Indonesia Rugi Rp454 Miliar karena Serangan Siber
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Deputi Komisioner Pengawas Perbankan I Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Teguh Supangkat melaporkan Indonesia rugi Rp454 miliar karena serangan siber yang terjadi sejak semester I-2020 hingga semester II-2021. Angka itu berasal dari kerugian real sebesar Rp246 miliar dan kerugian potensial Rp208 miliar.
"Dari kerugian real dan potensial ini terdapat recovery sekitar Rp320 miliar," kata Teguh dalam konferensi pers, Selasa (26/10/2021).
Baca Juga: Jokowi: TNI Harus Sigap Hadapi Ancaman Radikalisme hingga Siber
1. Indonesia diserang 2.113 kejahatan siber tahun ini
Selain itu, Teguh mencatat Indonesia mendapat 2.113 serangan siber pada semester I-2021 ini. Angka ini menurun dibanding semester II-2020 di mana ada 3.243 serangan siber. Sementara jika dibandingkan semester I-2020, serangan siber pada tahun ini meningkat sebanyak 340 kasus atau dari 1.773.
"Sebagian besar karena skimming dan ada beberapa kategori. Belum termasuk yang serangan siber yang coba-coba," ujarnya.
Baca Juga: 13 Daftar Pinjaman Online Legal yang Berizin OJK
2. Indonesia rentan serangan siber
Editor’s picks
Sementara itu berdasarkan data Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), jumlah serangan siber sepanjang Januari sampai September 2021 mencapai lebih dari 927 juta. Dari angka itu, sektor keuangan menempati peringkat kedua yang mengalami serangan siber setelah sektor pemerintahan.
Direktur Keamanan Siber dan Sandi Keuangan Edit Prima mengatakan, industri keuangan merupakan sektor yang paling sering terkena serangan siber sejalan dengan masifnya transformasi digital sektor perbankan.
Sepanjang tahun lalu misalnya, insiden siber di sektor tersebut adalah serangan dalam bentuk malware, phising, pencurian data, DDOS, skimming dan lainnya.
Baca Juga: Hati-Hati! Sektor Keuangan Paling Terancam Nomor 2 Kejahatan Siber
3. Aksi-aksi serangan siber terhadap perbankan
Kejahatan siber yang menimpa perbankan antara lain penipuan dan juga aksi ilegal berupa peretasan. Berikut tren kejahatan siber berdasarkan data kepolisian:
- Tahun 2017: 1.430 aksi penipuan daring dan 153 aksi ilegal.
- Tahun 2018: 1.781 aksi penipuan daring dan 263 aksi ilegal.
- Tahun 2019: 1.617 aksi penipuan daring dan 248 aksi ilegal.
- Tahun 2020: 1.319 aksi penipuan daring dan 303 aksi ilegal
- Tahun 2021 semester pertama: 508 aksi penipuan daring dan 167 persetasan
Sasaran kejahatannya adalah data nasabah, infrastruktur TI dari lembaga, dan cyber fraud.
“Secara umum, manajemen risiko yang bisa dilakukan perbankan di antaranya: two factor authentification, mesin pembaca KTP-el yang telah disertifikasi, penyimpanan gambar atau imege KTP Nasabah, verifikasi nomor telepon selular, dan disaster recovery plan,” kata Brigjen Pol Helmi Santik.