Mengenang Pidato Bung Karno soal Berdikari, Ekonomi yang Mandiri

Sukarno menentang imprealisme dan neokolonialisme

Jakarta, IDN Times - Setahun sebelum genap 20 tahun kemerdekaan Indonesia, Presiden Pertama Republik Indonesia Soekarno menyinggung konsep berdiri di atas kaki sendiri (berdikari) untuk pertama kalinya. Dalam pidato berjudul Tahun Vivere Pericoloso! (Tavip), Bung Karno memformulasikan konsep Trisakti, yakni: berdaulat dalam politik, berdikari dalam ekonomi dan berkepribadian dalam kebudayaan sebagai bentuk revolusi suatu bangsa.

Konsep berdikari ini diperjelas pada 17 Agustus 1965. Pada hari tersebut, Soekarno memaparkan secara rinci gagasannya tentang berdikari. Bung Karno menekankan bahwa Indonesia bisa mandiri dan tidak bergantung terhadap bangsa lain, mulai dari dalam kehidupan politik, ekonomi, hingga kehidupan sosial budaya.

"Kita tidak cukup hanya berjiwa Nasakom–kita pun harus berjiwa Pancasila, berjiwa Manipol/Usdek (Manifesto politik/Undang-Undang Dasar 1945), berjiwa Trisakti Tavip (Tahunvivere pericoloso yakni tahun di mana revolusi bergelora), berjiwa berdikari!" kata Bung Karno seperti dikutip dari konten digital Perpusatakaan Nasional pada Sabtu (8/8/2020).

1. Berdikari menolak gagasan imprealisme dan neokolonialisme

Mengenang Pidato Bung Karno soal Berdikari, Ekonomi yang MandiriSoekarno (kiri), Ketua Dewan Pertimbangan Pusat (Chuo Sangi In) berjabat tangan dengan Kepala Urusan Dalam Negeri Jepang untuk Pendudukan Hindia Belanda, Mayor Jenderal Moichiri Yamamoto, saat bertemu di Jakarta pada September 1944. (Wikimedia Commons/Nationaal Archief)

Dengan tegas, Bung Karno menolak gagasan imprealisme dan neokolonialisme. Dalam pidatonya, ia menyebut imprealismelah yang membutuhkan Indonesia, bukan kita membutuhkan kaum imprealis.

"Inilah keterangannya, kenapa sesudah kaum imperialis terlalu banyak cingcong dan pertingkah, aku serukan 'Go to hell with your aid!'. Sesudah dipersetan, mereka sekarang mendekat-dekat lagi dan menawar-nawarkan kembali 'bantuan' mereka. Tetapi saya tahu bahwa tidak ada 'bantuan' nekolim (neokolonialisme) yang cuma-cuma," katanya.

Soekarno melihat praktek neokolonialisme lebih berbahaya daripada kolonialisme model lama. Pertama, karena cara-cara maupun praktek-prakteknya belum cukup dikenal oleh takyat. Kedua, karena penjajah yang sesungguhnya, sering kali tidak jelas kelihatan.

"Sebab neokolonialisme itu adalah penjajahan by proxy, penjajahan by remote control, penjajahan 'dari jauh'," kata Bung Karno. Neokolonialisme masuk dalam bentuk kekuatan modal asing yang menguasai alias kapitalisme. 

Baca Juga: Kisah Sukarno dan 7 Penjara Tempat Pengasingannya

2. Bung Karno menyebut sosialisme belum bisa diterapkan karena masih ada modal imperialis

Mengenang Pidato Bung Karno soal Berdikari, Ekonomi yang MandiriSoekarno-Hatta (Website/kepustakaan-presiden.perpusnas.go.id)

Bung Karno juga menyinggung paham sosialisme yang kala itu menjadi tren di dunia. Pada saat itu, revolusi Indonesia masih dalam tahap nasional-demokratis. Menurutnya, sosialisme belum bisa diterapkan karena masih ada modal asing di Tanah Air.

"Nanti akan datang ketikanya, yang Indonesia akan membangun sosialisme, yaitu apabila modal imperialis sudah habis dan pemilikan tanah kaum tuan-tanah sudah dibagi kembali kepada rakyat. Yang terang, dengan modal imperialis tidak mungkin kita membangun sosialisme," katanya.

3. Berdikari bukan berarti mengurangi kerja sama dengan negara lain

Mengenang Pidato Bung Karno soal Berdikari, Ekonomi yang MandiriPresiden Sukarno terlihat akrab berbincang dengan PM Nikita Khrushchev saat ke Bogor (Dokumentasi Yayasan N.S Khruschev)

Bung Karno kembali menegaskan konsep berdikari ini bukan menolak atau mengurangi kerja sama dengan negara-negara lain, melainkan memperluas kerja sama internasional, terutama di antara sesama negara yang baru merdeka. 

"Yang ditolak oleh berdikari adalah ketergantungan kepada imperialisme, bukan kerja sama yang sama-derajat dan saling-menguntungkan," ucapnya.

Langkah konkret berdikari terhadap negara lain ini diwujudkan dengan mengutus Wakil Perdana Menteri I sekaligus Menteri Luar Negeri RI saat itu, Subandrio disertai Menteri Penerangan dan dua orang Menteri Negara untuk mengunjungi empat negara Timur Tengah dan delapan negara Afrika dalam rangka pembinaan setiakawan Asia-Afrika.

4. Berdikari tidak hanya dalam bidang ekonomi

Mengenang Pidato Bung Karno soal Berdikari, Ekonomi yang MandiriIlustrasi pertanian (IDN Times/Rochmanudin)

Meski utamanya berdikari ialah terkait penolakan terhadap kapitalisme asing, konsep yang ditawarkan Bung Karno ternyata jauh lebih luas dari pada itu. Konsep berdikari telah diterapkan Bung Karno dalam Rencana Pembangunan Semesta Delapan Tahun sejak 1961. Lalu, pada 1963, Sukarno menyerukan kebijakan ekonomi dalam Dekon (Deklarasi Ekonomi).

Tidak hanya soal ekonomi, Sukarno pernah merinci konsep berdikari dalam tiga aspek yakni ekonomi, politik, dan budaya.

Untuk aspek ekonomi, Bung Karno menyebut Indonesia diberkahi dengan alam yang kaya, rakyat yang rajin. Tapi sayangnya hasil keringat rakyat dimakan tuan tanah, tengkulak, lintah darat hingga setan desa.

Dia menekankan pentingnya Indonesia memecahkan masalah sandang dan pangan. Ia pun mengancam, siapa pun yang menghalangi pencarian solusi masalah sandang dan panganpangan harus berhadapan dengan hukum.

"Barang siapa merintangi pemecahan masalah ini, dia harus dihadapkan ke depan mahkamah rakyat dan sejarah," kata Bung Karno.

Baca Juga: Kisah Sukarno Makan Satai Dekat Got Usai Diangkat Jadi Presiden

5. Sentilan Bung Karno dalam berdikari secara budaya

Mengenang Pidato Bung Karno soal Berdikari, Ekonomi yang Mandiriinsidehook.com/K & K Ulf Kruger OHG/Redferns

Untuk aspek politik, saat itu, ia menyebut Indonesia sudah berdaulat. Namun, ia menekankan Indonesia harus terus membangun nation-building dan character-building untuk memperkuat kedaulatan tersebut.

"Kerukunan nasional sekarang ini–kerukunan antara berbagai agama dan berbagai suku bangsa, termasuk suku-suku keturunan asing–kerukunan nasional yang bebas sama sekali dari diskriminasi atau rasialisme macam apapun, harus kita bina dengan kecintaan seperti kita membina kesehatan tubuh kita sendiri," kata Bung Karno.

Terakhir adalah aspek kebudayaan. Sama seperti aspek ekonomi, Indonesia kaya akan kesustraan mulai dari seni rupa, seni tari, musik dan lain-lain. Ia lalu menyinggung budaya asing yang mulai masuk ke Indonesia. Ia meminta dihapuskannya imprealisme berupa budaya asing yang masuk.

"Maka itu tepat sekali film-film imperialis Inggris dan AS diboikot, juga tepat sekali pemberantasan 'musik' Beatle, literatur picisan, dansa-dansi gila-gilaan, dan sebagainya," ucapnya.

Ia meminta agar kebudayaan nasional dapat menorehkan tinta emas, menjadi budaya yang yang revolusioner. "Kita bukan hanya 'trahing kusumo, rembesing madu', tetapi kita juga 'trahing buruh-tani-lan-prajurit, rembesing revolusi'!" kata Bung Karno.

Memperingati HUT ke-75 tahun Kemerdekaan Republik Indonesia, IDN Times meluncurkan kampanye #MenjagaIndonesia. Kampanye ini didasarkan atas pengalamanan unik dan bersejarah bahwa sebagai bangsa, kita merayakan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan RI dalam situasi pandemik COVID-19, di mana kita bersama-sama harus membentengi diri dari serangan virus berbahaya. Di saat yang sama, banyak hal yang perlu kita jaga sebagai warga bangsa, agar tujuan proklamasi kemerdekaan RI, bisa dicapai.

Baca Juga: KAA Tidak Cuma soal Wilayah, Sukarno Ingatkan Ada Kolonialisme Modern

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya