Perlukah Izin UNESCO untuk Pembangunan Jurrasic Park di Komodo? 

Ini penjelasan Dubes RI di Paris dan untuk UNESCO

Jakarta, IDN Times - Dubes RI di Paris dan untuk UNESCO, Arrmanatha C Nasir menanggapi polemik pembangunan di Pulau Rinca, di Taman Nasional Komodo, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, yang akan dijadikan Wisata Jurassic.

Menurut pria yang akrab disapa Tata ini, rencana pengembangan masih dalam wilayah pemanfaatan yang ditetapkan. Jadi yang perlu dilakukan adalah environmental impact assesment (EIA) sebelum pelaksanaan proyek.

"UNESCO tidak perlu mengeluarkan persetujuan untuk kita melakukan pengembangan di wilayah pemanfaatan," kata Tata kepada IDN Times, Senin (26/10/2020).

Diberitakan sebelumnya, ada lima penataan kawasan Pulau Rinca, yakni, Dermaga Loh Buaya, bangunan pengaman pantai untuk akses masuk dan keluar ke kawasan tersebut, elevated deck pada ruas exsisting, bangunan pusat informasi yang terintegrasi, dan bangunan penginapan untuk para ranger, pemandu wisata, dan peneliti, yang dilengkapi dengan pos penelitian dan pemantauan habitat komodo.

1. Pemerintah pastikan konservasi Taman Nasional Komodo tetap terjaga

Perlukah Izin UNESCO untuk Pembangunan Jurrasic Park di Komodo? Kepala Badan Otorita Pariwisata Labuan Bajo Flores (BPOLBF), Shana Fatina Sukarsono. (IDN Times/Hana Adi Perdana)

Direktur Utama Badan Otorita Pariwisata Labuan Bajo Flores (BOPLBF), Shana Fatina mengatakan, BOPLBF bersama kementerian lain sudah menyusun EIA sebagai syarat pembangunan yang diinformasikan ke UNESCO.

"UNESCO-nya yang Indonesia dan UNESCO science. Tapi memang ini semua kuncinya di KLHK karena mereka yang menentukan mana yang boleh dan tidak. Mereka sudah punya kajian mendalam dan kita ikut dengan mereka. Ini penegasan kita komit terhadap konservasi itu dan bukan pariwisata yang biasa tapi quality tourism," katanya.

Baca Juga: Proyek Jurassic Park Pulau Komodo Sudah Dapat Restu UNESCO

2. Surat UNESO kepada pemerintah Indonesia

Perlukah Izin UNESCO untuk Pembangunan Jurrasic Park di Komodo? Rencana pembangunan di Pulau Rinca, Taman Nasional Komodo yang akan dijadikan Wisata Jurassic (Dok. Kementerian PUPR)

Pada 9 Maret 2020, UNESCO berkirim surat ke pemerintah Indonesia yang isinya menanggapi pembangunan di Taman Nasional Komodo yang mereka terima dari pihak ketiga. Direktur UNESCO Mechtild Rôssler mengatakan surat itu sebagai informasi ini kepada pemerintah Indonesia sesuai dengan Paragraf 174 Panduan Operasional untuk mereka verifikasi dengan otoritas terkait.

UNESCO menekankan pentingnya aturan yang tertera dalam paragraf 174 Operational Guidelines for thé Implementation of thé World Héritage Convention. Pasal itu menetapkan bahwa negara-negara harus memberi tahu Komite Warisan Dunia tentang niat mereka dalam melakukan atau memberi otorisasi di area yang dilindungi di bawah konvensi restorasi besar.

Tak hanya itu, mereka juga harus menginformasikan jika akan melakukan konstruksi baru yang dapat mempengaruhi Nilai Universal yang Luar Biasa (OUV) dari properti tersebut. Pemberitahuan harus diberikan sesegera mungkin, misalnya, sebelum menyusun dokumen dasar untuk proyek khusus.

"Dan sebelum membuat keputusan apa pun yang akan sulit untuk dibatalkan, sehingga Komite dapat membantu mencari solusi yang tepat untuk memastikan bahwa OUV properti tersebut sepenuhnya terjaga," ujar Rôssler.

"Juga dicatat bahwa pedoman operasional menetapkan bahwa Analisis Dampak Lingkungan (Amdal), Penilaian Dampak Heritage, dan/atau Penilaian Lingkungan Strategis dilakukan sebagai prasyarat untuk proyek dan kegiatan pembangunan yang direncanakan di dalam atau di sekitar properti World Héritage," tambahnya.

3. Balasan surat pemerintah Indonesia

Perlukah Izin UNESCO untuk Pembangunan Jurrasic Park di Komodo? Komodo (IDN Times/Aryodamar)

Direktur Utama Badan Otorita Pariwisata Labuan Bajo Flores (BOPLBF), Shana Fatina dalam surat kepada Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO (KNIU) tanggal 31 Maret menjelaskan rencana mereka dalam mengelola pariwisata premium Labuan Bajo termasuk Taman Nasional Komodo.

Ada lima hal yang akan dilakukan di antaranya, pembatasan jumlah wisatawan, meningkatkan infrastruktur pengawasan kawasan TN Komodo berbasis IT, peningkatan aktivitas penelitian dan konservasi dalam kawasan Taman Nasional Komodo, pemberdayaan masyarakat desa dalam kawasan, serta mengintegrasikan pariwisata TN Komodo dengan Labuan Bajo dan wilayah koordinatif BOPLBF dalam Integrated Tourism Masterplan.

Selain itu sebagai Destinasi Super Prioritas Ekowisata Super Premium, menurutnya, perlu dilakukan “Rebranding Destinasi” menjelang selesainya pembangunan infrastruktur di akhir 2020 sesuai dengan arahan Presiden Republik Indonesia pada Ratas Kunjungan Kerja Labuan Bajo 20 Januari 2020.

"Rebranding akan memfokuskan kepada optimalisasi dan internalisasi Management Plan UNESCO World Heritage Sites dan Man and Biosphere Program menjadi Rencana Strategi Aksi, Branding dan Promosi, serta penguatan sumber daya manusia dan industri pariwisata terkait," kata Shana.

Baca Juga: Foto Komodo vs Truk Proyek Viral, Resort Loh Buaya Ditutup Sementara

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya