Aprindo Sebut PHK di Sektor Ritel Bisa Bertambah, Ini Penyebabnya

Ada 3 faktor utama kenapa PHK masih bisa terjadi

Jakarta, IDN Times - Pemutusan hubungan kerja (PHK) karyawan di sektor ritel terancam bertambah. Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Mandey menyebut, potensi PHK masih bisa terjadi di tengah pandemik COVID-19 yang belum berkesudahan ini.

"Dari pekerja ritel sebanyak empat juta orang, hingga awal pandemik hingga saat ini sudah ada sekitar 10 ribu karyawan yang terpaksa di PHK dan berpotensi bertambah," kata Roy kepada IDN Times, Rabu (9/9/2020).

Ada beberapa faktor yang bisa membuat PHK di sektor ritel masih mungkin terjadi.

Baca Juga: Korban PHK dan Ibu Rumah Tangga Bisa Dapat Rp10 Juta, Ini Syaratnya!

1. Kredit korporasi yang belum cair

Aprindo Sebut PHK di Sektor Ritel Bisa Bertambah, Ini PenyebabnyaIlustrasi kredit (IDN Times/Arief Rahmat)

Pada 29 Juli 2020, pemerintah resmi mengalokasikan dana Rp100 triliun lewat 15 bank himbara dan umum sebagai penyalur, dan memberikan jaminan kredit kepada korporasi non-UMKM dengan nilai Rp10 miliar hingga Rp1 triliun, lewat Lembaga Penjaminan Ekspor Indonesia (LPEI) atau Indonesia Eximbank dan PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PII).

Namun menurut Roy, kredit ini belum dikucurkan pemerintah hingga saat ini dengan alasan klasik dari bank penyalur, bahwa belum ada pedoman petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis.

"Kami sangat berharap korporasi kredit supaya dapat dicairkan sehingga tidak PHK, dapat membayar atau restruktur kredit komersial yang masih dibayarkan peritel sebesar 12-14 persen, serta dapat meneruskan operasional toko," ujar Roy.

Kredit korporasi sebagai rangkaian alokasi pemulihan ekonomi nasional (PEN), sangat diperlukan untuk membantu arus kas perusahaan karena masyarakat saat ini cenderung menahan belanja, dan sebagian besarnya karena terdampak daya beli. Jika tidak mendapat realisasi kredit korporasi, maka pengusaha terpaksa membayar kredit komersial dengan modal.

"Lama-lama modal yang seharusnya dipakai untuk ekspansi gerai, akhirnya tersedot operasional dan peritel akan tutup karena lebih besar pasak dari tiang, dampaknya PHK. Kedua, masyarakat tidak dapat memenuhi kebutuhan pokok sehari-sehari, dan ketiga penciptaan nilai konsumsi akan berkurang," kata Roy.

2. Jam usaha ritel dan mal yang masih dibatasi

Aprindo Sebut PHK di Sektor Ritel Bisa Bertambah, Ini PenyebabnyaMatahari Department Store (IDN Times/Anata)

Beberapa usaha ritel seperti mal kini masih dibatasi jam bukanya karena kekhawatiran akan penyebaran COVID-19. Roy menyebut, pembatasan jam tersebut juga berdampak pada pengurangan shif kerja karyawan dan berujung pada PHK.

Roy mengklaim, ritel telah sigap menerapkan protokol kesehatan seperti jaga jarak, cek suhu tubuh, pemakaian disinfektan, penyediaan sanitizer, pemakaian pelindung diri para pekerja, dan lain-lain.

"Sudah dipastikan tidak ada klaster baru di ritel karena protokol yang kita jalankan, tapi masih ada pemda yang mengunci ritel ikut sebagai kontributor penyebaran COVID-19. Kita harap ritel dapat buka 10-12 jam di berbagai daerah supaya ekonomi bergerak," ucap Roy.

3. Bantuan tunai kepada masyarakat

Aprindo Sebut PHK di Sektor Ritel Bisa Bertambah, Ini PenyebabnyaIlustrasi (IDN Times/Ita Malau)

Aprindo mendukung langkah pemerintah dalam menggerakan sektor perekonomian dengan memberikan bantuan tunai. Roy menilai, bantuan tunai ini lebih bermanfaat untuk menghidupkan konsumsi rumah tangga, alih-alih bantuan sembako.

Dengan adanya bantuan tunai, masyarakat bisa berbelanja kebutuhan mereka sehingga menggerakan konsumsi yang berkontribusi pada PDB Indonesia.

Pendapatan domestik bruto (PDB) Indonesia sampai saat ini, masih ditopang oleh sektor konsumsi.

"Kita belum menjadi negara eksportir, seperti Singapura. Bantuan tunai kita dorong karena kita di sektor konsumsi, kontributor terbesar untuk meningkatkn pertumbuhan ekonomi," kata Roy.

4. Peritel modern mendukung percepatan dan konkretnya Omnibus Law

Aprindo Sebut PHK di Sektor Ritel Bisa Bertambah, Ini Penyebabnyailustrasi investasi (IDN Times/Arief Rahmat)

Selain itu, Aprindo juga berharap RUU Cipta Kerja dapat segera disahkan. Dengan adanya Omnibus Law, Roy meyakini akan terjadi peningkatan kemudahan berusaha (ease doing bussines) dan relaksasi, serta harmonisasi perizinan investasi untuk ekspansi.

"Mewakili seluruh peritel modern di Indonesia, kami mendukungf percepatan Omnibus Law untuk dijadikan undang-undang," ucapnya.

Baca Juga: Buruh Demo Omnibus Law, Bahlil: Sampai Ayam Tumbuh Gigi Gak Selesai

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya