Stafsus Menkeu Sedih KPCDI Gugat Iuran BPJS Padahal Cuci Darah Gratis

Gugatan Perpres dilakukan oleh pasien cuci darah

Jakarta, IDN Times - Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo menyayangkan langkah yang ditempuh oleh Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI), yang menggugat Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 tentang kenaikan iuran BPJS Kesehatan jilid II ke Mahkamah Agung.

Menurut Yustinus, banyak pasien cuci darah yang memanfaatkan BPJS Kesehatan untuk layanan kesehatannya. Oleh sebab itu, dia heran mengapa KPCDI menggugat Perpres tersebut.

"Saya agak sedih yang mengajukan uji materi itu yang (komunitas) cuci darah. Mohon maaf ya, ini data DJSN rata-rata kunjungan pasien cuci darah itu setahun 55 kali. Kalau cuci darah tanpa asuransi kurang lebih Rp1 juta biayanya. Setiap tahun Rp50 juta butuhnya," ujar Yustinus dalam Ngobrol Seru bareng IDN Times, Jumat (10/7/2020).

Baca Juga: Tarif Baru BPJS Kesehatan Berlaku Hari Ini, Berikut Rinciannya 

1. Lewat BPJS Kesehatan, peserta bisa cuci darah gratis

Stafsus Menkeu Sedih KPCDI Gugat Iuran BPJS Padahal Cuci Darah GratisInfografik Klaim JKN untuk Pasien Cuci Darah (Dok. IDN Times/istimewa)

Menurut Yustinus, BPJS Kesehatan memberikan layanan kesehatan secara maksimal kepada masyarakat. Bahkan, saat mereka berobat tidak dikenakan biaya.

"Kalau (cuci darah) pakai BPJS Kesehatan kan gratis. Cuman bayar iuran bulanan," ujarnya.

Perihal gugatan tersebut, Yustinus menyerahkan keputusan kepada Mahkamah Agung. Ia menegaskan bahwa pemerintah hanya ingin memberikan pelayanan kesehatan terbaik.

"Pemerintah ingin membeirkan layanan terbaik. biar para hakim agung dengan segala kebijaksanaannya. Kita ini ada di persimpangan. Kita ingin layanan terjangkau, di sisi lain kita memikirkan suistainibility," tegas dia.

2. Kenaikan iuran BPJS Kesehatan tak memperhatikan kemampuan finansial masyarakat

Stafsus Menkeu Sedih KPCDI Gugat Iuran BPJS Padahal Cuci Darah GratisIlustrasi BPJS Kesehatan (IDN Times/Rahmat Arief)

Kuasa Hukum KPCDI, Rusdianto Matulatuwa mengatakan, kenaikan iuran BPJS jilid II ini tidak memiliki empati di saat masyarakat dilanda pandemik COVID-19. Masyarakat, kata dia, saat ini banyak yang tidak mampu secara finansial.

"Jelas ini merupakan suatu ketidak-adilan dan kenaikan itu tidak sesuai dengan apa yang dimaknai di dalam Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan Undang-Undang BPJS," ungkap Rusdianto.

Menurutnya, menggugat perpres itu menjadi hal yang wajib dilakukan sebagai bentuk perlawanan hukum. Selain itu, melalui gugatannya, KPCDI akan menguji apakah kenaikan iuran BPJS Kesehatan sudah sesuai dengan tingkat perekonomian masyarakat di tengah pandemik virus corona atau belum.

"Saat ini kan terjadi gelombang PHK besar-besaran, tingkat pengangguran naik, daya beli masyarakat juga turun. Harusnya pemerintah mempertimbangkan kondisi sosial ekonomi warganya, bukan malah menaikan iuran secara ugal-ugalan," tutur dia lagi.

3. Akar permasalahan BPJS Kesehatan adalah tata kelola keuangan yang buruk

Stafsus Menkeu Sedih KPCDI Gugat Iuran BPJS Padahal Cuci Darah GratisKebijakan kenaikan tarif iuran BPJS Kesehatan (IDN Times/Rahmat Arief)

Rusdianto menambahkan, menaikkan iuran BPJS Kesehatan tidak akan menyelesaikan permasalahan. Sebab, akar utama permasalahannya adalah manajemen dan tata kelola BPJS Kesehatan yang diabaikan. Poin itu, kata Rusdianto, sudah disampaikan oleh hakim agung dalam putusan gugatan Perpres Nomor 75 Tahun 2019.

"Padahal BPJS sudah berulang kali disuntikkan dana, tapi tetap defisit. Untuk itu perbaiki dulu internal manajemen mereka, kualitas layanan, barulah kita berbicara angka iuran. Karena meski iuran naik tiap tahun, kami pastikan akan tetap defisit selama tidak memperbaiki tata kelola menajemen," kata Rusdianto melalui keterangan tertulis.

Adanya defisit keuangan di dalam tubuh BPJS Kesehatan juga diamini oleh staf khusus Menteri Keuangan, Yustinus Prastowo. Dalam cuitannya pada pekan lalu di media sosial, Yustinus menyebut, defisit keuangan BPJS Kesehatan mencapai Rp27,4 triliun. Hal itu disebabkan adanya ketidakpatuhan pembayaran iuran dari peserta kelas I dan II.

Baca Juga: Iuran Naik Lagi, 50 Ribu Warga Miskin Simalungun Kehilangan BPJS

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya