Sri Mulyani Pastikan Indonesia Bakal Resesi Kuartal 3 Ini

Kontraksi ekonomi akan berlanjut hingga akhir 2020

Jakarta, IDN Times - Menteri Keuangan Sri Mulyani mengakui ekonomi Indonesia bakal kembali negatif di kuartal III 2020. Bahkan, kontraksi ekonomi dalam negeri diperkirakan masih akan berlanjut hingga akhir tahun. Jika ramalan Sri Mulyani benar artinya Indonesia bakal resesi.

"Artinya negative teritory terjadi di kuartal III dan masih akan berlangsung di kuartal IV yang kita upayakan (pertumbuhan ekonominya) mendekati 0 persen atau positif," ujarnya dalam konferensi pers virtual APBN Kita, Selasa (22/9/2020).

1. Pemerintah optimistis ekonomi Indonesia di 2021 bangkit

Sri Mulyani Pastikan Indonesia Bakal Resesi Kuartal 3 IniIlustrasi pertumbuhan ekonomi (IDN Times/Arief Rahmat)

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini meyakini pertumbuhan ekonomi Indonesia di 2021 bakal bangkit. Pemerintah memproyeksikan pertumbuhan ekonomi dalam negeri mencapai 4,5 - 5,5 persen atau forecast 5 persen.

"Semua forecast ini tergantung bagaimana perkembangan kasus COVID-19," ucap dia.

Baca Juga: Indef: Resesi Bukan Masalah Asalkan Orang Miskin Gak Kelaparan 

2. Indonesia sudah dekat dengan resesi

Sri Mulyani Pastikan Indonesia Bakal Resesi Kuartal 3 IniIlustrasi resesi ekonomi (IDN Times/Arief Rahmat)

Pertumbuhan ekonomi Indonesia memang sudah dekat dengan jurang resesi. Pada kuartal II 2020, ekonomi domestik mencapai -5,32 persen.

Bila pada kuartal III nanti kembali mengalami kontraksi, maka dipastikan akan mengalami resesi. Resesi terjadi bila pertumbuhan ekonomi sebuah negara mengalami kontraksi atau minus dua kuartal berturut-turut.

3. Dampak resesi ke sebuah negara

Sri Mulyani Pastikan Indonesia Bakal Resesi Kuartal 3 IniIlustrasi PHK (IDN Times/Arief Rahmat)

Ekonom INDEF Bhima Yudhistira mengatakan, bila resesi ekonomi melanda Indonesia, bakal terjadi gelombang PHK besar-besaran. Hal itu bakal berimbas pada peningkatan pengangguran, penurunan pendapatan masyarakat, hingga berujung pada bertambahnya angka kemiskinan.

"Artinya daya beli tertekan. Padahal kebutuhan di tengah situasi krisis kan terus ada. Bayar listrik, air, biaya anak sekolah, sewa rumah dan cicilan motor jalan terus," paparnya.

Menurut Bhima, butuh waktu untuk menyerap kembali masyarakat yang kehilangan pekerjaan. Bahkan, tingkat pengangguran yang tinggi berpotensi menciptakan kriminalitas.

"Dampak lain adalah pelemahan nilai tukar bisa sebabkan harga barang naik tinggi khususnya yang impor," tambahnya.

Dia pun menyarankan masyarakat mengencangkan ikat pinggang sementara waktu di tengah pandemik COVID-19 ini. Di sisi lain, masyarakat juga perlu mempersiapkan dana darurat untuk kebutuhan penting.

"Tidak memboroskan belanja untuk gaya hidup. Jadi kebutuhan esensial aja yang prioritas yaitu pangan dan kesehatan," ucapnya.

Baca Juga: Pemerintah Akhirnya Realistis Sadari Indonesia Jatuh ke Jurang Resesi

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya