Anggota Komisi XI DPR Minta DJKN Cermati Pengalihan Aset dari BLBI
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Anggota Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun meminta Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencermati praktik patgulipat obligor atau permainan obligor maupun debitur Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dalam menguasai aset yang sebenarnya telah disita pemerintah.
"Biasanya obligor maupun debitur BLBI menggunakan pihak lain sebagai kendaraan untuk kembali menguasai aset yang pernah dirampas negara," ujar Misbakhun dalam keterangan tertulis, Rabu (26/1/2022).
1. Pemilik lama tidak boleh miliki lagi aset yang disita
Legislator Golkar itu menjelaskan ada skema Master Settlement and Acquitition Agreement (MSAA) dan Master Refinancing and Note Issuance Agreement (MRNIA) untuk mengembalikan aset negara dalam rangka penyelesaian perkara BLBI.
Untuk itu, Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) telah menyita berbagai aset dari obligor dan debitur BLBI. Setelah BPPN dibubarkan, berbagai sitaannya diserahkan ke Perusahaan Pengelola Aset (PPA).
“Sudah jelas ketentuannya bahwa tidak boleh pemilik lama itu menjadi pemilik kembali dari aset, tetapi proses vehicling terjadi,” katanya.
Baca Juga: Kemenkeu Ungkap Modus Pegawai DJKN Palsukan Surat Aset Jaminan BLBI
2. Contoh kasus aset yang kembali dimiliki meski telah disita
Editor’s picks
Mantan pegawai Direktorat Jenderal Pajak itu mencontohkan sebuah pabrik tekstil di Solo, Jawa Tengah, yang sebelumnya disita untuk pemulihan aset negara. Ternyata, pemilik lama bisa memiliki pabrik itu lagi.
“Bagaimana mungkin setelah dibeli oleh seorang notaris, kembali kepada pemilik lamanya. Kalau pemerintah mau menuntut, itu bisa,” ujar Misbakhun.
3. Pemerintah sudah guyur BLBI Rp600 triliun
Wakil rakyat asal Daerah Pemilihan II Jawa Timur itu menegaskan negara mengeluarkan banyak uang untuk BLBI. Sebab, dana BLBI yang dikucurkan mencapai Rp600 triliun. “Menurut saya, perhatian yang lebih serius harus ditujukan ke soal itu,” ujar Misbakhun.
Ia menambahkan pemerintah dan BI masih menanggung beban pengucuran BLBI tersebut. Selain itu, pemerintah juga belum melunasi obligasi rekap ke BI yang bunganya 0,01 persen.
“BI tidak bisa melakukan upaya-upaya lain selain menjadikan itu lindung nilai. Ini masalah yang sangat serius berkaitan beban utang kita,” katanya.
Baca Juga: Harus Selesai 2023, Dana BLBI yang Dikemplang Baru Terkumpul 14 Persen