BPK Pastikan Jiwasraya Sebabkan Kerugian Negara
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Agung Firman Sampurna memastikan adanya kerugian negara dalam kasus PT Asuransi Jiwasraya.
"Kami juga melakukan penghitungan dan penetapan kerugian negara yang diminta Kejaksaan Agung, yang jelas ada kerugian negara sedang kita indentifikasi," kata Agung di gedung BPK, Jakarta, Rabu (8/1).
1. Masih menunggu pemeriksaan investigatif
Meski demikian, Agung menyatakan BPK belum bisa menyebut berapa besar kerugian negara akibat kasus Jiwasraya ini. BPK masih perlu melakukan pemeriksaan investigatif untuk melihat berapa kerugian yang diderita negara.
"Namun nilai kerugian negara yang nyata dan pasti, baru dapat ditentukan setelah BPK melakukan pemeriksaan investigatif dalam rangka penghitungan kerugian negara," ujar Agung.
Baca Juga: Dalami Kasus Jiwasraya, Kejagung Bakal Panggil Rini Soemarno?
2. Salah satunya akibat produk saving plan Jiwasraya
Editor’s picks
Salah satu penyebab kerugian negara dalam kasus ini adalah produk saving plan yang dijual Jiwasraya, termasuk investasi dalam bentuk saham dan reksadana.
Jiwasraya sendiri kini gagal membayar polis saving plan senilai Rp12,4 triliun yang jatuh tempo pada Oktober-Desember 2019.
Direktur Utama Jiwasraya Hexana Tri Sasongko menyatakan membutuhkan suntikan modal Rp32,89 triliun untuk memenuhi rasio kecukupan modal berbasis risiko (RBC 120 persen). Karena aset perusahaan tercatat hanya Rp23,26 triliun, sedangkan kewajiban sebesar Rp50,5 triliun. Tak hanya itu, ekuitas juga tercatat negatif Rp27,24 triliun. Sedangkan liabilitas JS Saving Plan yang bermasalah sudah mencapai Rp15,75 triliun.
3. Puncak kejatuhan Jiwasraya
Kejatuhan Jiwasraya terjadi pada 2018. Berdasarkan audit keuangan 2017, Kepala Eksekutif Industri Keuangan Non-Bank dan Anggota Komisioner OJK Riswinandi menyebut laba Jiwasraya sudah turun jauh. "Turun ke Rp423 miliar dari Rp2,4 triliun," kata Riswinandi.
Puncaknya adalah ketika pelaksanaan International Monetary Fund (IMF) 2018 di Bali. Jiwasraya menyampaikan mereka tidak bisa membayar polis produk saving plan tersebut.
"Karena ini produk 5 tahunan tapi tiap tahun bisa dievaluasi. Rupanya orang curiga. Akhirnya tidak mau perpanjang, dia minta bayar, angkat tangan. Itu terus berjalan," ujar Riswinandi.
Baca Juga: Jaksa Agung: Lebih dari 5.000 Transaksi Jiwasraya Didalami