Bisakah Indonesia Melawan Uni Eropa Soal Pelarangan Kelapa Sawit?

Indonesia punya 3 kesempatan, bisa gak ya dimaksimalkan?

Jakarta, IDN Times - Uni Eropa akan menetapkan kelapa sawit dalam kategori tanaman pangan berkategori risiko-tinggi dan risiko rendah Indirect Land Usage Change (ILUC). Hal ini terdapat dalam kesepakatan Renewable Energy Directive II (RED II).

Sebagai salah satu penghasil kelapa sawit terbesar, tentu ini jadi 'pukulan' dong buat Indonesia. Karena kesepakatan itu, penggunaan kelapa sawit akan dibatasi dan bahkan dihapuskan secara bertahap dari pasar bahan bakar nabati Uni Eropa.

Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Ahmad Heri Firdaus menilai Indonesia harus segera merespon kesepakatan RED II ini.

"Indonesia harus segera merespon dengan menyiapkan berbagai strategi," kata Heri dalam sebuah diskusi, Minggu (31/3).

Ada lho sejumlah cara Indonesia bisa menggugat peraturan tersebut. Apa saja itu?

1. Kesempatan pertama: Diplomasi bersama negara penghasil kelapa sawit

Bisakah Indonesia Melawan Uni Eropa Soal Pelarangan Kelapa Sawit?Kebun sawit (ANTARA FOTO/Nova Wahyudi)

Langkah pertama, Indonesia bisa melakukan diplomasi tentang kelapa sawit bersama sejumlah negara penghasil kelapa sawit.

"Upaya ini dapat dilakukan secara bersama-sama dengan negara-negara produsen kelapa sawit lainnya yang memiliki kepentingan yang sama, seperti Malaysia, Thailand, Kolombia, dan lain-lain," ujar Heri.

Baca Juga: Kementerian Perdagangan Kaji Keputusan Uni Eropa soal Sawit

2. Kesempatan kedua: Kampanye positif soal kelapa sawit

Bisakah Indonesia Melawan Uni Eropa Soal Pelarangan Kelapa Sawit?IDN Times/ Helmi Shemi

Kedua, Indonesia perlu melakukan kampanye positif yang diperkuat oleh kajian yang komprehensif dan bisa dipertanggungjawabkan seperti yang telah dilakukan oleh Uni Eropa.

"Perbaikan citra dan pandangan tentang kelapa sawit Indonesia harus terus dilakukan dan diperkuat kajian ilmiah yang komprehensif. Hal ini penting untuk menjaga pangsa ekspor ke negara tradisional," jelasnya.

Indonesia harus mempertanyakan apakah penggunaan ILUC ini dan dapat dipertanggungjawabkan. "Inilah yang perlu kita jawab dengan dilandasi kajian ilmiah. Penggunaan ILUC masih banyak pro dan kontra, model land use change yang dipakai masih menggunakan banyak asumsi," imbuhnya.

3. Kesempatan ketiga: Optimalisasi komoditas kelapa sawit

Bisakah Indonesia Melawan Uni Eropa Soal Pelarangan Kelapa Sawit?Shutterstock.com/Nirapai Boonpheng

Menurut Heri, Indonesia perlu lebih memperhatikan kelapa sawit sebagai komoditas yang cukup relevan untuk dihilirisasi dengan mengoptimalkan nilai tambah di dalam negeri. Kenyataannya, menurutnya, kita memang unggul di produk minyak sawit namun baru sebatas intermediate product.

"Belum hulu-hilir. Masih cukup sedikit produk hilir atau final dari kelapa sawit yang bisa diproduksi di dalam negeri," sebutnya.

Pada gambar di atas, Heri menunjukkan bahwa produk kelapa sawit Indonesia masih sebatas di produk antara. Pangsa pasar produk akhir kelapa sawit semakin kecil.

"Itu baru beberapa contoh kecil beberapa produk. Ironisnya Belanda, yang tidak punya kebun sawit, tapi unggul di beberapa produk hilir sawit. Ternyata ada investor industri hilir sawit di Belanda asal Indonesia, pertanyaannya, kenapa investornya tidak bangun di Indonesia saja?" papar Heri.

Baca Juga: Polemik Sawit Diboikot Uni Eropa, Faisal Basri Suruh Luhut Ngaca Dulu

4. Berbagai olahan produk kelapa sawit

Bisakah Indonesia Melawan Uni Eropa Soal Pelarangan Kelapa Sawit?unsplash.com/Element5 Digital

Produk olahan apa saja sih yang berasal dari komoditas ini? Kelapa sawit bisa dijadikan banyak produk mulai dari produk pangan, farmasi, kimia, kosmetik, hingga produk energi seperti biofuel.

"Jadi peranan kelapa sawit cukup strategis di dunia. Porsi penggunaan minyak nabati dan hewani di dunia yang berasal dari sawit mencapai 40 persen, sisanya ya minyak kedelai, minyak bunga matahari, minyak rapeseed, dan lain-lain," kata Heri.

Baca Juga: UE Diskriminasi Kelapa Sawit, Luhut Panjaitan Ancam Lakukan Hal Ini

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya