[BREAKING] RI Juga Beri Stimulus Non Fiskal untuk Atasi COVID-19

Aturan ekspor dan impor dibuat lebih sederhana

Jakarta, IDN Times - Pemerintah melalui Menko Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dan Menteri Keuangan Sri Mulyani tidak hanya memberikan stimulus untuk sektor fiskal, namun juga non-fiskal dalam menghadapi dampak virus corona atau COVID-19. Kebijakan stimulus non-fiskal diberikan dalam bentuk empat kebijakan.

Pertama, penyederhanaan atau pengurangan larangan terbatas (lartas) ekspor. Kebijakan ini diberikan untuk meningkatkan kelancaran ekspor dan daya saing produk ekspor, melalui pengurangan atau penurunan jumlah perizinan ekspor.

Pengurangan lartas ekspor diberlakukan untuk 749 HS Code (harmonized system) atau 55,19 persen dari jumlah lartas ekspor existing sebesar 1.357 HS atau 6,91 persen dari Buku Tarif Kepabeanan Indonesia (BTKI) 2017. Terdiri dari:

  • Ikan dan produk ikan (health certificate) sebanyak 443 HS atau 4,09 persen dari total BTKI 2017
  • Produk industri kehutanan (V-Legal) sebanyak 306 HS atau 2,82 persen dari total BTKI

V-Legal biasanya dibutuhkan untuk menyatakan produk kayu tujuan ekspor sudah memenuhi standar verifikasi legalitas kayu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

"Dokumen health certificate serta V-Legal tidak lagi menjadi dokumen persyaratan ekspor. Tapi, bagi eksportir yang memerlukan untuk kepentingan persyaratan di negara tujuan ekspor tetap mengurus dokumen tersebut. Misalnya V-Legal untuk tujuan Uni Eropa," ungkap Menteri Keuangan Sri Mulyani hari ini di kantor Kemenko Perekonomian pada Jumat (13/3). 

Kedua, penyederhanaan atau pengurangan lartas impor. Kebijakan ini untuk meningkatkan kelancaran impor bahan baku dan daya saing, maka diperlukan simplifikasi proses impor, melalui pengurangan atau penuruan jumlah dokumen perizinan untuk melakukan impor. 

Prosedur ini, kata perempuan yang disapa Ani itu hanya berlaku untuk perusahaan yang berstatus sebagai produsen. Untuk tahap awal akan diterapkan kepada komoditi besi baja.

Simplifikasi peraturan diatur lebih dari satu kementerian lembaga (duplikasi) dengan komoditi berupa: hortikultura, hewan dan produk hewan, obat, bahan obat serta makanan. Pengurangan jumlah lartas impor untuk produk pangan dalam industri manufaktur mencakup antara lain garam industri, gula, tepung, jagung, daging, kentang dan lainnya.

Ketiga, percepatan proses ekspor-impor untuk reputable trader.

Melalui kebijakan ini pemerintah membedakan perlakuan layanan dan pengawasan kepada pelaku impor dan ekspor berdasarkan reputasinya atau tingkat kepatuhan. Pelaku ekspor dan impor terdiri dari Mitra Utama Kepabeanan (MITA) sebanyak 626 perusahaan. Kedua adalah untuk Authorized Economic Operator (AEO) sebanyak 109 perusahaan.

Adapun lartas untuk reputable traders diproses dengan auto respons atau auto approval. Pemerintah juga akan menghapuskan Laporan Surveyor terhadap komoditas yang diwajibkan. Ketiga, Bea Cukai akan mengirimkan laporan realisasi impor kepada kementerian dan lembaga terkait.

Keempat, percepatan proses ekspor-impor melalui National Logistic Ecosystem.

Melalui kebijakan ini, pemerintah perlu meningkatkan efisiensi khususnya di bidang logistik untuk meningkatkan daya saing yang setara dengan negara-negara satu peers.

Langkah ini dimulai dengan membuat platform logistik tunggal yang menggabungkan sistem atau klaster logistik yang ada sekarang, yang meliputi platform layanan pemerintah (G2G) dan platform bisnis (B2B). Platform ini menjadi alat untuk memonitor janji layanan (SLA) dan standar teknis lainnya.

Baca Juga: [BREAKING] Atasi Wabah Corona, Pemerintah Berikan 4 Stimulus Fiskal

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya