Apa Itu Investasi Lump Sum? Ini 5 Tips bagi Kamu yang Mau Coba

Cocok buat kamu yang gak mau repot, tapi cek risikonya ya

Jakarta, IDN Times - Investasi dapat dilakukan dengan berbagai metode. Selain dengan cara cost averaging atau secara berkala, investasi bisa juga dilakukan dengan cara lump sum atau sekali bayar. Dilansir dari Lifepal, istilah lump sum merupakan istilah universal yang menggambarkan cara pembayaran secara tunggal, atau sekali bayar.

Beberapa instrumen investasi seperti deposito, obligasi, sukuk, atau pendanaan P2P lending juga hanya bisa dibeli dengan cara lump sum, dan tidak bisa dibeli dengan cara berkala. Namun sejatinya, lump sum bisa digunakan untuk instrumen apapun baik itu saham, reksa dana, hingga emas sekali pun.

Apa saja yang harus diperhatikan sebelum kita memutuskan untuk berinvestasi secara lump sum bagi pemula? Berikut lima tipsnya dari Lifepal.

1. Cocok buat kamu yang belum disiplin berinvestasi

Apa Itu Investasi Lump Sum? Ini 5 Tips bagi Kamu yang Mau Cobailustrasi investasi (IDN Times/Aditya Pratama)

Dalam perencanaan keuangan, nilai dari saving ratio (rasio menabung) yang ideal minimal adalah 10 persen dari penghasilan bulanan. Namun, menyisihkan uang 10 persen dari penghasilan per bulan bagi seorang investor pemula atau yang belum pernah berinvestasi, tentu akan menjadi hal yang cukup berat.

Satu kelebihan dari investasi lump sum adalah, kamu tidak perlu lagi mengeluarkan uang per bulan untuk menyetorkan uang untuk berinvestasi. Hanya dengan sekali bayar, maka kamu pun hanya perlu menunggu hingga jatuh tempo. Atau hingga memasuki waktu di mana instrumen investasinya sudah harus dicairkan.

Baca Juga: 5 Jenis Investasi yang Cocok untuk Kamu dengan Modal Minim

2. Kurang menguntungkan dengan modal kecil

Apa Itu Investasi Lump Sum? Ini 5 Tips bagi Kamu yang Mau Cobailustrasi uang (IDN Times/Umi Kalsum)

Semakin besar modal investasi yang kamu setor dengan cara lump sum, semakin besar pula keuntungan yang didapat. Namun, jika kamu hanya menggunakan modal kecil atau terbatas, maka makin kecil pula imbal hasilnya. Dengan imbal hasil kecil, besar kemungkinan investasi yang kamu lakukan tidak bisa memenuhi tujuan finansial kamu ke depan.

Contoh, kamu berinvestasi di surat berharga negara ORI018 yang memiliki kupon imbal hasil 5,7 persen per tahun dan pajak final 15 persen. Maka dengan modal Rp10 juta, kamu akan menerima keuntungan bersih Rp Rp47.500 per bulan. Sementara itu, jika kamu meletakkan Rp20 juta, keuntungan bersihnya adalah Rp95 ribu per bulan.

Eits, sebagai catatan, semakin besar modal, maka semakin besar potensi risiko yang kamu alami ke depan.

Apabila kamu menjualnya di pasar sekunder dan mengalami capital loss, maka kerugian capital loss yang dialami makin besar. Bila kamu membeli surat utang negara dengan modal Rp10 juta, dan menjualnya sebesar 95 persen dari harga nominal yang ditentukan penerbit obligasi (harga par) di pasar sekunder karena nilai obligasi sedang turun, maka kamu akan mengalami kerugian capital loss sebesar Rp500 ribu.

Sedangkan apabila modal awalnya Rp20 juta dan penjualannya 95 persen dari harga par, maka capital loss yang kamu terima bisa mencapai Rp1 juta.

3. Jika mau lump sum pilih instrumen pendapatan tetap yang rendah risiko

Apa Itu Investasi Lump Sum? Ini 5 Tips bagi Kamu yang Mau CobaIlustrasi Investasi. (IDN Times/Aditya Pratama)

Imbal hasil dalam investasi sejatinya bisa dibedakan menjadi dua jenis. Yang pertama adalah capital gain, atau meningkatnya nilai atau harga sebuah instrumen investasi dan yang kedua adalah imbal hasil yang bersifat pendapatan tetap.

Disebut pendapatan tetap karena instrumen keuangan tersebut menyediakan pembayaran bunga berkala kepada investor, dan pengembalian pokok pada saat jatuh tempo.

Beberapa instrumen investasi yang bisa memberikan pendapatan tetap dan umum dimiliki investor retail adalah deposito dan surat utang negara atau swasta, baik yang berupa obligasi maupun sukuk.

Bila kamu pemula atau belum pernah berinvestasi, maka deposito yang disediakan bank merupakan simpanan yang dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), sementara itu surat utang negara seperti ORI, jaminannya sudah tertera di Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2002 tentang Surat Utang Negara.

Perlu diingat, risiko capital loss mungkin akan ada jika kamu berniat menjual surat berharga tersebut di pasar sekunder. Namun jika kamu memilih untuk menahannya hingga masa jatuh tempo, kamu akan terbebas dari risiko tersebut.

Hindari melakukan lump sum dalam jumlah besar di instrumen investasi tinggi risiko seperti saham. Bayangkan saja, jika kamu melakukan pembelian saham secara lump sum dalam jumlah besar, potensi terjadinya capital loss tentu akan lebih besar mengingat fluktuasi saham dalam jangka pendek cukup tinggi.

Baca Juga: Investasi sejak Masih Sekolah, Apa yang Harus Diperhatikan?

4. Lump sum lebih cocok untuk investasi jangka pendek hingga menengah

Apa Itu Investasi Lump Sum? Ini 5 Tips bagi Kamu yang Mau Coba(IDN Times/Arief Rahmat)

Investasi lump sum tentu lebih cocok digunakan kamu untuk memenuhi kebutuhan jangka pendek hingga menengah. Sebut saja untuk periode investasi di bawah lima tahun, seperti untuk persiapan menikah, membayar uang muka pembelian rumah, beribadah ke Tanah Suci, renovasi rumah, dan lainnya.

Ada alasan kuat mengapa pemula tak disarankan berinvestasi dengan teknik lump sum untuk kebutuhan jangka panjang, seperti untuk memenuhi dana pensiun atau kebutuhan pendidikan anak ke jenjang yang tinggi.

Kebutuhan akan dana pensiun di masa tua maupun pendidikan anak untuk jenjang tinggi tentu tidaklah kecil. Angka tersebut bisa saja menyentuh miliaran rupiah.

Anggap saja, Pak Robert yang berusia 30 tahun memutuskan untuk pensiun di usia 50 tahun dengan total kebutuhan biaya hidup sebesar Rp5 miliar, yang sudah dihitung berdasarkan inflasi. Jika dia memutuskan untuk berinvestasi dengan lump sum untuk saat ini, maka dia harus menyetor uang sebesar Rp1,55 miliar ke instrumen investasi dengan imbal hasil 6 persen per tahun.

Melakukan lump sum untuk investasi jangka panjang tentu berpotensi mengurangi ketersediaan aset lancar (uang tunai yang tersedia) seseorang dalam jumlah besar.

5. Sebelum berinvestasi, hitung target dana yang dibutuhkan dengan investasi lump sum

Apa Itu Investasi Lump Sum? Ini 5 Tips bagi Kamu yang Mau CobaIlustrasi investasi. (IDN Times/Mia Amalia)

Sebelum kamu melakukan pembelian suatu instrumen investasi dengan cara lump sum, maka hitunglah terlebih dulu untuk kebutuhan dana kamu di masa depan. Kamu bisa menggunakannya dengan metode future value.

Dalam contoh kasus Pak Robert yang dijabarkan di poin sebelumnya, Pak Robert sudah melakukan perhitungan akan kebutuhan uang yang dibutuhkan di masa depan terlebih dulu, yakni sebesar Rp5 miliar.

Baca Juga: Takut Investasi Bodong? Coba Investasi di Sukuk Ritel SR013

Topik:

  • Anata Siregar
  • Bayu Aditya Suryanto

Berita Terkini Lainnya