kepercayaan pasar baik pasar domestik maupun (terutama) pasar internasional," kata Piter.

Amandemen BI, kata dia, hendaknya ditujukan untuk memperkuat kewenangan BI tetapi di sisi lainnya juga memberi ruang kepada pemerintah dan DPR bahkan masyarakat dalam meminta akuntabilitas BI khususnya terkait kebijakan BI yang sudah diambil.

"Dengan demikian BI tetap independen dalam pengambilan kebijakan, namun lebih bertanggung jawab atau akuntabel. Penguatan aspek akuntabilitas BI ini bisa dilakukan dengan memperkuat posisi dan peran Badan Supervisi Bank Indonesia (BSBI)," tambah dia.

3. Aroma orde baru dalam amandemen UU BI

RUU Bank Indonesia, Upaya Mengamputasi Indepedensi Lewat ReformasiGubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo (Tangkapan Layar Bank Indonesia)

Aroma orde baru begitu kental dalam amandemen UU BI. Saat itu, bank sentral belum menjadi institiusi yang independen. BI masih membantu pemerintah. Dalam amandemen itu, muncul wacana untuk menambah mandat bank sentral yaitu mendorong pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja.

Ini akan membuat tugas dan fungsi BI akan serupa dengan bank sentral Amerika Serikat (The Federal Reserve/The Fed) atau bank sentral Malaysia (Bank Negara Malaysia/BNM).

Piter menyampaikan bahwa BI tetap harus dalam posisi balancing terhadap pemerintah yang secara nature akan mengejar pertumbuhan jangka pendek. "Akan lebih pas apabila fungsi BI menjaga stabilitas (inflasi) disandingkan dengan fungsi BI mengejar pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan dalam jangka panjang."

Dia mengingatkan BI tidak hanya menjaga inflasi, tetapi juga mempertimbangkan target pertumbuhan ekonomi jangka panjang. "Di atas segalanya itu, BI melaksanakan tugasnya secara independen," imbuhnyanya.

Baca Juga: Undang Kegaduhan, Ini Alasan DPR RI Revisi UU Bank Indonesia

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya