5 Fakta Bengkaknya Biaya Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung

Biayanya bengkak dari Rp86,21 triliun jadi Rp113,62 triliun

Jakarta, IDN Times - Pembengkakan biaya konstruksi (cost overrun) proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) sebesar 1,93 miliar dolar AS  Rp27,43 triliun (kurs Rp14.215 per dolar AS) menjadi sorotan publik. Biaya proyek ini bengkak menjadi US$8 miliar atau setara Rp113,72 triliun dari estimasi awal sebesar US$6,07 miliar atau sekitar Rp86,28 triliun (kurs Rp14.215 per dolar AS).

Proyek kerja sama dengan China ini kian menjadi sorotan setelah pemerintah mengizinkan pendanaan proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung menggunakan APBN.

Hal itu setelah terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 93 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 107 Tahun 2015 tentang Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat Antara Jakarta dan Bandung.

Seperti apa kronologinya? Berikut ini adalah lima fakta pembengkakan biaya proyek kereta cepat Jakarta-Bandung.

Baca Juga: 5  Fokus Pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Bandung yang Sudah 79 Persen

1. Awalnya Indonesia akan bekerja sama dengan Jepang, bukan China

5 Fakta Bengkaknya Biaya Proyek Kereta Cepat Jakarta-BandungPengerjaan proyek trase KCJB di KBB. (IDN Times/Bagus F)

Dilansir ANTARA, awalnya Jepang sudah terlebih dahulu melakukan studi kelayakan tahap pertama untuk proyek ini dan menyerahkan proposal kepada pemerintah. Menurut data Bappenas, dari proposal Jepang diketahui biaya pembangunan rel dan kereta cepat sebesar 6,2 miliar dolar AS.

Setelahnya, China melakukan studi kelayakan dan mengajukan proposal yang menyatakan kebutuhan investasi untuk pembangunan rel dan kereta cepat sebesar 5,5 miliar dolar AS, lebih murah daripada Jepang.

2. Indonesia mau skema pendanaan B2B

5 Fakta Bengkaknya Biaya Proyek Kereta Cepat Jakarta-BandungDok.IDN Times/Istimewa

Pemerintah kala itu, memutuskan bahwa proyek bernilai puluhan triliun rupiah ini hanya bisa dilaksanakan dengan skema "business to business", tanpa menggunakan anggaran negara, jaminan, atapun Penyertaan Modal Negara (PMN).

Padahal dari Jepang awalnya menggunakan skema bantuan antarpemerintah, dengan syarat adanya jaminan dari anggaran pemerintah Indonesia.

"Kita sampaikan pendekatan kereta cepat ini adalah b to b. Itu yang menyebabkan kita merasa model bisnis itu yang bisa menawarkan adalah Tiongkok," ujar Menteri PPN kala itu, Sofyan Djalil pada 30 September 2015.

Baca Juga: Jokowi Tunjuk Luhut Pimpin Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung

3. Proyek KCJB sebelum bengkak sebesar Rp86,21 triliun

5 Fakta Bengkaknya Biaya Proyek Kereta Cepat Jakarta-BandungIDN Times/Hana Adi Perdana

Pada 2017, Indonesia dan China menyepakati Facility Agreement Pembiayaan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat Jakarta-Bandung di Beijing, China. Kesepakatan itu antara PT KCIC dan China Development Bank (CDB).

Jokowi hadir dalam penandatanganan kesepakatan tersebut, begitu juga Presiden China Xi Jinping. Proyek ini menjadi salah satu dari rangkaian Belt Road Initiative (BRI) China, atau yang lebih dikenal sebagai One Belt One Road (OBOR).

Kebutuhan investasi proyek KCJB sebelum terjadi pembengkakan ialah sebesar 6,07 miliar dolar AS atau setara Rp86,28 triliun (kurs Rp14.215 per dolas AS).

Baca Juga: Fakta-Fakta Kereta Cepat Jakarta-Bandung, Proyek OBOR China di RI

4. Proyek KCJB kini membengkak hingga Rp113,62 triliun

5 Fakta Bengkaknya Biaya Proyek Kereta Cepat Jakarta-BandungIDN Times/Hana Adi Perdana

Pada rapat dengar pendapat (RDP) antara PT KAI dengan Komisi VI DPR RI tanggal 1 September 2021 lalu, Direktur Utama KAI, Didiek Hartantyo mengatakan 75 persen kebutuhan investasi bersumber dari CDB, yakni 4,55 miliar dolar AS atau setara Rp64,67 triliun (kurs Rp14.215 per dolar AS).

"Nilai 6,07 miliar dolar AS itu, komposisi sumber dananya adalah 75 persen dari pinjaman China Development Bank, kemudian 25 persen berasal dari equity dari KCIC," kata Didiek dalam RDP yang disiarkan melalui kanal Youtube Komisi VI DPR RI.

Saat ini, anggaran proyek KCJB diperkirakan membengkak jadi 8 miliar dolar AS atau setara Rp113,72 triliun.

5. RI masih tunggu hasil audit BPKP soal pembengkakan biaya ini

5 Fakta Bengkaknya Biaya Proyek Kereta Cepat Jakarta-BandungIlustrasi neraca perdagangan. (IDN Times/Mardya Shakti)

Staf Khusus Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Arya Sinulingga menegaskan bakal menunggu hasil audit dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) sebelum meminta anggaran dari pemerintah untuk melanjutkan pembangunan KCJB.

"Gak ada namanya angka bisa muncul secara clear berapa bantuan yang akan kami minta dari pemerintah. Jadi, audit dulu oleh BPKP, hasil auditnya dari sanalah kita akan dapat angka yang sebenarnya yang dibutuhkan," tutur Arya, dalam keterangannya kepada media, Selasa (12/10/2021).

Adapun, audit yang dilakukan oleh BPKP tersebut diharapkan Kementerian BUMN bisa selesai sebelum 2021 berakhir.

"Jadi, tanpa audit ini (permintaan anggaran) itu nggak akan dilakukan. Nah, makanya audit ini kami harapkan akan selesai sampai Desember 2021," ujar Arya.

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya