Industri Tekstil Bantah Untung dari Produk APD Saat COVID-19
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Sekretaris Eksekutif Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Rizal Tanzil Rakhman membantah pernyataan pemerintah yang menyebut industri tekstil bisa meraup keuntungan atau termasuk winner sector di tengah pandemik virus corona saat ini.
Alasan meningkatkan permintaan masker dan alat pelindung diri (APD) tidak bisa dijadikan acuan industri tekstil tumbuh saat pandemik.
“Memang order APD dan masker meningkat, tapi itu secara nasional gak signifikan. Gak bisa serta merta memicu perkembangan kapasitas daya saing nasional,” kata Rizal saat dihubungi IDN Times, Selasa (14/4).
1. Hanya 0,3 persen pengusaha tekstil yang memproduksi masker dan APD
Baca Juga: Industri Tekstil di Ujung Tanduk, 'Nafas' Tinggal 3 Bulan Lagi
Rizal mengatakan hanya sekitar 20 pengusaha besar menengah yang mengajukan diversifikasi usaha. Diversifikasi ini dilakukan karena mereka melihat peluang dari permintaan pasar untuk APD dan masker.
Namun jumlah ini sangat kecil. Data yang diterima IDN Times, saat ini ada 5.657 pengusaha tekstil besar menengah. Artinya hanya 0,3 persen saja yang memproduksi masker dan APD.
“Kapasitas produksi 17 juta pieces APD dari 20 itu. Gak terlalu banyak. Gak signifikan mempengaruhi industri tekstil nasional,” ujar Rizal.
2. Ancaman Tiongkok
Editor’s picks
Pengusaha tekstil juga mengkhawatirkan masuknya tekstil dari Tiongkok. Masalah impor ini sudah terjadi sejak tahun lalu. Memang, masalah impor dari Tiongkok sempat berhenti sejak wabah COVID-19 ini, namun seiring pulihnya Negeri Tirai Bambu itu, membuat pengusaha tekstil di Indonesia khawatir.
“Ini juga persoalan lain. Kan Tiongkok perlu tumbuh ekonominya. Mesin yang selama ini setop akan jalan lagi. Butuh pasar yang bisa jalan lagi,” kata Rizal.
3. Hanya bisa bertahan hingga Juli
Rizal mengatakan industri tekstil hanya bisa bertahan tiga bulan. Permasalahan cash flow menjadi alasan di balik ‘dekatnya ajal’ industri ini.
Industri tekstil saat ini mengalami penurunan produksi. Banyak terjadi pembatalan pemesanan hingga 70 persen.
Tidak hanya itu, utilitas atau kegiatan produksi pun turun menjadi 40 persen dari 80 persen di waktu normal. Mereka juga dihadapkan dengan besarnya biaya operasional yang besar termasuk gaji pegawai. Belum lagi mereka harus membayar gaji pegawai dan tunjangan hari raya (THR).
Baca Juga: Hanya Mampu Bertahan Sampai Juni, Industri Tekstil Paling Rentan PHK