Tolak Tax Amnesty Jilid II, Pengamat: Ini Bakal Jadi Preseden Buruk

Melukai rasa keadilan para Wajib Pajak (WP) yang patuh

Jakarta, IDN Times - Menteri Keuangan Sri Mulyani memunculkan wacana untuk membuat program pengampunan pajak atau tax amnesty jilid II. Rencana itu muncul atas beberapa masukan dari para pelaku usaha. Namun, program tax amnesty jilid II masih dalam tahap pertimbangan dan restu dari Presiden Jokowi. Jika memungkinkan, bisa saja program tersebut direalisasikan.

Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (Cita) Yustinus Prastowo menilai program tersebut malah menjadi bumerang bagi pemerintah. Bahkan memberikan efek psikologi mendorong masyarakat tak patuh pajak.

"Hal ini juga akan melukai rasa keadilan bagi yang sudah ikut tax amnesty dengan jujur, bagi yang selama ini sudah patuh. Dan akan jadi preseden buruk karena menciptakan efek psikologi bahwa 'Saya lebih baik tidak patuh karena akan ada tax amnesty'," ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima IDN Times, Sabtu (3/8).

Dalam literatur kebijakan ekonomi hal semacam itu disebut sindrom permanent tax amnesty. Hal itu  pernah terjadi di Argentina.

1. Tolak tax amnesty jilid II

Tolak Tax Amnesty Jilid II, Pengamat: Ini Bakal Jadi Preseden Burukpexels/rawpi.comxel

Dengan alasan tersebut, Yustinus secara tegas menolak program tax amnesty jilid II. Menurutnya, hal ini bukan langkah yang baik dalam perpajakan.

"Kami tidak setuju dan menolak tegas wacana tax amnesty “jilid 2” sebagaimana beredar dan diwacanakan, oleh siapa pun," katanya.

Baca Juga: Waketum Kadin: Setelah Tax Amnesty, Pengusaha Harus Dibimbing

2. Pemerintah harusnya fokus dalam reformasi perpajakan

Tolak Tax Amnesty Jilid II, Pengamat: Ini Bakal Jadi Preseden BurukANTARA FOTO/Nova Wahyudi

Lebih lanjut, Yustinus mengungkapkan, pemerintah seharusnya fokus membantu Direktorat Jenderal Perpajakan (Ditjen Pajak) dalam melakukan reformasi perpajakan dan penegakan hukum yang terukur, objektif, dan fair.

Dia mengatakan saat ini, pemetaan dan profil wajib pajak sudah dapat dibuat berdasarkan klasifikasi risiko tinggi, sedang, dan rendah. Wajib pajak yang selama ini sudah patuh atau sudah ikut tax amnesty dengan jujur masuk kategori risiko rendah, sedangkan di luar itu masuk kategori risiko sedang dan tinggi sesuai kondisi kepatuhannya.

"Merekalah yang menjadi sasaran pembinaan (risiko sedang) dan penegakan hukum (risiko tinggi). Dengan kata lain, peta jalan setelah tax amnesty adalah keterbukaan informasi dan penegakan hukum," tuturnya.

3. Perkuat sistem perpajakan di Tanah Air

Tolak Tax Amnesty Jilid II, Pengamat: Ini Bakal Jadi Preseden Burukerakini.com

Di samping itu, Yustinus menyarankan pemerintah agar lebih fokus dalam memperkuat sistem perpajakan di dalam negeri. Di antaranya adalah dengan menyempurnakan regulasi, memperbaiki administrasi, meningkatkan pelayanan, dan konsisten melakukan pengawasan kepatuhan.

"Kebutuhan akan sistem perpajakan yang kuat, kredibel, dan akuntabel sehingga menghasilkan penerimaan yang optimal dan sustain jauh lebih penting dan mendesak ketimbang terus berkompromi dengan kelompok dan pihak yang memang sejak awal tidak punya niat untuk patuh dan terbiasa menjadi penumpang gelap republik ini," tuturnya.

Baca Juga: Tax Amnesty Jilid I Belum Sesuai Target, Pemerintah Wacanakan Jilid II

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya