Petani Tembakau Tuding Pemerintah Lakukan Kejahatan Ekonomi

Industri tembakau terkisis dalam empat tahun terakhir

Jakarta, IDN Times - Ketua Depinas Asosiasi Petani Tembakau Indonesia, Agus Parmuji, menuding pemerintah sedang melakukan kejahatan ekonomi terhadap para petani tembakau di Indonesia. Agus menilai hal itu terlihat dari banyaknya regulasi yang berbelit-belit pada industri tembakau.

"Jika boleh jujur, saat ini kami sedang merasakan kejahatan ekonomi nasional di sentra pertanian tembakau. Pada akhirnya membuat para petani kian terkikis," kata Agus dalam keterangan tertulisnya, Jumat (28/5/2021).

1. Industri tembakau terkisis dalam empat tahun terakhir

Petani Tembakau Tuding Pemerintah Lakukan Kejahatan EkonomiANTARA FOTO/Aji Styawan

Agus mengatakan terkikisnya industri tembakau bukan hanya dalam presentase rendah, bahkan selama hampir empat tahun. Ia menyebut petani tembakau mengalami degradasi ekonomi karena terpengaruh dengan regulasi pusat yang berdampak terhadap perlakuan regulasi di tingkat daerah.

Tak hanya itu saja, lanjutnya, dengan adanya kenaikan cukai dan hadirnya perda-perda lain yang mencapai 300 aturan ini secara tidak langsung memancing sebuah kejahatan ekonomi di tingkat lokal. 

"Intinya semua ini berasal dari tingkat pusat yang didorong oleh rezim kesehatan ini. Sebetulnya kita hanya berharap satu yaitu negara yang berdaulat, sebab hidup matinya kami para petani tembakau bergantung kepada tiga linstas sektor kementerian," ucapnya.

Baca Juga: Daftar Harga Rokok Setelah Kenaikan Tarif Cukai Hasil Tembakau

2. Pemerintah mengintervensi industri tembakau layaknya penanganan COVID-19

Petani Tembakau Tuding Pemerintah Lakukan Kejahatan EkonomiANTARA FOTO/Raisan Al Farisi

Direktur Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia, Salamuddin Daeng, juga menyebut pemerintah mengintervensi industri pertembakauan atau industri rokok serupa dengan penanganan COVID-19. Menurutnya, intervensi kesehatan rokok dibuat seperti terjadi epidemik, rokok diibaratkan penyakit dengan sumbernya yakni produksi rokok ingin dipangkas habis. 

"Lebih mudah kita ketahui setelah COVID-19 ini sama sebenarnya, seperti physical distancing untuk perokok dan ada ruang isolasi untuk perokok. Karena memang sama aktornya," kata Salamuddin.

3. WHO dituding jadi dalangnya

Petani Tembakau Tuding Pemerintah Lakukan Kejahatan EkonomiBendera berkibar di kantor pusat WHO di Jenewa, Swiss (www.who.int)

Salamuddin mengatakan aktor di balik intervensi industri rokok adalah WHO, yang membuat kerangka aturan Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Namun hingga saat ini Indonesia belum meratifikasi, baru penerapan pembatasan tembakau di Indonesia selama ini diadopsi dari WHO. 

Ia menuturkan saat ini industri tembakau sudah menghadapi berbagai pembatasan mulai dari cukai, kuota produksi hingga kesulitan finansial karena banyak perbankan menolak pembiayaan tembakau. Hasilnya, potensi industri tembakau sudah sulit berkembang menjadi lebih besar.

4. Petani tembakau hanya bisa menghasilkan 50 persen dari kebutuhan industri rokok

Petani Tembakau Tuding Pemerintah Lakukan Kejahatan EkonomiIlustrasi rokok (IDN Times/Indiana Malia)

Salamuddin mengungkapkan saat ini produksi tembakau petani di Indonesia hanya mampu memproduksi 50 persen kebutuhan industri rokok. Akibatnya, terjadi lonjakan impor tembakau.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), ia mengungkapkan, impor tembakau pada tahun 2019 mencapai 110,92 ton per tahun.

"Pemerintah melihat dengan kacamata kuda tak melihat dampak ekonomi dan politik. Dia tak melihat dinamika impor secara keseluruhan. Harusnya disiapkan jangan sampai impor. Ini harusnya kepentingan nasional yang ada diatas," katanya.

Baca Juga: Cukai Rokok Naik, Peneliti: Tarif Tier Cukai Harus Disederhanakan

Topik:

  • Jihad Akbar

Berita Terkini Lainnya