Survei IPB: Mayoritas Pekerja dan Pencari Kerja Setuju RUU Cipta Kerja

Namun masih ada beberapa catatan terkait regulasi

Jakarta, IDN Times - Hasil Survei Departemen Statistika Institut Pertanian Bogor (IPB) dan Cyrus Network mencatat bahwa sebagian besar pekerja dan pencari kerja di Indonesia cenderung tidak menolak RUU Cipta Kerja yang sedang dirancang DPR dan pemerintah. Hal ini terlihat dari tingginya angka persetujuan para pekerja dan pencari kerja terhadap maksud dan tujuan dari RUU Cipta Kerja. 

Sebanyak 86 persen pekerja dan pencari kerja menyatakan setuju bahwa RUU Cipta Kerja dimaksudkan untuk menciptakan pekerjaan seluas-luasnya. Khusus pada pencari kerja, angka ini melonjak sampai 89 persen. 

Survei yang dilakukan pada 2-7 Maret 2020 ini diadakan di 10 kota besar Indonesia yakni Medan, Pekanbaru, Palembang, Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Banjarmasin, dan Makassar melibatkan 400 responden . Dari tiap kota, diambil 40 responden yang terbagi rata antara pekerja dan pencari kerja.

1. Para pekerja dan pencari Kerja setuju bahwa RUU Ciptaker bisa perbaiki regulasi

Survei IPB: Mayoritas Pekerja dan Pencari Kerja Setuju RUU Cipta KerjaIlustrasi pekerja atau buruh pabrik. (IDN Times/Zainul Arifin)

Para Pekerja dan Pencari Kerja juga setuju bahwa RUU ini ditujukan untuk memperbaiki regulasi yang menghambat investasi (82,2 persen), mempermudah perizinan berusaha (90,2 persen), serta mempermudah pendirian usaha untuk Usaha Mikro dan Kecil/UMK (86,4 persen). 

Pekerja dan Pencari Kerja juga memberikan persetujuan yang sangat tinggi pada beberapa regulasi baru yang diatur oleh RUU Cipta Kerja. Sebanyak 95,4 persen setuju bahwa dalam regulasi baru nantinya dalam pemberian pesangon perusahaan wajib memberikan penghargaan lain sesuai dengan masa kerja pekerja. 

“Baik pekerja maupun pencari kerja tidak ada yang against dan dapat dikatakan semua setuju,” kata Guru Besar Statistika IPB, Khairil Anwar Notodiputro dalam video conference, Jumat (17/4). 

Baca Juga: Ini Lho Poin-Poin Omnibus Law Ciptaker yang Didemo Buruh

2. RUU Ciptaker masih memiliki tantangan terkait isu negatif

Survei IPB: Mayoritas Pekerja dan Pencari Kerja Setuju RUU Cipta KerjaDemo buruh di Semarang menolak RUU Cipta Kerja. IDN Times/Fariz Fardianto

Khairil menyampaikan bahwa para pekerja dan pencari kerja juga memiliki pendapat yang positif terhadap RUU Cipta Kerja. Sebanyak 81,2 persen responden percaya bahwa RUU ini nantinya dapat mendorong produktivitas pekerja.

RUU ini juga dianggap pro terhadap pertumbuhan ekonomi (64 persen), pro terhadap penciptaan lapangan kerja (72 persen), pro terhadap Investasi (83,5 persen), serta pro Usaha Menengah Kecil (58,9 persen). 

Kendati mendapat persetujuan yang tinggi dan pendapat yang positif, RUU Cipta Kerja masih memiliki tantangan terkait isu negatif dan rumor yang berkembang. Meski yang tidak percaya lebih banyak (55,1 persen), namun masih ada 41,1 persen responden yang masih percaya bahwa RUU Cipta Kerja bisa membuat pekerja bisa dikontak seumur hidup. 

Sebanyak 36,5 persen responden juga masih percaya RUU ini bisa membuat pengusaha bisa memberhentikan karyawan kapanpun (62 persen responden tidak percaya). 

3. Mayoritas responden setuju bahwa daya saing investasi Indonesia masih payah

Survei IPB: Mayoritas Pekerja dan Pencari Kerja Setuju RUU Cipta KerjaIlustrasi investasi. (IDN Times/Mia Amalia)

Sementara itu, 80,8 persen responden juga menilai daya saing investasi di negara kita masih kalah jika dibandingkan dengan negara lain. “Baik pekerja maupun pencari kerja mayoritas setuju bahwa daya saing investasi di Indonesia lebih rendah dibading negara-negara tetangga,” kata Khairil.

Khairil menambahkan, publik menilai pemerintah perlu memperbaiki regulasi yang menghambat masuknya investasi ke Indonesia. “Sebesar 92,8 persen responden mengaku setuju pemerintah perlu memperbaiki regulasi yang menghambat untuk memperbanyak investasi,” ucapnya.

Sebanyak 82,2 persen responden juga mengaku setuju bahwa RUU Cipta Kerja yang saat ini sedang dibahas Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bertujuan untuk memperbaiki regulasi yang menghambat investasi.

Baca Juga: Omnibus Law Ciptaker Tetap Dibahas di Tengah COVID-19, Ini Alasannya 

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya