Hari Penerbangan Nasional dan Upaya Pemulihannya di Masa Pandemik 

Bagaimana awalnya sejarah Hari Penerbangan Nasional?

Jakarta, IDN Times - 27 Oktober diperingati sebagai Hari Penerbangan Nasional setiap tahunnya. Dilansir dari berbagai sumber, awalnya Hari Penerbangan Nasional diperingati setiap 9 April sejak 1961 sampai 1973.

Tapi merunut sejarah, awalnya tanggal tersebut tidak terdata sebagai hari penerbangan. Adapun 9 April dicatat sebagai hari didirikannya Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI).

Hari Penerbangan Nasional diubah menjadi 27 Oktober berdasarkan terbangnya pesawat Merah Putih pertama jelang Hari Peringatan Sumpah Pemuda pada 28 Oktober.

Baca Juga: Profil Garuda Indonesia, Maskapai Penerbangan Negara sejak Era Belanda

1. Sejarah peringatan Hari Penerbangan Nasional

Hari Penerbangan Nasional dan Upaya Pemulihannya di Masa Pandemik IDN Times/Candra Irawan

Dilansir dari laman TNI AU, 27 Oktober 1945, sehari menjelang peringatan 17 tahun Sumpah Pemuda, di Pangkalan Maguwo, Yogyakarta terlihat ada kesibukan. Para teknisi sedang berada di sekitar sebuah pesawat Cureng yang bertanda bulat Merah Putih, mempersiapkan segala sesuatunya untuk sebuah penerbangan yang direncanakan. Mereka menginginkan sebuah pesawat Merah Putih terbang hari itu, untuk membangkitkan Sumpah Pemuda.

Komodor Udara Agustinus Adisutjipto, yang lebih dikenal dengan sebutan Pak Adi, adalah satu-satunya penerbang Indonesia yang berada di Pangkalan Maguwo. Hari itu, Pak Adi akan terbang bersama Cureng Merah Putih. Upaya itu membawa hasil.

Pak Adi membawa terbang Pesawat Cureng Merah Putih tersebut berputar-putar di Angkasa Pangkalan Maguwo disaksikan dengan rasa kagum oleh seluruh anggota pangkalan yang berada di bawah. Itulah awal mula sebuah pesawat Indonesia bertanda Merah Putih terbang di angkasa Indonesia yang merdeka.

2. Nasib menyedihkan penerbangan ketika pandemik datang

Hari Penerbangan Nasional dan Upaya Pemulihannya di Masa Pandemik IDN Times/Candra Irawan

Namun nasib penerbangan Indonesia terpuruk sejak pandemik COVID-19 melanda. Pada 12 Februari 2020, sebelum ada kasus virus corona di Indonesia Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi menyebut penerbangan Indonesia turun setidaknya 30 persen akibat penutupan sejumlah rute pesawat terbang ke Tiongkok

Pada 22 April 2020, Menteri Keuangan Republik Indonesia, Sri Mulyani, mengungkapkan kerugian sektor layanan udara akibat pandemik virus corona mencapai Rp107 miliar. Menurutnya, total penerbangan yang dibatalkan sepanjang Januari-Februari 2020 mencapai 12.703 penerbangan dari 15 bandara utama di Indonesia.

Indonesia National Air Carriers Association (INACA) mengungkapkan bahwa maskapai nasional telah mengurangi jumlah penerbangan hingga 50 persen. Tren penurunan lalu lintas penumpang dan pergerakan pesawat di tengah COVID-19 juga dirasakan di bandara-bandara yang dikelola PT Angkasa Pura II.

3. Kebangkitan sektor penerbangan jelang akhir 2020

Hari Penerbangan Nasional dan Upaya Pemulihannya di Masa Pandemik Ilustrasi pesawat (IDN Times/Arief Rahmat)

Pada 4 September, lalu lintas angkutan udara di 19 bandara yang dikelola PT Angkasa Pura II (Persero) pada Agustus 2020 mengalami peningkatan dibandingkan dengan bulan sebelumnya.

Agustus 2020 tercatat ada 25.041 penerbangan atau naik 17 persen dibandingkan dengan Juli 2020 sebanyak 21.431 penerbangan. Sementara itu, jumlah pergerakan penumpang meningkat hingga 38 persen menjadi 2,10 juta orang dari sebelumnya 1,52 juta orang. Adapun volume angkutan kargo stabil di angka sekitar 49 juta kilogram.

Khusus di Bandara Soekarno-Hatta yang merupakan bandara terbesar dan tersibuk di Indonesia, jumlah penerbangan pada Agustus 2020 naik 17 persen dibandingkan Juli 2020 menjadi 14,393, lalu jumlah pergerakan penumpang naik 36 persen menjadi 1,22 juta orang, dan volume angkutan kargo stabil di 38,8 juta kilogram.

Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan, Novie Riyanto, mengatakan sektor penerbangan mulai pulih sejak Juni hingga Agustus 2020. Namun, sayangnya pertumbuhan pada September ini tidak signifikan.

“Sektor penerbangan di Juni, Juli, Agustus meningkat bagus, tetapi September ini berat banget, tidak signifikan dibanding bulan-bulan sebelumnya,” kata Novie dalam webinar 'Intip Jurus Jitu Bandara Atasi Penyebaran Covid19', Kamis (17/9/2020).

Untuk Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Novie mencatat rata-rata pergerakan pesawat mencapai 450-470 kali dan lebih dari 500 saat libur.

Baca Juga: IATA Prediksi Industri Penerbangan Global Tekor Rp750 Triliun di 2021

4. Dunia penerbangan RI sempat disorot kembali saat kecelakaan di awal 2021

Hari Penerbangan Nasional dan Upaya Pemulihannya di Masa Pandemik Catatan penerbangan Sriwijaya Air SJ182 (Website/flightradar24.com)

Penerbangan di Tanah Air sempat jadi sorotan dunia setelah pesawat Sriwijaya Air SJY-182 jatuh di perairan Kepulauan Seribu pada Sabtu, 9 Januari 2021. Dalam delapan tahun terakhir, ada enam pesawat yang jatuh dalam delapan tahun terakhir.

Kantor berita Associated Press (AP) mencatat, Indonesia merupakan negara dengan rekam jejak penerbangan paling buruk di Benua Asia. AP mencatat, penyebab tingginya kecelakaan pesawat di Indonesia dipicu buruknya kualitas pelatihan pilot, kegagalan mekanik, permasalahan dengan pengendalian lalu lintas udara (ATC), hingga buruknya pemeliharaan pesawat. 

Mengutip data dari Aviation Safety Network, Indonesia ada di peringkat delapan sebagai negara dengan tingkat kecelakaan pesawat tertinggi di dunia. Data yang direkam sejak 1945 itu, tertulis ada 104 kecelakaan dan jumlah korban lebih dari 1.300 jiwa. Amerika Serikat sempat melarang maskapai asal Indonesia untuk beroperasi ke negara itu pada periode 2007 hingga 2016.

Namun kondisi berangsur membaik dalam lima tahun terakhir. Pengawasan dari regulator dalam hal ini Kementerian Perhubungan dibuktikan dengan keterlibatan lebih intens. Pada 2016 lalu, otoritas penerbangan Amerika Serikat (FAA) telah memberikan Indonesia kategori I. Artinya, FAA menilai Indonesia telah mematuhi standar penerbangan sipil internasional yang diatur ICAO. 

Asosiasi Transportasi Udara Internasional (IATA) memprediksi maskapai penerbangan global akan mencatatkan kerugian sekitar 51,8 miliar dolar Amerika Serikat (AS) atau sekitar Rp750 triliun pada 2021 dan 11,6 miliar dolar AS pada 2022 akibat pandemik COVID-19. 

5. Upaya membangkitkan penerbangan nasional

Hari Penerbangan Nasional dan Upaya Pemulihannya di Masa Pandemik Ilustrasi Pesawat (IDN Times/Arief Rahmat)

Direktur Utama PT Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mengatakan industri penerbangan diperkirakan baru akan pulih pada 2022, pascapandemik virus corona. Irfan mengungkapkan persoalan terbesar industri penerbangan, khususnya Garuda, adalah bagaimana mampu bertahan hidup hingga masa pemulihan. Sebab, alat-alat produksi milik Garuda kebanyakan merupakan sewa.

Irfan menyebutkan, pemerintah kini telah melakukan upaya pemulihan ekonomi dengan mengizinkan kegiatan usaha beroperasi kembali. Langkah tersebut tentu harus diikuti dengan protokol kesehatan yang berlaku.

Namun, menurut Irfan, upaya tersebut perlahan belum membuahkan hasil yang maksimal di sektor industri penerbangan. Sebab, penumpang pesawat masih melihat dan menunggu situasi yang ada saat ini.

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengakui membutuhkan endorser untuk mendongkrak sektor penerbangan di masa pandemik COVID-19 ini. Ia membuka rahasia bahwa ia telah melakukan kontak dengan Deddy Corbuzier dan Atta Halilintar dan menyampaikan edukasi tentang keamanan sektor penerbangan di masa pandemik ini.

Pemberlakuan protokol kesehatan yang ketat menjadi upaya pemerintah untuk meyakinkan masyarakat kembali bepergian menggunakan pesawat. Yang terbaru, aturan penerbangan di seluruh pulau di Indonesia saat PPKM mewajibkan calon penumpang tes PCR. Namun, aturan yang diberlakukan sejak 18 Oktober ini menuai kritik di tengah upaya membangkitkan industri pariwisata dan penerbangan Tanah Air.

Topik:

  • Umi Kalsum
  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya